BaRana ↪ 11 #Bintang Tetaplah Bintang

90 12 15
                                    

Sebelum membaca part ini, harap membaca kembali cerita 'BaRana' dari awal, sebab cerita ini di remake dari 'Livina' menjadi 'BaRana'. Dan buat teman-teman yang udah support cerita 'Livina', maaf udah mengecewakan. Tapi alur cerita 'Livina' terlalu acak, jadi saya menggantinya dengan cerita lain dulu. Sekali lagi maaf ya, karena 'Livina' dihapus dan diganti menjadi 'BaRana'. Lagipula'Livina' pasti bakalan kembali kok dengan alur cerita yang lebih menarik tentunya. So, enjoy this story:)

---

Kesia sibuk mengunyah permen karetnya sambil memperhatikan Bara yang asik bermain skateboard dengan sekumpulan laki-laki yang lebih muda darinya. Sejak pagi Bara minta ditemani ke taman dekat perumahan yang ditinggalinya sebab saat pulang dari Gunung Tangkuban Parahu Bara melihat sekumpulan anak muda bermain skateboard walaupun di malam hari. Sejak melihat anak-anak muda itu, Bara terniat untuk belajar bermain skateboard dengan mereka.

"bosan." gumam Kesia sambil memainkan game di handphonenya. Jika soal menunggu, Kesia payah akan hal itu. Menunggu itu membosankan bagi Kesia. Apalagi menunggu sesuatu yang tak pasti. Sama seperti sekarang ini. Tak tahu kapan Bara akan selesai bermain dengan anak-anak muda itu.

"Sia! Sini!" ajak Bara dengan teriakan lantang membuat semua orang mendadak menatap ke arah Kesia.

Kesia hanya menggeleng, tanda tak mau ikut bermain dengan Bara di tengah terik matahari ini.

"bentaran doang kok, Sia. Ayo sini!"

Kesia menggeleng sekali lagi. Masih tak mau ikut bermain walaupun dipanggil berkali-kali.

Bara kesal saat Kesia tak mengindahkan ajakannya untuk bermain bersama. Padahal Bara sengaja mengajak Kesia agar dirinya bisa memamerkan kemampuannya yang semakin meningkat dalam bermain skateboard.

Bara meletakkan skateboard yang dipegangnya sejak tadi di dekat tempat duduk, dan memilih berlari ke tempat dimana Kesia duduk. "Sia, ayo main." ajak Bara sekali lagi.

"enggak, Bara. Orang lagi main game mobile juga. Main aja sama mereka sana, aku lagi sibuk main." ucap Kesia yang masih sibuk bermain game.

Bara sangat kesal. Dia sangat ingin menunjukkan kemampuannya pada Kesia, tapi lagi-lagi Kesia tak mau dengan alasan main game. Dasar gamers!

Bara menyerah. Mau tak mau Bara bermain saja dengan orang-orang yang mengajarkannya bermain skateboard. Walaupun ada rasa kesal, tapi rasa tak enak juga karena sudah mengajak Kesia menemani dirinya ke tempat itu dari pagi sampai siang. Dan sekarang ini, mungkin Kesia sudah kelaparan sebab menunggunya terlalu lama.

"Sia, makan yuk. Ini udah jam makan siang nih." ucap Bara sambil melirik jam di handphonenya.

"makan?" tanya Kesia dengan wajah berbinar-binar.

"i-iya makan." ucap Bara ragu-ragu. Bara merasa heran dengan sikap Kesia yang sedikit-sedikit marah sedikit-sedikit ketawa kayak orang gak jelas. Gak normal ini mah.

"mau makan dimana? Bubur ayam di komplek sebelah? Atau nasi goreng mbak Inah? Atau kalau mau makan di warung makan juga gak papa kok, yang penting makanannya enak." seru Kesia tak sabaran.

Bara tersenyum kaku. Pantas saja sejak tadi nada bicara Kesia terdengar ketus. Ternyata udah lapar toh.

"Ya udah, kita makan dimana sekarang?"

Bara nampak berpikir sesaat. Rasanya ada banyak warung makan yang enak, tapi bingung juga dengan selera makan Kesia.

"kamu--"

Drrt! Drrt!

Kesia meraih handphone di saku celana jinsnya dan dengan segera mengangkat telfon dari Mario.

"halo?" sapa Mario dari seberang sana.

"halo. Kenapa Rio?" tanya Kesia langsung pada intinya.

"kamu udah liat post instagram Rana?"

Kesia mengernyitkan dahi saking bingungnya. "belum, kenapa emang?"

"dia udah sampai di jakarta sekarang." suara serak Mario membuat Kesia yakin kalau yang dikatakan Mario bukan sebuah bercandaan.

Kesia segera mematikan sambungan telfon, dan langsung membuka instagram-nya untuk meyakinkan perkataan Mario barusan. Bara sampai terheran-heran mengapa Kesia terlihat panik begitu menerima telfon dari Mario. Tapi tunggu, Mario itu siapa?

Kesia membulatkan matanya saat melihat foto Rana di bandara dengan latar belakang kaca besar di dalam ruangan yang ada di Bandara, dengan caption "i'm back, wait me.". Ternyata Mario tak berbohong. Kesia merasa senang mendengar kabar itu, tapi Kesia juga merasa sedih karena harus mendekatkan Rana kembali dengan Bara.

"sekalipun Bintang berevolusi menjadi Katai Putih, tetap saja yang namanya Bintang tetaplah Bintang."

Bara mengernyit bingung dengan ucapan tiba-tiba Kesia.

---

Rana turun dari mobil. Setelah beberapa menit telah berlalu, akhirnya rumah tua yang menjadi tempat tinggalnya sekarang ini tak ada yang berubah sama sekali. Semuanya masih sama seperti dulu. Tanaman merambat di samping rumah menjadi penghias untuk rumah tua itu. Sebenarnya rumah itu bukan rumah tua, hanya saja rumah itu sudah berdiri bertahun-tahun lamanya sehingga Rana menganggap rumah itu rumah tua. Tapi tenang saja, tidak ada hantu yang berkeliaran di rumah itu. Rumah itu sudah di desain sedemikian rupa sehingga terlihat klasik tapu juga unik. Makanya Rana masih saja kagum dengan proporsi rumah itu.

"gak masuk dek?" tanya Raja sambil mengeluarkan tas-tas Rana di bagasi mobil.

"tunggu abang aja, biar masuknya barengan." ucap Rana yang masih sibuk memandangi rumah ibu angkatnya.

Raja tersenyum begitu melihat wajah Rana berbinar-binar menatap rumah itu. "segitu kangennya ya sama rumah, sampai abangnya sendiri gak di kangenin?"

"ya iyalah kangen. Rumahnya cantik, abang jelek. Jadi aku lebih suka kangenin rumahnya daripada abang."

"serah lo aja dah." ucap Raja pasrah.

"bang, kenapa rumahnya sepi? Bukannya abang bilang mau ketemu bunda? Tapi biasanya kalau kita berdua udah masuk halaman rumah, bunda pasti langsung hampirin kita sambil bawa susu coklat panas." iya juga, tak biasanya Wanda melupakan kebiasaan itu.

"lo pasti bakalan tau kalo lo udah masuk." ucap Raja dengan ekspresi yang sulit di artikan. Ada apa sebenarnya?

Raja dan Rana masuk ke dalam rumah yang gelap gulita. Tak ada suara apapun kecuali gemericik air. Ini tak seperti biasanya. Biasanya bi Yuni pasti masih sibuk di dapur sambil nyiapin makan siang, tapi kehadirannya pun tak dapat Rana rasakan. Apa yang sebenarnya terjadi di rumah ini? Dan lagi Raja hanya menatap Rana dari pintu masuk ke dalam rumah. Rana menoleh menatap Raja dengan raut wajah bingung. Kenapa Raja menatap Rana begitu dingin?

Karena terlalu memikirkan Raja, tanpa sadar seseorang membungkam mulut Rana dengan sebuah kain. Dan yang herannya, Raja hanya diam sambil menyaksikan hal itu.

"ada banyak hal yang mengejutkan di dunia ini Rana." ucap Raja sambil menutup pintu masuk dan menguncinya dari dalam. Senyum sinis adalah senyum terakhir yang dilihat Rana sesaat setelah Rana pingsan.

BaRanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang