Sebelum membaca part ini, harap membaca kembali cerita 'BaRana' dari awal, sebab cerita ini di remake dari 'Livina' menjadi 'BaRana'. Dan buat teman-teman yang udah support cerita 'Livina', maaf udah mengecewakan. Tapi alur cerita 'Livina' terlalu acak, jadi saya menggantinya dengan cerita lain dulu. Sekali lagi maaf ya, karena 'Livina' dihapus dan diganti menjadi 'BaRana'. Lagipula'Livina' pasti bakalan kembali kok dengan alur cerita yang lebih menarik tentunya. So, enjoy this story:)
---
Sejak 15 menit yang lalu, baik mereka berenam tak ada lagi yang mampu buka mulut. Semuanya diam seolah memang tak ada topik yang ingin dibicarakan. Mereka seperti kembali menjadi sosok asing semenjak Bara hilang ingatan dan juga Rana yang pindah ke Paris. Rentetan kejadian yang tak diinginkan membuat mereka saling menjauh satu sama lain. Dan kini, mereka berkumpul tapi tak ada satupun percakapan yang keluar dari mulut mereka.
"kenapa kita ngumpul disini?" tanya Mario mencoba mencairkan suasana.
"iya, kenapa kita ngumpul bareng disini? Apa yang mau dibicarakan? Aku harap kalian jangan bahas masa lalu lagi." sela Sheila sebab setuju dengan pertanyaan Mario. Untuk apa lagi berkumpul bersama tapi tak terasa lengkap sebab tak semuanya hadir. Atau lebih tepatnya....tak ada lagi dua pasangan yang selalu menjadi pelengkap mereka. Kenapa hanya dua orang saja tapi terasa seperti dua ribu orang yang hilang.
Gilang maupun Kesia saling menatap dan tersenyum licik. Sepertinya mereka berdua merencanakan sesuatu.
"guys, aku punya rencana." seru Gilang tiba-tiba.
Vanesaa dan Chris saling menatap satu sama lain. Sepertinya mereka berdua tahu jika rencana ini akan berhubungan dengan Bara dan juga Rana. Tak biasa Gilang yang lebih dominan ke sifat tertutupnya, menjadi orang yang begitu terbuka bila menyangkut antara Bara dan Rana. Atau lebih tepatnya....Gilang pernah menjadi saingan cinta dengan Bara untuk memperebutkan Rana.
"apa ini soal Bara sama Rana?" tanya Vanessa sambil mengaduk Mocha float yang sudah dipesannya beberapa menit yang lalu.
Gilang mengangguk setuju. "akhir-akhir ini...Bara sering datang ke tempat aku. Katanya Bara mencoba buat ngingat Rana lagi."
Baik Mario, Vanessa, Chris, dan Sheila tersentak kaget dengan pernyataan Gilang.
"bukan hanya Gilang aja, dia juga minta tolong ke aku buat cari tahu segala hal yanv berkaitan dengan Rana. Tapi yah, agak susah juga buat ingatan orang kembali seperti dulu. Makanya aku sama Gilang ingin kalian juga bantu Bara ngingat masa lalunya lagi." Sela Kesia mencoba meyakinkan mereka tentang yang diucapkan Gilang memang benar adanya.
Vanessa menggeleng lemah. "aku gak bisa."
"aku juga." sela Mario mengangguk setuju dengan ucapan Vanessa.
"tapi kenapa? Apa kalian gak mau lihat mereka bahagia?" tanya Kesia tak setuju. Walau bagaimana pun...harusnya mereka membantu sahabat mereka kan?
"aku bukannya gak mau nolong sahabat aku. Hanya saja, yang namanya cinta itu butuh perjuangan Sia. Aku gak mau mengganggu jalan cinta mereka. Entah jalan mereka saling terhubung atau tidak, aku gak mau ngengganggu. Kalau segitu inginnya Bara ngingat Rana lagi, berarti Bara harus berusaha sekuat tenaga untuk perjuangin apa yang harus diperjuangkan. Dan lagi, aku juga punya masalah yang harus aku selesaikan. Jadi maaf, aku gak bisa bantu kalian." kali ini, Vanessa tak berbohong. Bukannya Vanessa tak mau menolong sahabatnya, hanya saja Vanessa tak mau terlalu berurusan dengan Bara lagi. Karena berurusan dengan Bara, hanya akan membuatnya kehilangan orang terpenting baginya. Walaupun bukan Bara orangnya, tapi keluarga Bara yang membuat orang-orang di dekat Vanessa hilang tanpa sebab. Seperti Rana yang pergi ke Paris tanpa pernah meninggalkan kabar.
"aku juga gak bisa." sela Chris dengan cepat. "aku gak mau berurusan dengan Bara. Atau lebih tepatnya keluarga Bara." saat mendengar ucapan Chris, saat itu Vanessa sadar bahwa keadaanya juga sama dengan Chris. "keluarga Bara sangat berbahaya. Makanya sejak awal kita bertemu Bara, kalian sendiri tahu kan kalau Bara sengaja menjauh dari kita? Bara hanya gak mau terjadi sesuatu pada kita. Karena keluarga Bara, adalah sekumpulan orang berbahaya yang memperalat orang lain menggunakan uang. Sama seperti kakak Bara yang menghancurkan Kafe yang dibangun papa aku sejak aku masih kecil. Kalian tahu bagaimana caranya ngehancurin tempat itu? Dengan membayar beberapa orang yang bekerja di Kafe untuk membakar Kafe seperti tak sengaja terbakar. Dan yang lebih parahnya lagi, polisi ikut tutup mulut dengan kejadian itu. Semenjak kejadian itu, aku gak mau lagi berurusan dengan Bara. Jika Bara ngotot buat ngingat Rana lagi, biar itu jadi urusannya sendiri. Aku gak mau lagi ikut campur." lanjut Chris.
"tunggu." sela Sheila setelah mendengar cerita Chris. " aku pikir cuma aku yang ngalamin, kalian juga?" tanyanya sambil menatap satu persatu sahabatnya.
"emang kamu diapain Shei?" tanya Gilang penasaran.
"kalian masih ingat om Darwin? Kakak papa aku?" semua mengangguk mengiyakan. " dia menghilang tiba-tiba sewaktu istrinya melahirkan anak ketiganya. Dan yang mengherankan, pihak keluarga istrinya hanya diam aja sewaktu insiden itu terjadi. Awalnya semua orang ngira kalau ada konflik antara om Darwin sama orang tua istrinya. Ternyata papa dari istrinya itu sengaja mgebiarin orang suruhan kakak Bara buat ngeculik om Darwin."
"SERIUSAN? KAMU GAK BOHONG?" tukas Mario tak percaya. Orang sebaik Darwin kenapa harus mengalami hal itu?
"setelah di tanya papa aku, ternyata kakak Bara ngebayar papa dari istrinya om Darwin supaya mereka ada uang untuk operasi anaknya itu. Awalnya semua orang gak tahu kalau itu ulah kakak Bara, tapi ternyata kakak Bara yang bilang ke semua keluarga supaya kami jangan mengganggu kehidupan Bara. Katanya dia hanya mau Bara berteman dengan orang yang tepat." lanjut Sheila.
Braaak!
Semua mata tertuju pada Mario. Baik itu pelanggan yang lain maupun karyawan kafe, semua mata hanya terfokus pada Mario.
"brengsek! Kalo sampe gue ketemu tu orang, sedikitpun gak akan gue lepasin! Apa dia pikir uang itu segalanya? Dia pikir dia bisa ngebeli kehidupan orang hanya dengan uang? Kenapa keluarga om Darwin gak ambil tindakan ke kantor polisi aja?" sergah Mario setelah mendengar masalah yang terjadi pada Darwin.
"gak bisa, Rio. Walau bagaimanapun papa istrinya itu juga ambil uang suap itu. Jadi yah, karena gak mau papanya ketangkep, istrinya diam aja dan gak musingin hal itu." sela Sheila.
"damn it! Kenapa istrinya gak peduli sama suaminya sih?"
"tenang aja, Rio. Om Darwin juga udah pulang kok. Walaupun sekarang dia sama istrinya udah cerai gara-gara kejadian itu." lanjut Sheila. Sedih juga sih harus mendengar apa yang di alami pamannya sendiri. Dan lagi yang lebih parahnya, kakak dari sahabatnya sendiri yang ngelakuin hal itu.
Mario tersenyum sinis. "siapa nama kakak Bara?"
"Garendra Ethansyah Ravega Angkara."
Degh!
Semua orang langsung kaget begitu nama itu disebut. Nama yang tak asing lagi untuk di dengar. Tapi kenapa dia ngelakuin hal itu?
---
"Raanaaaaa." Yoga menarik lengan jaket Rana. "ayo temeniiiiin."
Gila, kalau tahu akan sebawel ini Rana pasti tak akan mengajak Yoga ke Centre Commercial Saint Lazare, Paris. Hanya karena merasa aneh pergi keluar sendiri sebab sudah terbiasa keluar bersama Yoga, akhirnya Rana mengajak lelaki itu juga. Sifat manja akut Yoga nampaknya kembali lagi. Hah, tau gitu tak akan Rana ajak Yoga kesini lagi.
"mau kemana Yoga? Saya harus ke situ tuh." sambil menunjuk toko yang menjual sayur dan buah-buahan.
"bentaran doaaaang....ya?" pinta Yoga dengan mata memelas.
Rana menghela nafas panjang. " tapi kenapa harus ke toko perhiasan Ga? Ngapain coba cowok make yang begituan."
Yoga memanyunkan bibirnya. Ya ampuuun, manja betul dah tu anak. " aku beli bukan buat aku."
"terus?"
"aku mau beli cincin buat ngelamar Rana."
KAMU SEDANG MEMBACA
BaRana
JugendliteraturSetelah bersusah payah menahan perih saat menjelajahi masa lalu, kini Rana mulai belajar beradaptasi dengan lingkungan barunya sebagai penyembuh luka. Mencoba melupakan keisengannya bermain bersama sang Bintang di bebatuan asteroid, mencoba melupaka...