BaRana ↪ #19 : Sahabat Masa Kecil

12 5 0
                                    

Sebelum membaca part ini, harap membaca kembali cerita 'BaRana' dari awal, sebab cerita ini di remake dari 'Livina' menjadi 'BaRana'. Dan buat teman-teman yang udah support cerita 'Livina', maaf udah mengecewakan. Tapi alur cerita 'Livina' terlalu acak, jadi saya menggantinya dengan cerita lain dulu. Sekali lagi maaf ya, karena 'Livina' dihapus dan diganti menjadi 'BaRana'. Lagipula'Livina' pasti bakalan kembali kok dengan alur cerita yang lebih menarik tentunya. So, enjoy this story:)

---

"Gilang, aku harus gimana? Aku nggak tahu dengan semua rentetan kejadian ini? Kepala aku pusing banget." keluh Bara sambil memijit pelan dahinya.

Gilang yang sudah selesai menyesapi mocha floatnya, kini mulai menyandarkan tubuhnya di dinding. Tak ikut duduk sama seperti yang dilakukan Bara saat ini. "aku tahu, Bar. Semua ini nggak mudah buat kamu. Apalagi kamu merasa ada suatu perkara yang masih perlu kamu selesaikan. Well, yang jadi pertanyaannya sekarang, apa yang ingin kamu lakuin?"

Bara menggeleng lemah. "aku nggak tahu. Hari itu, aku nggak ingat kapan. Tapi yang jelas, aku bilang ke kak Rendra kalau aku pura-pura hilang ingatan."

"HAH! Kamu nggak salah, Bar? Ini lelucon yang paling dibenci semua orang tau nggak? Kamu pikir hidup kita main-main? Gara-gara kamu deketin Rana, gara-gara kamu kecelakaan dan hilang ingatan, gara-gara kebencian kakak kamu, kita semua menderita Bar. Dan sekarang kamu bilang ke dia kalau kamu pura-pura hilang ingatan. Apa kamu tau, akan ada hal buruk yang bakal kakak kamu lakuin lagi Bara?!" sergah Gilang sambil meletakkan mocha floatnya sedikit kasar.

"nah itu yang jadi pertanyaannya, Lang. Aku nggak tau kenapa kakak jahat ke kalian? Aku nggak tau maksud dan tujuannya itu apa? Aku nggak tau kenapa dia sampai ngelakuin hal ini?" tanya Bara beruntun yang sudah pasti Gilang tak tahu jawabannya. "lagipula, sekarang ini ingatan aku udah sedikit membaik. Aku udah ingat soal masa kecil aku. Udah ingat tentang pertemuan aku dan Rana. Tapi selebihnya, aku masih belum tau. Masih samar-samar di kepala aku. Kalau bukan karena ingatan aku tentang Rana sudah sedikit membaik, tak mungkin aku bisa berada di titik ini sampai terus mencari-cari Rana."

Gilang masih tetap diam. Tak merespon apapun yang Bara ucapkan. Karena Gilang tahu, saat ini Bara butuh pelampiasan. Bara butuh melampiaskan rasa yang ada di hati dan pikirannya. Apalagi setelah menjalani hidup dalam ketidaktahuan, membuat Gilang hanya bisa membisu untuk mendengar ocehan Bara.

"Gilang? Kok nggak respon?" Bara menatap Gilang yang berdiri diam mematung sambil menatapnya. Tatapan Gilang begitu aneh. Gilang menunjukkan ekspresi yang sulit untuk dijelaskan.

"Gilang?"

"kok diam?"

"ada yang salah dari ucapan aku?"

"kamu marah?"

"harusnya semua ocehanmu ini kamu ucapkan ke Rana. Biar Rana tahu, sudah sampai mana kamu ingat dia." ucap Gilang sambil ikut duduk di samping Bara. "walau bagaimanapun, yang paling dirugikan disini tuh Rana. Kamu harus cari ingat lagi, tentang gimana kamu menarik Rana ke posisi yang tak pernah Rana duga."

Bara mengernyit bingung. Untuk kalimat yang Gilang ucapkan kali ini, benar-benar membuat Bara tak tahu lagi harus mencerna situasi ini dengan baik atau tidak. Secara bisa dibilang, untuk berusaha keras mengingat pun masih sulit untuk Bara lakukan. Apalagi mendengar pernyataan yang belum bisa ia pahami.

"aku udah ketemu Rana tadi, tapi pas aku ngomong baik-baik, dia malah marah. Dan juga, maksud posisi Rana di masa lalu aku, kayaknya biar aku cari ingat lagi deh Lang. Aku nggak mau pingsan disini karena berusaha mengingat. Situasi yang ini aja udah bikin aku pusing." ucap Bara sambil memijit lagi dahinya yang berkeringat dingin.

BaRanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang