Sebelum membaca part ini, harap membaca kembali cerita 'BaRana' dari awal, sebab cerita ini di remake dari 'Livina' menjadi 'BaRana'. Dan buat teman-teman yang udah support cerita 'Livina', maaf udah mengecewakan. Tapi alur cerita 'Livina' terlalu acak, jadi saya menggantinya dengan cerita lain dulu. Sekali lagi maaf ya, karena 'Livina' dihapus dan diganti menjadi 'BaRana'. Lagipula'Livina' pasti bakalan kembali kok dengan alur cerita yang lebih menarik tentunya. So, enjoy this story:)
---
"Rana!" Yoga berlari menuju ke arah Rana dengan senyum tengilnya. Seperti biasa, Yoga membawakan matcha latte kesukaan Rana ketika mereka baru saja selesai dari pusat perbelanjaan.
Rana hanya tersenyum seadanya saat Yoga membawakan minuman sambil tersenyum riang. Tak enak saja jika hanya Yoga yang tersenyum.
"gimana Rana?"
Rana mengernyit bingung. "gimana apanya?"
"udah milih mau cari kerja atau lanjut S2?"
Rana hanya menghela nafas panjang. Rasanya pikirannya terlalu penat dengan segala hal. "cari kerja aja deh. Saya gak mau ngerepotin orang tua saya lagi. Rasanya saya sudah memberikan banyak beban pada mereka. Saya tak mau lagi menyusahkan mereka."
Yoga tau yang dimaksudkan Rana, hanya saja Yoga mencoba untuk membantu Rana bagaimanapun caranya. Rana terlalu menjauhkan diri dari segala hal saat ini. Bahkan saat pertama kali Yoga bertemu dengan Rana, Rana adalah orang yang sangat pendiam. Kebiasaan Rana setiap pagi adalah pergi ke kedai roti sebelah hanya untuk membeli sandwich satu saja. Yoga awalnya hanya acuh saja, tapi saat Yoga pindah apartemen itu adalah kedua kalinya Yoga melihat Rana. Hal yang tak di duga oleh Yoga malah terjadi. Ternyata kamar apatemen Rana bersebalahan dengan Yoga. Sejak saat itu Yoga mencoba mencari cara untuk mendekati Rana.
"Ga."
"Ga."
"Yoga, kenapa melamun?" Rana menepuk bahu Yoga bekali-kali.
Yoga segera tersadar saat Rana menepuk bahunya. Rasanya terlalu panjang mengingat perjuangannya untuk mendekati gadis pindahan yang berasal dari negara yang sama dengannya.
"Rana, boleh aku tanya?"
"nanya apa?"
"kenapa Rana mau pindah ke Prancis?"
Rana sempat terdiam sebelum akhirnya dia buka mulut. "sejak kecil saya ingin datang kesini. Sejak dulu saya ingin pergi ke menara eiffle. Dan juga, saya ingin mengunjungi pameran seni yang ada disini. Kamu juga pasti tahu kan, Prancis memiliki tingkat kesenian yang tinggi. Jadi yaaa...gitulah." Rana tersenyum miris. Sebenarnya bukan ini yang di inginkan Rana, semua yang Rana ingin lakukan adalah hal yang ingin dilakukan oleh seseorang yang penting bagi Rana.
"kalau gitu, Rana mau pergi ke Musee Marmottan Monet?"
Rana menggeleng. "nanti saja, Yoga. Habis dari sini saya mau langsung pulang. Saya mau istirahat di rumah." terangnya sambil menyesap minuman yang dibawa Yoga tadi.
"Rana, sebenarnya ada apa? Apa yang sebenarnya ada di pikiran Rana? Apa yang sedang Rana rasakan? Aku ingin mengenal Rana lebih dekat lagi." jujur Yoga sambil menatap Rana lekat-lekat.
Rana sebenarnya tak suka di tatap seintens itu oleh Yoga, tapi mau bagaimana lagi lelaki itu sangat keras kepala. Apa yang sebenarnya mengganggu pikirannya, pasti dia akan mencari jawabannya. Dan yah, Yoga tipikal orang yang seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
BaRana
Teen FictionSetelah bersusah payah menahan perih saat menjelajahi masa lalu, kini Rana mulai belajar beradaptasi dengan lingkungan barunya sebagai penyembuh luka. Mencoba melupakan keisengannya bermain bersama sang Bintang di bebatuan asteroid, mencoba melupaka...