Semilir angin pagi menerpa kulit sosok gadis yang sedang berdiri didepan pagar rumahnya. Pagi ini cuaca sedang tidak mendukung, langit seakan sedang murung, membuat sebagian sisi bumi menjadi gelap mendung.
Hana mengusap-usapkan lengannya ketika merasa dingin menyelimutinya. "Mami, ayooo, Hana mau telat." Jeritnya agar sang ibu lekas keluar dan mengantarkannya sekolah.
"Iya iya," tak lama muncul wanita berbusana rapih dari dalam. "Yuk," katanya seraya merogoh tas untuk mengambil kunci mobil.
"Mami keluarin mobil dulu aja, Hana ambil jaket." Hana segera beranjak dari tempatnya semula.
"Kenapa nggak dari tadi," heran mami Hana, karena putrinya tadi yang menyurhnya cepat-cepat, eh sekarang yang ngaret dia juga.
"Hehe," Hana memberikan cengiran khas-nya, yang seakan mampu melelehkan amarah siapapun. "Dingin, Mi."
Buru-buru Hana masuk kedalam, lari keatas dimana kamarnya terletak. Saking cepatnya, Hana sampai jatuh dianak tangga terakhir ketika dirinya telah mengambil jaket.
"Aduh," Hana mengaduh, merasakan sakit dilututnya. Tak mau lama-lama, ia langsung bangkit dan bergegas keluar walau dengan memar dilututnya.
Begitu sampai didepan, mobilnya telah siap -sudah tidak dalam garasi lagi. Sebelum duduk disamping sang mami, Hana melepaskan tasnya. Ia duduk dengan tas diatas pangkuannya.
Agar luka dilutut Hana tadi, tidak diketahui.
"Mami, cepetan, ya." Ujar Hana sebelum mobil itu melaju, dan hanya dijawab deheman oleh sang lawan bicara.
Hari ini Sigitto tak menjemputnya. Entah mengapa Hana belum tau alasannya. Bukannya meminta untuk dijemput, hanya saja aneh ketika Sigitto tiba-tiba hilang setelah mereka pergi jalan-jalan semalam.
"Hana nggak nanyain Sigit gitu?" Celetuk mami Hana, ditengah-tengah keheningan.
"Gimana?" Hana melengos pada sang mami kilas. "Sigit-nya aja nggak ada disini."
"Kan bisa chat atau telfon, baby," Casilda atau singkatnya Ilda, ia mencubit gemas pipi putrinya yang polos itu tanpa mengalihkan pandangan dari jalan.
"Aw, Mami," Hana menyingkirkan tangan Ilda. "Iya, ya?" Tangan Hana bergerak merogoh ranselnya. Setelah menemukan benda persegi panjang, segera ia aktifkan benda itu.
Bukan Sigitto yang hilang tiada kabar, Hana saja yang tidak menjamah alat komikasi bernama handphone itu.
Dan benar saja, ketika ponsel Hana sudah aktif, beberapa pesan langsung berbondong-bondong masuk.
Yang pertama kali Hana buka adalah pesan dari orang yang sempat ia sangka menghilang tadi.
Sigitto Aldebara :
Gue udah nyampe, HanSigitto Aldebara :
HanSigitto Aldebara :
Hana?Sigitto Aldebara :
Bunda sakit lagi, gue nggak berangkat besokSigitto Aldebara :
Gue harus jagain bundaSigitto Aldebara :
Maaf, hari ini gue ngga bisa nemenin lo"MI!" Jerit Hana, yang membuat Ilda terkejut.
"Hana, ucap pelan-pelan, dong. Mimi kan kaget," nasihat Ilda.
"Maaf, Mi," ujar Hana. "Bunda-nya Sigit sakit, dia nggak berangkat hari ini."
"Lho, sakit apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Garahana
Подростковая литература"Apa? Ngomong yang jelas! Perlu diajarin kayak anak TK?!" "Gue suka lo!" g α r α h α n α Abban ⓒ 2018