"Nanti malah ribut, gue nambah dosa. Mending nggak usah ketemu sekalian."
- Sagara----
"Mami, Hana ijin main ke temen. Boleh, ya?" Pinta Hana yang sudah mengusel pada Ilda.
Ilda tersenyum kecil. Ia tak terlalu mengurung pergaulan Hana karena bersosialisasi menurutnya sangat penting. "Iya, jangan kelamaan aja."
"Makasih, ya, Mi."
"Mau berangkat kapan?"
Hana melirik jam mungil di pergelangannya. "Sekarang deh." Ia pun bangkit, "Hana pamit, Mi. Dadah."
"Be carefull, Baby." Ujar Ilda.
Sesampainya di pintu depan, Hana mendapatkan pesan dari Gara yang mengatakan lelaki itu sudah didepan rumah. Hana pun mempercepat langkah.
Hana bisa melihat Gara yang sedang mengetuk-ngetukan jari di stir mobil. "Sore, Gara."
Gara melirik orang yang barusan menyapanya. "Cantik amet lo."
Hana menyengir. "Iyalah, kalo ganteng kan cowok." Balas Hana sambil membuka pintu mobil dan masuk.
Mobil putih itu pun langsung pergi meninggalkan rumah Hana. "Han," Gara memanggil.
"Iya?"
"Gue disuruh ke rumah Ayah." Gara curhat.
"Yaudah, ayo kesana. Gue pengen ketemu Ara juga!" Hana begitu antusias.
"Males, ada Mama-nya Arfan." Rasanya Gara tak mau untuk sekadar mengucapkan nama 'Divara'.
"Lo gak boleh benci sama Tante Diva, Gara." Hana menasehati dengan lembut. "Lagian dia baik, kok lo bisa nggak suka sama dia?"
Gara melirik Hana kilas, lalu menghela nafas. "Dulu Mama nangis tiap hari gara-gara Jalang itu. Gue nggak bakalan lupa."
"Gara! Apaan sih manggilnya jalang, itu kasar banget." Hana berujar. "Nggak boleh!"
"Ya," balas Gara malas.
"Tapi sekarang Tante Gilen udah nerima semuanya juga. Tante Diva juga ngerasa bersalah. Dan sekarang kan mereka temanan. Giamana kalo yang dulu maafin aja?" Hana memberi senyuman. Ia sebenarnya takut sendiri membahas masalah ini. Namun jika tidak segera diluruskan, Gara akan selamanya membenci Divara.
Gara menghela nafas, "udahlah, nanti bahas itu, males."
Hana mengangguk-angguk. Memang bukan sekarang waktu tepat membahas itu, sebab mereka sedang dalam perjalanan. Jika Gara tersulut emosi karena masalah itu, akan membahayakan diri sendiri dan pengguna jalan lainnya.
"Jadi kita mau ke rumah dulu? Mau ada apa emangnya?" Tanya Hana.
Gara mengedikkan bahu. "Gak tau. Gue cuma mau ambil gitar aja."
****
Sampai di pintu besar bercat putih, Gara menekan bel beberapa kali. Tak lama, pintu itu terbuka, menampilkan sosok lelaki dengan wajah lesu yang masih mengenakan seragam sekolah.
"Eh, Bang Gara. Ditungguin sama Ayah." Ujar Arfan, wajahnya yang terlihat lelah berubah karena melihat kedatangan sang kakak. Kemudian ia melirik Hana. "Hai, Kak Hana."
Hana memberi senyuman lebar dan membalas sapaan Arfan.
"Minggir, gue mau masuk." Kata Gara, dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garahana
Teen Fiction"Apa? Ngomong yang jelas! Perlu diajarin kayak anak TK?!" "Gue suka lo!" g α r α h α n α Abban ⓒ 2018