"Lo bantu gue, gue bantu lo. Kita impas. Jadi jangan ngira gue baik karena pernah nolong lo."
- Sagara----
"H..hai, Bun," dengan lebar Hana memamerkan senyuman pada Neia, ibu Sigitto.
Sudah beberapa bulan ini Hana tak berkunjung menemui Neia, Hana jadi agak canggung. Apalagi dirinya lupa membawa bingkisan untuk Neia, Hana jadi malu.
Perlahan Hana menggeser pintu kamar ruang inap Neia, lalu berjalan perlahan menghampiri brankar. Sigitto yang tengah duduk disamping brankar, jadi bangkit dan pindah ke sofa.
"Ana," sapa Neia. Dia memang lebih suka memanggil Hana dengan sebutan Ana. "Sini, duduk."
Hana mengangguk tipis, kemudian menuruti perintah Neia. "Maaf, Bun, Ana nggak bawa apa-apa. Ana lupa." Ujar Hana.
Lantas Neia terkekeh. "Ana kesini aja Bunda udah seneng kok."
"Bunda gimana? Udah baikan?"
Neia tersenyum. Lalu kedua wanita itu terus berbincang asyik, seakan sedang melepas rindu satu sama lain.
Banyak hal yang mereka bicarakan. Dari mulai gibahin Sigitto, membicarakan sekolah Hana, bertanya seputar hidup Hana, sampai memperbincangkan kucing -hewan yang paling Hana suka.
Sesekali Sigitto menyahut ketika dua wanita itu menyebut tentang dirinya. Tanpa rasa malu mereka juga tertawa lebar, seperti keluarga akrab.
Sampai Ilda datang, Sigitto dan Hana pergi keluar, membiarkan ibu mereka berbincang secara privasi.
Langkah mereka berdua terhenti ditaman rumah sakit ini, cukup besar namun tidak sebesar rumah sakit dimana Ilda bekerja. Sigitto duduk dibangku panjang berwarna putih, begitupun dengan Hana.
Keduanya diam sejenak. Sigitto sandaran sambil satu tangannya merangkul sandaran dibelakang Hana, ia memejamkan mata, merasakan ademnya semilir angin. Sedangkan Hana diam, menyusun rangkaian kata-kata maaf karena kemarin ia tidak sempat mengunjungi Sigitto disebabkan insiden itu.
Apakah Hana perlu menceritakan semuanya pada Sigitto? Termasuk dirinya yang diantar pulang oleh Gara?
Ah! Tidak perlu. Jika Sigitto menanyakan, baru ia akan memberi tahu. Kewajiban Hana saat ini hanyalah meminta maaf karena ia mengingkari janjinya.
"Sigit," panggil Hana, membuat Sigitto membuka mata dan menatapnya.
"Hm?" Sahut Sigitto dengan alis dinaikan satu.
"Gue.." Hana meremas rok yang ia pakai. "Minta maaf, kemarin gue nggak nepatin janji."
Sigitto tersenyum tipis seraya mengangguk. "Lo baik-baik aja, kan?"
Hana menjawab dengan anggukan.
"Kenapa emang kemarin?" Tanya Sigitto. "Lo digangguin lagi sama Gara?"
"Enggak," ungkap Hana. Memang Gara tidak pernah absen untuk menganggunya, tapi penyebab kemarin Hana tidak dateng adalah bukan karena Gara. "Gue kemarin.. dirampok."
"Hah?!" Sigitto melotot terkejut. "Tapi lo--"
"Gue nggak kenapa-napa, kok." Sela Hana, tau apa yang akan dikatakan Sigitto. "Cuma duit aja yang diambil, terus gue kabur. Hehe."
"Kenapa lo nggak nelpon gue?" Sigitto mendesah pelan. "Gue kan bilang, kalo ada apa-apa langsung hubungin gue! Kalo begini, gue jadi ngerasa nggak ada gunanya buat lo."
"Iya, maaf," Hana jadi merasa tidak enakan. "Hape gue ketinggalan di Zea waktu itu."
Sigitto menghela nafas, ia memalingkan pandangannya sejenak. Tak seharusnya ia memarahi Hana. "Gue minta maaf."
KAMU SEDANG MEMBACA
Garahana
Teen Fiction"Apa? Ngomong yang jelas! Perlu diajarin kayak anak TK?!" "Gue suka lo!" g α r α h α n α Abban ⓒ 2018