BaRana ↪ #16 : Kebohongan Terbesar

13 6 0
                                    

Sebelum membaca part ini, harap membaca kembali cerita 'BaRana' dari awal, sebab cerita ini di remake dari 'Livina' menjadi 'BaRana'. Dan buat teman-teman yang udah support cerita 'Livina', maaf udah mengecewakan. Tapi alur cerita 'Livina' terlalu acak, jadi saya menggantinya dengan cerita lain dulu. Sekali lagi maaf ya, karena 'Livina' dihapus dan diganti menjadi 'BaRana'. Lagipula'Livina' pasti bakalan kembali kok dengan alur cerita yang lebih menarik tentunya. So, enjoy this story:)

---

"sudah merasa tenang?"

Rana mengangguk. Sambil sesekali menyesapi Matcha Latte yang dipesannya sejak beberapa menit yang lalu.

Rana duduk diam memandangi jalan raya yang terpampang jelas dari balik kaca transparan yang ada di kafe. Sedangkan Yoga dan Raja sibuk memandangi Rana yang bersikukuh menatap jalan raya.

Raja mengembuskan nafas gusar. Rasanya bingung untuk menenangi gadis di hadapannya ini. "Rana, lo beneran gak papa? Kalo lo diam terus kayak gini, gue makin khawatir, Ran."

"gak ada yang perlu dikhawatirkan, bang. Rana gak papa kok."

"tapi gue khawatir dengan kondisi lo sekarang ini! Jangan bilang kalau lo baik-baik aja, sementara hati lo berkata lain, Rana. Lo disuruh pergi ninggalin Indonesia demi ngelindungi Bara. Tapi apa yang lo dapatkan sekarang? Kehancuran, Ran! Jangan bilang semuanya baik-baik saja. Terkadang gak semua hal harus di gapapain."

"lalu, apa yang harus Rana lakukan? Rana cuma pengecut yang bersembunyi di balik awan. Menunggu pelangi datang, tapi akhirnya tak kunjung datang. Bahkan tak ada lagi suara rintik hujan terdengar. Semua hanya membisu sambil menunggu. Dan Rana, masih ditempat yang sama. Masih bersembunyi di balik awan. Rana bukan awan yang dapat menurunkan hujan. Bukan juga matahari yang bisa menimbulkan pelangi. Rana cuma angin lalu saja, bang."

Raja tersenyum sambil mengacak rambut Rana dengan gemas. "puitis banget sih jadi orang. Mentang-mentang masih galau, bicaranya kayak orang sedih-sedih gitu. Emang sih lagi sedih, tapi gue masih kaget dengan perubahan sikap lo kayak gini. Gue masih belum terbiasa, Rana."

"memang aneh ya?" tanya Rana sambil menundukkan kepalanya. Masih berpikir bagaimana Rana bisa sampai berubah drastis tak sama seperti dulu. Jika semuanya berubah semenjak kejadian Bara yang hilang ingatan, dan juga orang tua Rana meninggal di waktu yang bersamaan, mungkin saja itu juga yang menyebabkan Rana menjadi seperti ini. Karena kehilangan orang yang dicintai, memang sulit untuk terbiasa baik-baik saja.

Yoga menatap Rana sambil tersenyum. Terasa lucu saat Rana menanyakan hal itu. "gak aneh kok. Justru aku suka."

Raja menatap Rana dan Yoga secara bersamaan. Rasanya kehadirannya di tempat itu seperti sudah hilang saja. Rana tersipu malu dengan kedua pipi yang memerah. Sedangkan Yoga tertawa kecil saat melihat Rana salah tingkah. Raja benar-benar merasa kehadirannya tak diperlukan lagi. Apa harusnya dia pergi saja ya?

"oh iya, sekarang ini kamu akan tinggal dimana, Rana? Tadi kamu bilang rumah kamu akan dijual. Jadi, kamu akan kemana sekarang?" benar juga. Yoga baru ingat kalau Rana mengatakan pada teman-temannya kalau dia akan menjual rumah itu. Tapi, Yoga masih tak tahu kemana gadis ini akan pergi.

"iya ya, saya juga bingung. Apa mungkin kita cari rumah kontrakan saja, sebelum rumah itu terjual?" usul Rana, dan langsung disetujui oleh Raja.

"iya, mungkin itu cara yang tepat. Daripada kita tinggal di rumah itu dengan membahayakan diri kita lagi, mendingan kita cari tempat lain aja."

"emm, gimana kalau kalian tinggal di vila aku dulu?" usul Yoga tiba-tiba.

"gak." tolak Rana dengan cepat. Rana merasa tak enak bila Yoga membantu mereka terus menerus. Kebaikan Yoga, membuat Rana tak tahu bagaimana cara membalasnya.

"iya, gue juga gak setuju. Kita berdua udah ngerepotin lo terus menerus. Gue merasa gak enak kalo lo bantuin kita terus, Ga."

Yoga tertawa kecil. Pantas saja mereka berdua sangat kaku saat berbicara dengannya. Ternyata ini alasannya. " kak, aku bantuin kalian dengan tulus. Aku ngelakuin ini karena peduli pada kalian berdua. Lagipula mama aku udah izinin aku buat ajak kalian tinggal di vila aku. Katanya kalau dia pengen berkunjung ke Indonesia, dia bisa langsung datang ke vila biar bisa ketemu sama Rana."

"hah?! Serius? Mama kamu ngomong gitu?"

Yoga mengangguk.

"ciiieeee....udah dapet restu dari mama mertua nih yeeee." ledek Raja sambil mencubit pipi Rana dengan gemas.

"abang, sakiit!"

Yoga melepas tangan Raja yang masih asik mencubit pipi Rana. Raja sampai terheran-heran dengan tingkah Yoga kali ini. Apa ada yang salah?

"maaf, kak. Tapi aku gak suka kakak cubit pipi Rana kayak gitu."

"yeeeee, maklumi dong. Pipinya kan chubby gitu, kasian kan kalo di nganggurin gitu."

"Rana setuju sama Yoga."

"ih, serah kalian deh." Raja memalingkan wajahnya dengan kesal sambil mengerucutkan bibirnya.

"maaf kak, yang boleh cubit pipi Rana cuma aku aja."

"setuj--eh!"

---

"gimana dengan pertemuan kamu dan Rana, Bi?" tanya Rendra sambil ikut duduk di samping Bara yang masih asik melamun di kamarnya. Sudah 2 jam yang lalu Bara mengurung dirinya di kamar terus. Gera sampai tak tega melihat adik satu-satunya ini.

"gak baik. Dan tentunya kakak pasti tahu alasannya."

Gera mendengus kasar. Rasanya kesal sekali mendengar Bara selalu membela gadis itu. "jadi aku salah lagi di mata kamu? Apa kamu ingat yang jaga kamu sejak kecil siapa? Itu aku, bukan Rana! Aku tuh heran dengan kalian semua, maunya dibodohi oleh cinta. Bahkan tanpa cinta sekalipun, kita masih tetap bisa menjalani kehidupan kok. Lagipula cinta itu bukan segalanya, Bi!"

"kak Rendra ngomong gitu karena kakak belum ngerasain jatuh cinta. Coba aja kakak jatuh cinta ke seseorang, kakak pasti bakalan ngelakuin hal yang sama kayak aku lakuin sekarang. Walaupun aku hilang ingatan, tapi masih ada rasa sayang aku ke Rana. Aku masih bisa ngerasain apa yang aku rasain ke Rana. Karena apa? Karena aku nggak akan nyerah secepat itu. Walaupun aku perlu memaksa buat ngingat lagi, aku pasti bakal ngelakuin hal itu. Aku gak peduli apa yang bakal terjadi kalau aku maksa buat ngingat masa lalu aku. Yang penting, aku masih bisa melihat Rana lagi."

"jangan mau dibutakan oleh cinta, Bi! Cinta itu gak ada!"

"kakak sendiri yang menganggap cinta itu nggak ada. Mungkin karena kakak mengalami hal yang lebih buruk daripada cinta. Seperti...mama yang ninggalin papa sewaktu kita kecil dulu kan?"

Gera membulatkan matanya. Pertanyaan ini, apa Bara sudah mengingat semuanya?

"kamu...udah ngingat semuanya?"

Bara tersenyum sinis. "sewaktu aku sadar dari koma waktu itu, aku gak pernah bilang kalau aku hilang ingatan. Kakak sendiri yang mengira kalau aku hilang ingatan. Jadi yah, aku ikut permainan kakak saja."

"kamu--"

"iya kak, selama ini aku nggak hilang ingatan."

BaRanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang