"Iya, Ga, udahlah nggak usah maen bully-an lagi. Dosa lu kebanyakan, anjir."
- Defarga----
"Siang, Bu."
Selepas kepergian sang guru, Hana menghela nafas panjang lalu menidurkan kepalanya dimeja. Otaknya perlu beristirahat selepas pelajaran fisika tadi.
"Ze, gue pengen tidur." Celetuk Hana agar Zea tak membangunkannya saat dia telah terlelap nanti.
"Hm," sambil meneruskan tulisannya, Zea menyahut dengan berdehem dan mengangguk.
Lima menit kemudian, Zea melirik Hana, Wajah gadis itu begitu tenang. Zea yakin temannya ini sudah sampai dialam mimpi.
"Guys, cek grup angkatan. Sekarang!"
Tiba-tiba, salah satu anak kelas disana menyeru keras. Penasaran dengan apa yang dimaksudkan, mereka semua langsung mengecek ponsel mereka. Termasuk Zea dan kecuali Hana.
Usai membaca baik-baik informasi, mereka langsung cengo dan tiba-tiba sulit untuk berkata.
Bahkan Zea, ia sekarang berada dalam dilema yang sangat besar. Kali ini kesetiaannya akan diuji. Zea harus memilih bertahan atau egois sebagai teman.
Apapun ancamannya, Hana adalah temen gue!
-◆◆-
"Hoaaaammm..." Hana menutup mulutnya, lalu sedikit meregangkan otot-otot. Ia melihat arloji mungil dipergelangan tangan yang sama mungilnya juga.
Sudah sekitar tiga puluh menit Hana tidur.
"Ze," Hana memanggil temannya yang masih mencoret-coret buku. "Guru belom masuk?"
Zea menggeleng pelan, "pak Citho nggak dateng hari ini, lagi keluar kota katanya. Ada tugas aja."
Hana mengangguk-angguk paham. Pas banget dirinya belum mengisi perut hari ini. "Makan, yuk, Ze?"
Tiba-tiba, tubuh Zea rasanya membeku. Ia takut terjadi apa-apa dengan sahabatnya itu. "eng.. enggak ah, Han."
"Lagi males, ya?" Tebak Hana. "Oke deh, gue pergi sendiri aja. Lo mau nitip apa?"
Aduh! Zea menepuk jidatnya pelan. Bukanya Zea malas, tapi emang sengaja nolak biar Hana nggak keluar dari kelas ini.
"Em.. biar gue aja yang kekantin, Han." Zea bangkit, lalu bertanya, "mau di beliin apa?"
"Enggak, ah, orang gue yang ma--"
"Udah nggak papa," serobot Zea. "Lo ngerjain tugasnya aja, gue udah mau selesai tuh." Alibinya, tidak buruk.
"Oke, deh." Hana akhirnya terbujuk. "Gue nitip yang kayak biasa aja, ya."
Zea mengacungkan jembol, lalu segera keluar membelikan apa yang Hana butuhkan.
Selepas kepergian Zea, Hana mengambil bukunya, lalu ia mulai mengerjakan tugas itu. Ketika pulpen yang dipegangnya hendak menyoretkan sesuatu diatas buku, pergerakan Hana tiba-tiba berhenti.
Ia merasa aneh.
Pandangan Hana langsung menuju pada penjuru ruangan ini. Rasanya tadi semua pasang mata menuju kearahnya. Kelas pun tak biasanya sehening ini. Apalagi disaat jamkos.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garahana
أدب المراهقين"Apa? Ngomong yang jelas! Perlu diajarin kayak anak TK?!" "Gue suka lo!" g α r α h α n α Abban ⓒ 2018