29▶ positive act

1.3K 67 6
                                    

"Banyak yang bisa kita lakuin, yang lebih positif ketimbang muasin nafsu dendam doang!"
- Panji

---

Dua hari lamanya Gara tak membuka mata semenjak insiden tersebut. Tidak ada tanda-tanda perubahan pembaikan dari lelaki itu, malah alat bantu yang menempel pada tubuhnya bertambah.

Dengan setia, para keluarga menemani lelaki yang sama sekali tak bergerak itu. Mereka semua merasak sedih, tak ada yang tak menangis melihat kondisi sang Singa Skyline berbaring tak berdaya.

Kujungan pun tak ada hentinya setiap hari, meski mereka tahu hanya bisa mengintip dari jendela kecil dipintu ruangan Gara.

Sepasang sneakers putih berjalan menghampiri ruanga inap Gara. Dia berjinjit, memperhatikan Gara yang terlihat memejamkan mata dengan segala alat bantu itu. Cukup lama ia seperti itu, sampai seseorang dari dalam sana memergokinya tengah mengintip.

Hana segera menjauh dari pintu. Ia merasa telah menganggu waktu antara Gara dan sang mama.

Tak lama kemudian, pintu itu terbuka, menampilkan Gilen dengan wajah lusuhnya. "Hana," sapanya.

Hana tersenyum.

"Kenapa nggak masuk aja?"

"Enggak mau ganggu Tante."

"Kok ganggu sih, masuk ayo." Ujar Gilen.

Hana tersenyum, "makasih, Tan."

"Kebetulan, kamu mau bantu Tante?" Tanya Gilen.

"Mau."

"Tolong temenin Gara sebentar, ya? Tante punya urusan di kantor. Bibi udah jalan kesini kok."

Hana mengangguk. "Bisa, Tante." Kemudian ia menjeda, meneleti wajah Gilen sesaat. "Tante harus istirahat, lho. Kasian matanya mirip panda."

Gilen terkekeh kecil. "Iya. Makasih, ya, Hana. Tante pergi sekarang."

"Hati-hati di jalan, istirahat yang cukup, juga, Tan."

Sepeninggal Gilen, Hana beranjak masuk, tentunya setelah memakai peralatan yang diwajibkan untuk memasuki ruangan tersebut.

Hana membenarkan maskernya, seraya berjalan menghampiri Gara. Ini adalah pertama kalinya ia memasuki ruangan Gara.

Hana mengambil tempat dimana Gilen duduk tadi. Matanya mulai memanas kala memperhatikan Gara, ditambah suara khas dari electromagnetic yang memenuhi pendengarannya. Tangan Hana bergerak, mengelus rambut Gara dengan penuh kasih sayang. "Gara yang kuat, ya...," lirih Hana, dibarengi dengan meluncurnya air mata.

"Banyak orang disini yang nungguin lo bangun." ucap Hana lagi.

"Mereka pada nangis ngeliat lo begini. Gue juga sama." Hana mengusap jejak air matanya. "Gue jadi kangen sama lo... ."

"Udah dua hari lo tidur. Emang nggak bosen, ya?" Hana berbicara layaknya Gara sedang mendengarkan.

"Lo nggak kangen main sama temen-temen?"

"Atau lo marah karena gue bilang nggak mau temenan sama lo?"

"Iya gue yang salah kalo gitu. Waktu itu kata Arka, gue harus jauhin lo, dia nggak mau gue jadi kayak Pinka, jadi gue nurut aja. Maaf gue nggak percaya sama lo. Lo bener, Arka itu jahat banget."

"Sekarang gue nyesel."

"Nyesel banget. Lo bahkan mau bantuin gue dari Arka. Sampe lo berantem dan berakhir kayak gin-"

GarahanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang