16▶ kesepakatan

1.6K 88 5
                                    

"Gue takut lo marah. Marah karena gue minta bantuan, lo kan jahat."
- Grahana

----

"Lo sebenernya suka sama Olin nggak?"

"Apaan ngomongin kesitu?" Sahut Gara, malas. Rasanya ia muak dengan masalah cinta-cinta tak berguna seperti itu.

"Lo jadi cowok yang jelas dong, Bro!" Vando melempari Gara dengan bantal sofa. Untung sebelum menimpuk muka, Gara berhasil menangkapnya duluan.

Bukannya membalas menimpuk, Gara yang sedang tiduran disofa Panjang malah mendekapnya.

"Gue tau kalian emang udah deket dari orok. Tapi lo tetep harus tegasin kalo emang lo anggep dia cuma temen." Saran Vando, serius. "Gue yakin dia nggak nganggep lo cuma temen."

"Bener, setuju tuh gue." Sahut Farga. "Gopek buat Dodo! Bisa pinter juga lo."

"Daridulu! Baru bangun lo?" Balas Vando.

"Kayaknya iya," ucap Gara menanggapi saran Vando, sambil menatap lagit-lagit. Tatapannya kosong, seakan ia sedang terjun ke memori-memorinya bersama Olin.

Gara bahkan belum pernah kepikiran jika Olin bisa saja menganggapnya lebih dari teman. Selama ini dirinya santai-santai saja.

"Jadi lo sebenernya ada perasaan nggak sama si ratu Skyline?" Tanya Farga.

"Perasaan yang kayak gimana dulu?" Gara menaikkan satu alisnya, bingung dengan pertanyaan ambigu Farga.

Untung didekat Farga tak ada bantal kecuali yang sedang menjadi sandarannya saat ini. Jika ada, ia juga akan menimpuk Gara karena gemas, seperti Vando. "Sok polos banget lu, onta!"

"Lagian lo ambigu, kuda!"

"Ya perasaan cinta atau suka gitulah. Kecil banget IQ-lo, Tai." Gemas Farga.

Sebelum menjawab, Gara mengubah posisinya menjadi duduk. "Kaga. Kalo buat suka gitu nggak ada lah." Ujarnya yang kemudian meminum susu kotak yang berada di meja bundar, ditengah-tengah mereka berempat.

"Nah, tuh, lo kasih tau Olin, biar dia nggak salah ngira." Saran Vando lagi. "Apapun resikonya nanti, yang penting lo harus kasih ke-jelasan dulu. Jangan nanti-nanti, secepetnya kalo bisa. Jangan nge-gantung cewek kelamaan."

"Lo abis makan Al-kitab, ya, Do?" Celetuk Farga, membuat raut wajah Vando yang puitis menjadi datar seketika.

"Iya, kenapa? Abis ini lo mau gue makan juga?"

"No! Harusnya gue ini di lestarikan, secara gue kan one and the only in the world, in the earth, in the--"

"Bacot!" Vando melempari Farga bantal. Entah kenapa Vando memiliki banyak bantal.

"Dodo kampret," cibir Farga.

Gara bercedak heran. Mereka berdua selalu berantem, ngeributin yang nggak jelas dan nggak guna, ribut mulu sukanya. Tapi kalo LDR-an pada nyariin, dasar.

"Eh, tunggu!" Seru Farga ketika ingat sesuatu.

"Tunggu apanya sih lo? Kita nggak mau kemana-mana, bego." Vando, menyahut.

"Gue kan belum selesai ngomong, tai." Balas Farga, dengan tatapan sinis.

"Apa?" Gara kepo.

"Apa jangan-jangan ... lo nggak suka sama Olin, karena lo sukanya sama mangsa lo, ya." Ujar Farga, membuat Gara yang sedang minum hampir tersedak. "Ah! Benci jadi cinta nih bau-baunya," goda Farga.

GarahanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang