13▶ gara-gara Gara

1.6K 89 4
                                    

"Daripada ngumpanin bocah gue, mending gue abisin lo sama sampah-sampah lo sekarang."
- Sagara

----

Tepat pukul enam lewat tiga puluh menit, Gara tiba dihalaman depan sebuah rumah besar bercat kalem. Ia tak memarkirkan mobil didalam garasi, karena tak yakin dirinya tak akan pergi lagi.

Setelah keluar mobil, Gara sedikit membasahi bibir bawahnya lalu mengacak-acak rambut. Kemudian menutup pintu, dan segera beranjak dari sana.

Gara melempar jaketnya pada sofa dengan asal saja ketika sudah masuk. Kakinya melangkah masuk lebih dalam lagi ke rumah yang bisa dikatakan mirip labirin dan bikin pusing.

Hampir satu menit untuk Gara tiba dihalaman belakang rumah itu. Matanya mengelilingi taman yang sungguh hijau dan menenangkan. Tiba-tiba, senyuman terukir sempurnah diwajah Gara saat dirinya menangkap perempuan paling berharga setelah ibunya dan Olin.

"Ara," panggil Gara menghampiri gadis cilik yang sedang duduk diayunan sambil disuapin mbak Kani.

"Den Gara," yang sebelumnya jongkok, Kani bangkit dan agak menundukan kepala ketika Gara berada didekatnya -sebagai tanda hormat.

Gara meminta wadah ditangan Kani. Setelah diberikan, Kani pamit ketika Gara memerintah agar dirinya pergi saja.

"Ara kenapa diluar, hm?" Telunjuk Gara menoel gemas hidung Veara. Lalu ia berjongkok dihadapan gadis itu. "Kalo masuk angin, Ara nanti gendut terus terbang kayak balon. Mau?"

Bukannya takut dan merengek meminta masuk, Veara malah kegirangan lalu menatap bintang-bintang diatas sana. "Ara pengen terbang!" Serunya. Kemudian menatap Gara, "kak Aga ayo terbang!"

Lantas Gara terkekeh sendiri dengan ocehan gadis kecil itu. "Tapi makan dulu, ya," katanya seraya mendekatkan sendok mungil kepada Veara.

Kepala Veara menggeleng-geleng lucu, lalu tangannya menunjuk ribuan bintantang diatas sana. "Ara mau itu."

"Makan dulu, nanti kak Aga ambilin," kata Gara sambil menyodorkan sendok makanan lagi.

Veara tentu langsung melahapnya, karena di iming-iming mendapat bintang berkilau oleh Gara tadi.

"Pinter," tangan Gara mencubit pelan pipi kiri Veara, ia begitu kegemasan.

Jika kebanyakan anak kecil masih cadel, Veara tidak. Gara, Arfan, dan semua seisi orang rumah itu, mengajari Veara bagaimana berkata yang benar. Karena tanpa berucap cadel pun, Veara sudah sangat menggemaskan.

Ketika mereka sedang asyik sampai tertawa bersama, seseorang dibelakang Gara -dari arah dalam rumah-, menyerukan namanya sambil berlari kecil.

Gara yang posisinya berjongkok dan membelakangi orang itu, lantas menoleh dengan wajah datar.

"Bang," kini orang itu berada disamping Gara, didepan Veara.

"Apa!" Sahut Gara tak selow.

Dan kalian pasti tau siapa orang itu. Arfan.

"Kak Afa," panggilan dari Veara membuat Arfan mengalihkan pandangan dari Gara.

"Eh Ara," Arfan agak membungkuk ketika berbicara dengan Veara. "Ara lagi makan sama kak Aga, ya?"

Kepala Veara diangguk-anggukan, kemudian ia mendongak seraya tangan kecilnya menunjuk langit. "Kak Aga mau ambil itu."

"Iya?" Arfan berekspresi sumringah. "Kak Afa mau juga dong!"

"Ngapain sih lo kesini," itu adalah suara ketus dari Gara yang tak suka keberadaan lelaki disampingnya. "Ganggu lo."

Arfan kembali menatap Gara, kemudian menepok jidatnya. "Oiya, sampe lupa," katanya. Kemduian ia membuka handphone yang sedaritadi ditangannya, lalu mengutak-atik sambil berucap "bentar" pada Gara.

GarahanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang