Sebelum membaca part ini, harap membaca kembali cerita 'BaRana' dari awal, sebab cerita ini di remake dari 'Livina' menjadi 'BaRana'. Dan buat teman-teman yang udah support cerita 'Livina', maaf udah mengecewakan. Tapi alur cerita 'Livina' terlalu acak, jadi saya menggantinya dengan cerita lain dulu. Sekali lagi maaf ya, karena 'Livina' dihapus dan diganti menjadi 'BaRana'. Lagipula'Livina' pasti bakalan kembali kok dengan alur cerita yang lebih menarik tentunya. So, enjoy this story:)
---
"temenin Rana ke pasar? Ayoook!" seru Yoga sambil berlari ke rak sepatu yang di susun rapi di depan pintu masuk.
Rana tersenyum. Seadanyanya saja. Ia merogoh iPhone di saku celananya. Memeriksa pesan masuk di whatsapp. Nama pengirimnya membuat Rana mengernyit. Merasa tak suka untuk membaca isi pesan itu. Tapi yah, mau gimana lagi. Ini Garendra Ethansyah Ravega Angkara. Orang yang paling ingin ia jauhi, sekaligus orang yang paling ia takuti saat ini.
Gera : ingat perjanjian kita, Kirana. Kalau dalam satu minggu ini aku balik dari Paris, dan Bara masih saja berusaha mengingat kamu ataupun ada di dekat kamu. Siap-siap saja. Raja, Sheila, Christian, dan Vannesa. Mereka berempat yang akan menanggung akibatnya.
Kirana : aku tahu.
"udah Ran?" tanya Yoga membuat Rana mendongak menatapnya. Sedikit terkejut.
"oh, udah kok. Ayo kita pergi." ucap Rana sambil berjalan keluar rumah. Tapi sebelum itu..."bang! Aku ke pasar bentar ya?"
"iyaa." ucap Raja sedikit berteriak.
Rana dan Yoga keluar rumah. Rencananya mereka akan pergi naik mobil hitam milik Yoga. Tapi Rana menolak. Rana ingin naik angkot saja ke sana. Sudah lama ia tidak naik angkutan umum. Dan kali ini ia ingin merasakan kembali suasana menaiki angkot.
"aku mau naik angkot aja. Udah lama nggak naik itu." kata Rana.
"boleh sih. Aku terserah Rana aja. Kalau mau jalan kaki sampai ke pasar juga nggak masalah. Yang penting bareng Rana." celetuk Yoga sambil cengir-cengiran.
Rana tak memusingkan ucapan Yoga. Ia memilih berjalan ke arah jalan besar. Tempat biasa angkutan umum lewat. Yoga juga hanya mengikutinya dari belakang. Tak berani mendekat ke samping Rana, padahal Rana tak marah kalaupun dia melakukan hal itu.
Jalan raya cukup ramai. Apalagi dengan pedagang kaki lima yang biasa ramai oleh orang-orang yang memang ingin ke tempat itu. Anak-anak sekolahan yang berlalu lalang. Orang tua yang juga berlalu lalang. Suara klakson dari kendaraan-kendaraan yang sedang bersusah payah ingin keluar dari kemacetan. Ah, semua itu membuat Rana menjadi rindu dengan negara kelahirannya sendiri. Dulu, Rana tak pernah memperhatikan hal-hal seperti ini. Karena memang ini sudah seperti pemandangannya sehari-hari. Tapi selama 2 tahun terakhir, Rana jadi lebih sering memperhatikan keadaan sekitar. Dengan begitu ia bisa mengingat apa saja yang ia lakukan, atau juga apa saja hal-hal yang ada di sekitarnya.
"kamu nggak capek jalan kaki sampai ke sini?" tanya Rana sambil menarik lengan Yoga agar lelaki itu berjalan di sampingnya.
Yoga tersenyum. Sangat lebar. Tak sangka jika Rana sendiri yang berinisiatif. "nggak kok. Malahan seneng. Bisa di deket Rana aja aku udah bersyukur. Sekalipun capek, kan ada Rana. Liat Rana aja capek aku jadi hilang semua." ujar Yoga sambil menatap Rana yang juga sesekali meliriknya.
Rana tertawa. Walau suara tawanya tak kencang. Tapi masih mampu di dengar Yoga. Membuat laki-laki satu itu menatapnya begitu teduh. "kamu belajar gombal dari mana sih? Kok ahli banget gombalnya. Kayak udah biasa ngelakuin hal itu. Atau memang, kamu biasa ngelakuin hal itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BaRana
Teen FictionSetelah bersusah payah menahan perih saat menjelajahi masa lalu, kini Rana mulai belajar beradaptasi dengan lingkungan barunya sebagai penyembuh luka. Mencoba melupakan keisengannya bermain bersama sang Bintang di bebatuan asteroid, mencoba melupaka...