"Jangan gitu, kali aja kan itu emang penting, cuma lo-nya aja yang nggak tau buat-apanya. Jangan nethink dulu."
- Aleyzea----
Bel istirahat kedua berbunyi, dan para murid mulai berhamburan keluar, tetapi tidak terlalu banyak. Mungkin hanya sekitar 20% dari populasi anak-anak Skyline.
Karena Jika dijam istirahat pertama, SMA Skyline hanya memberi waktu istirahat dua puluh menit saja. Tapi pada yang kedua, mereka memberi waktu lebih banyak, dari mulai 11:50 sampai 13:00. Maka dari itu tak banyak anak Skyline yang berbondong-bondong ke kantin. Mereka santai karena memiliki banyak waktu.
SMA Skyline sengaja menetapkan kebijakan itu, dikarenakan umat beragama Islam wajib menunaikan ibadah. Terutama untuk hari ini, kaum Adam harus melaksanakan Shalat Jum'at.
Mereka bersyukur atas Indonesia yang memiliki banyak Agama. Mereka jadi kecipratan enaknya.
Tapi berbeda dengan mereka yang bersantai, Hana dan Zea tetap cus ke kantin sebagaimana semestinya -ketika bel berbunyi. Karena perut mereka tak bisa berdamai, ketika bel sudah melambai.
Hampir setengah jam untuk Zea dan Hana menghabiskan makan siang mereka -tentunya plus ngoceh.
Lalu selesai dengan makan siang, mereka segera pergi. Namun mereka harus berpisah arah, Zea balik ke kelas, sedangkan Hana memiliki urusan di ruang musik.
Ya, ruang musik. Kemarin Gara berjanji akan mengajarkan bermain gitar hari ini. Mumpung waktu istirahat masih ada setengah jam lagi, dan Hana serta Gara tidak memiliki kewajiban beribadah seperti sebagian teman-temannya yang beragama Islam.
Mengingat ruangan itu yang berada diujung dan kaki Hana yang kecil, jadi ia cukup memakan waktu menuju kesitu.
Sampai didepan pintu, bukannya masuk, Hana malah berdiam sejenak. Ia agak trauma pernah terkunci diruangan kedap suara itu, lampu mati pula. Untungnya saat itu ia tidak sendirian.
Tidak mau masuk, Hana pun lekas mengambil handphone. Ia mengetikan pesan pada Gara.
Grahana :
Gara, lo dimana? Gue udah sampe nih, cepetan kesiniSatu menit kemudian dan Gara belum membalas, Hana jadi gelisah sendiri. Padahal dia belum tahu Gara sudah ada di dalam atau tidak.
Intinya Hana ingin meyakinkan keberadaan Gara saja, makanya ia memberi pesan. Jadi jika ia nanti masuk, setidaknya tidak sendirian.
Tapi tak kunjung ada balasan dari Gara.
Grahana :
Gara ih!Hana mengunci ponsel dan mengantongi lagi. Ia melipat tangan di depan dada sambil menatap sebal pintu itu.
Lima menit pun berlalu, Hana semakin jengah karena tidak ada balasan dari Gara.
"Ini kok nggak di bales-bales sih," gumam Hana. "Nanti kan keburu masuk. Janjinya sekarang, eh tapi nggak jelas. Gimana sih Gara tuh?! Nyebelin, nyebelin, nyeb--"
"Ngoceh aja terus."
Sontak Hana langsung menoleh kearah suara yang menghentikan celotehannya itu. "Gara! Lama banget. Daritadi gue berdiri disini nungguin lo. Capek, tau." Hana ngoceh lagi.
"Kenapa nggak nunggu didalem, oon!" Sahut Gara, seraya membuka pintu dan masuk yang kemudian diikuti oleh Hana.
"Nggak mau, takut kekunci lagi." Jawab Hana begitu mereka sudah masuk.
Gara berhenti melangkah, ia berbalik agar bisa berhadapan dengan gadis itu. "Sekarang emang nggak takut?"
"Takut," ujar Hana. "Tapi mending sama lo. Daripada kekunci sendirian, kan, serem banget. Makanya nunggu diluar deh, nggak mau masuk."
KAMU SEDANG MEMBACA
Garahana
Teen Fiction"Apa? Ngomong yang jelas! Perlu diajarin kayak anak TK?!" "Gue suka lo!" g α r α h α n α Abban ⓒ 2018