Part 42

248 17 9
                                    

Selamat membaca
****

Mobil yang kini di kemudikan oleh Kak Perwira melesat menembus keramaian jalan. Ia bahkan tak memperdulikan sekelilingnya, yang ada di pikirannya hanyalah sang adik yang kini berada di pangkuan Umi dan sedang tak berdaya. Sesekali Kak Perwira menyeka air mata yang hampir jatuh dari pelupuk matanya.

Sedangkan Umi yang duduk di belakang hanya bisa menangis sambil terus mengucap tasbih dan tangannya mengelus kepala Syafira. Pikiran yang cukup kabut membuat Kak Perwira tak terpikir untuk memberi tahu siapa pun apalagi Daffa selaku sahabat adiknya.

“Perwira, bisa telponkan Abi?” suara serak Umi membuyarkan lamunan dari Perwira.

“Iya Umi.”

Tangan Kak Perwira meraih ponsel yang ia letakkan di samping nya. Suara Abi pun menjadi penanda bahwa telponya telah terhubung.

“Assalamualaikum Bi.”

“Waalaikumsalam Perwira, kenapa kok suaranya serak kayak gitu?” pertanyaan dari Abi itu yang membuat Kak Perwira menarik nafas dalam-dalam.

“Bi, Fira pingsan. Ini Perwira sama Umi mau ke rumah sakit. Abi nyususl saja ke Rumah Sakit Permata Hijau.” Pernyataan dari Kak Perwira tentu membuat Abi tak bisa berkata apa-apa.

“Ya udah Abi ke sana sekarang.” Nada suara Abi yang panik pun menjadi akhir dari telepon mereka.

Tak lama mobil yang di kendarai Kak Perwira pun sampai di rumah sakit. Kak Perwira mengambil alih Syafira dari pangkuan Umi. Dengan sedikit berlari, Kak Perwira terus saja memanggil-manggil dokter yang berjaga saat itu.

Untungnya dokter yang berjaga di saat itu benar-benar sigap. Dengan cekatan mereka menangangi Syafira. Sedangkan Umi hanya bisa menangis, melihat Umi menangis tak henti membuat hati Kak Perwira serasa tersayat. Ia berjalan mendekati Umi dan memeluk Umi. Tak bisa ia pungkiri bahwa hatinya juga ingin menjerit.

Ada begitu banyak penyesalan di dalam hatinya. Bukan karena apa, tapi hanya karena ia benar-benar tak bisa menjaga sang adik.

“Umi maafin Perwira yang enggak bisa jaga Fira. Perwira belum bisa menjadi kakak yang baik untuk Fira. Maafin Perwira yah Umi.” Pernyataan dari Kak Perwira membuat Umi semakin menangis.

Umi menggelengkan kepala “Perwira enggak salah nak, memang mungkin ini jalan yang udah di tentuin oleh Allah.”

Tak lama Abi pun datang dan langsung menghampiri Kak Perwira dan juga Umi. Namun betapa terkejutnya Abi ketika melihat putri yang sangat ia sayangi kini di pasang beberapa alat di tubuh mungil Syafira. Umi yang melihat itu hanya bisa menangis, sedangkan Kak Perwira malah mengalihkan pandangannya ke tempat lain.

Ia benar-benar tak kuasa melihat adiknya di pasangi beberapa alat. Bukan hanya itu, kini suara detektor jantung yang bisa ia dengar. Bisa kau bayangkan betapa sakitnya hati seorang kakak ketika mandengar detektor jantung sang adik.

Abi hanya bisa terus melantunkan doa demi keselamatan sang putri. Dokter yang terus berusaha pun tak luput dari pandangan Kak perwira yang awas. Ia melihat setiap cengkal gerak gerik para tenaga medis.
Namun dibalik kecekatan para dokter, terdengar suara detektor jantung yang mulai melemah.

Hal ini tentu membuat Umi dan Abi begitu was-was. Sedangkan Kak Perwira hanya bisa mengepalkan kedua tangannya. Tapi untung saja Allah masih mengasih kesempatan untuk Syafira terus bertahan hidup.
Perlahan tapi pasti, detektor jantung itu mulai stabil. Semua orang bisa bernafas lega, begitu pun dengan para dokter. Salah satu dokter kini berjalan mendekati keluarga ini.

“Keluarga pasien dari Syafira?” tanya dokter itu.

“Iya dokter, bagaimana keadaan adik saya? Dia enggak kenapa-napakan?” terlihat benar raut wajah cemas dari Kak Perwira.

Ia tidak peduli jika orang mengatakan dia cengeng tapi untuk saat ini dan sampai kapan pun jika menyangkut sang adik hati akan sangat sensitif.

“Untuk saat ini dia sudah melewati masa kritisnya, tapi kami belum bisa menyimpulkan penyakit apa yang diderita pasien. Nanti kami akan melakukan pemerikasaan secara detail dan akan segera kami beritahu begitu hasilnya keluar.” Jelas sang dokter dan rinci.

Begitu memberi tau keputusan sang dokter, akhirnya Syafira pun segera di pindahkan ke ruang rawat inap. Karena memang saat ini ia belum menyadarkan diri. Umi tak pernah lepas dari samping Syafira, tanganya terus menggenggam tanga mungil Syafira. Sedangkan Abi pergi untuk mengurus administrasi.

Kak Perwira hanya bisa mengacak-acak rambutnya, dan tentu itu membuatnya layaknya berandalan. Ia benar-benar kacau. Abi yang baru memasuki ruangan Syafira tak tega melihat putranya itu. Abi pun duduk di samping Kak Perwira dan menepuk pundaknya.

“Perwira pulang saja dulu. Biar Abi sama Umi yang di sini. Kondisi Perwira kacau sekali, pulang dan istirahatlah.” Perintah Abi itu sama sekali tak menarik baginya.

Yang diinginkan oleh Kak Perwira saat ini adalah duduk di samping sang adik dan menemaninya hingga ia sadar nanti.

“Enggak usah Bi, seharusnya yang pulang dan istirahat itu Abi sama Umi. Biar Perwira yang jaga di sini.” Permintaan Kak Perwira itu seakan mengambarkan betapa besar harapannya untuk terus berada di sisi sang adik.

Siang pun berganti menjadi malam. Kini Umi sedang keluar untuk mengisi perut bersama Abi. Sebenarnya Umi juga enggan untuk beranjak dari tempatnya tapi karena permohonan dari Kak Perwira membuat Umi mau tak mau harus pergi.

Kak Perwira yang sedari tadi terus menggenggam tangan Syafira dan tak lupa ia melakukan hal yang paling di sukai oleh Syafira yakni mengelus kapala adiknya itu. Kak Perwira ingat betul disaat Syafira mengungkapkan betapa ia suka ketika kepalanya di elus-elus oleh sang kakak.

“Kak, kakak tau ngak apa yang  paling Fira suka? Fira tu paling suka kalo kakak ngelus-elus kepala Fira. Fira tu ngerasa kalo Fira merupakan wanita yang paling beruntung memilik kakak yang paling perhatian sedunia.”

Tanpa ia sadari air mata lolos begitu saja kala ia mengingat perkataan dari Syafira. Ketika ia tengah sibuk dengan kenangan yang hadir, disaat itu juga Kak Perwira merasakan gerakan dari tangan Syafira.

“Fira”

“Kak” suara parau dari Syafira menandakan ia sudah sadar.

Tanpa membuang waktu, Kak Perwira pun berlari keluar ruangan untuk memanggil dokter yang merawat Syafira. Dokter yang datang pun langsung memeriksa Syafira. Setelah selesai memeriksa, dokter itu pun keluar tanpa mengatakan apa pun.

“Kak, Abi sama Umi di mana? Dan kenapa Fira bisa ada di sini?”

“Abi sama Umi keluar bentar cari makan, tapi tadi kakak udah telpon kok dan mungkin bentar lagi mereka sampai.” Begitu Kak Perwira selesai berbicara pintu ruagan pun terbuka dan menampilkan sosok Umi dan Abi.

“Fira, Ya Allah nak kamu kenapa sih kok bisa sampai pingsang gitu?” pertanyaan dari Umi seakan kembali memutar ingat Syafira.

Dan tentunya ia ingat betul ketika ia kesakitan setelah pulang dari sekolahnya.

Syafira hanya menggeleng “Syafira enggak kenapa-napa Umi.”

Syafira memang selalu tidak ingin membuat hati orang yang ia sayangi khawatir karenanya dan itulah yang ia lakukan saat ini. Mencoba tetap tegar namun pada akhirnya semua orang akan tau tentang kondisinya saat ini.

Seorang perawat datang dan memanggil keluarga Abi dan Umi. Namun karena panasaran dengan kondisi ang adik, Kak Perwira pun memutuskan untuk ikut mendengarkan penyataan dari dokter.


******
Gimana nih lanjutan partnya???
Semoga bisa menghibur dan feel nya juga dapat yah

Jangan lupa untuk meninggalkan jejak karna sudah membaca part ini
Dan jangan sungkan untuk memberi saran ataupun kritik

Salam hangat dari
Author

Update, 18 Oktober 2018
Pukul 05.50

Sahabat Dan Cinta [END] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang