"Pake, tutupin tubuh lo."
- Sagara----
Sedaritadi, Hana gelisah didalam angkot. Bagaimana tidak, ini bukan jalan kerumahnya, dan sang supir hanya berkata 'ini jalan pintasnya, Neng'.
Sudah empat kali Hana bertanya, dan jawabannya tetap sama.
Dan kini, Hana makin gelisah kala sang supir mengendarai angkot ke kawasan yang gelap dan sangat sepi. Hana bahkan tidak tau ini dimana.
Hari sudah agak gelap, dan disini hanya ada satu dua penerangan saja. Benar-benar tempat yang menyeramkan.
Tiba-tiba, angkot yang Hana tumpangi berhenti ditengah-tengah keremang-remangan cahaya. Hana makin panik.
"Bang, bensinnya abis?" Tanya Hana.
Bukannya menjawab, lelaki yang masih terbilang remaja itu malah meloncat dari kursinya, dan menghampiri Hana yang duduk diujung belakang angkot.
Sontak mata Hana melebar kaget. "Bang k..kok kesini?"
Hana terus berusaha memundurkan badannya, walau hasilnya nihil karena dirinya terjebak. Supir itu semakin mendekati Hana, membuat sang gadis gemetaran.
"Serahin semua duit lo!"
Itu adalah suara si supir yang memalak Hana dengan menyentak.
"A.. gu.. gue, nggak em.." Hana jadi gagap dan bingung mau ngomong apa.
"Cepetan!" Setak si supir lagi.
"Tapi..--"
"GUE NGGAK BUTUH TAPI, GUE BUTUH DUIT!"
Mata Hana sontak terpejam ketika diteriaki seperti itu. Jantungnya serasa mau lari, matanya memanas ingin menangis.
"CEPET!"
Hana yang terkejut lagi, langsung mengambil ranselnya dan mengeluarkan beberapa lembar uang yang memang hanya itu yang tersisa. Kemudian diberikan pada si supir--
Ralat, si rampok.
"CUMA SEGINI?!" Apakah si rampok ini tidak bisa bicara jika tidak teriak? Hana kan bisa jantungan kalo begini terus.
"Cu..cuma segitu," cicit Hana.
"BOHONG LO!" Sambar si rampok. "Lo tinggal diperumahan elit, masa duit cuma segini!!!"
"Emang segitu." Air mata Hana sudah tak terbendung lagi. Dalam hati, ia mengepalkan sederet doa pada Tuhan. Bahkan terlintas dipikiran Hana, ia pasrah jika hari ini ia akan meninggal.
Ditempat yang sesepi ini dengan sang preman, apa yang bisa diharapkan? Jadi Hana hanya bisa pasrah saja jika kehidupannya berakhir disini.
"Oke, karena lo nggak bisa ngasih gue duit bayak," rampok itu memberi jeda, lalu tersenyum mengerikan. "Gantinya, gue mau lo."
Deg!
Jantung Hana semakin berdetak kencang, pikirannya jadi tak karuan, air matanya semakin deras. Ia mencoba untuk menyingkirkan lelaki itu dari hadapannya, namun tak berhasil.
"Diem lo! Atau mau gue kasarin?!" Ancamnya seraya memegang kedua tangan Hana.
Hana terus meronta, menangis, dan menjerit minta tolong.
Jika disuruh memilih, Hana akan lebih memilih mati daripada keperawanannya harus direnggut oleh sibajingan tak dikenal itu.
Si perampok semakin dekat dengan wajah Hana, yang refleks Hana langsung memalingkan wajah kesamping. Tapi perampok itu masih punya satu tangan yang bebas. Ia menggunakannya untuk mencekam kuat dagu Hana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garahana
Novela Juvenil"Apa? Ngomong yang jelas! Perlu diajarin kayak anak TK?!" "Gue suka lo!" g α r α h α n α Abban ⓒ 2018