BaRana ↪ 10 #Meninggalkan Putri Aurora

58 13 13
                                    

Sebelum membaca part ini, harap membaca kembali cerita 'BaRana' dari awal, sebab cerita ini di remake dari 'Livina' menjadi 'BaRana'. Dan buat teman-teman yang udah support cerita 'Livina', maaf udah mengecewakan. Tapi alur cerita 'Livina' terlalu acak, jadi saya menggantinya dengan cerita lain dulu. Sekali lagi maaf ya, karena 'Livina' dihapus dan diganti menjadi 'BaRana'. Lagipula'Livina' pasti bakalan kembali kok dengan alur cerita yang lebih menarik tentunya. So, enjoy this story:)

---

Setelah berjam-jam perjalanan yang ditempuh, akhirnya sampai juga di tanah kelahiran sendiri. Hawa panas yang sudah lama tak dia rasakan, akhirnya menerpa wajahnya yang mungil itu. Suasana yang ramai oleh orang-orang yang ingin datang maupun juga yang baru pergi, membuat Rana teringat dulu. Saat dia berangkat ke Paris karena ingin menjauh dari Bara sekaligus atas perintah Gera, mau tak mau Rana pergi dengan luka yang sampai sekarang masih dia rasakan.

"Rana!"

Rana menoleh ke arah sumber suara dan langsung tersenyum saat melihat orang yang ditunggunya sejak tadi sampai juga.

Rana berjalan cepat melewati kerumunan orang-orang yang sibuk dengan kegiatan mereka sendiri. Sudah lama Rana tak bertemu dengannya. Rindu rasanya setelah beberapa bulan tak beremu.

"Bang, kangeeeen...." peluk Rana saking rindunya.

"ya ampun, segitu rindunya sampai tas kopernya dibiarin begitu aja?"

Rana mengangguk. "rindu banget....Udah lama gak ketemu abang, jadi makin jelek aja mukanya bang."

Raja memanyunkan bibirnya. Gadis di hadapannya ini masih sama seperti dulu, sukanya ngejek orang. "iyain aja deh, daripada anak orang nangis, dikiranya gue pedofil. Yeee, amit-amit dah kalau udah ada rumor yang bilang gue orangnya pedofil."

"ya kan muka Rana emang baby face gitu. Ciiieeee...pedofil beneran nih?" sarkas Rana yang kemudian mendapat jitakkan kuat dari sang abang tersayang.

"awas ya lu sebarin rumor kek begituan, mulut cewek tuh sepedas sambalado tau gak? Pedasnya minta ampun." tukas Raja kesal sambil mengambil tas ransel dan juga koper yang Rana biarkan di samping mereka berdiri.

"bang, gini-gina Rana tuh cewek tau gak? Jangan asal ngelantur, kalau gak ada buktinya."

"ada kok buktinya."

"mana?" tanya Rana penasaran.

"lu sendiri, kan mulut lu pedas kek sambalado." Saat mengucapkan hal itu, harusnya Raja sadar bahwa hidupnya tak akan lama lagi. Harusnya dia menyadari terlebih dahulu kalau Rana sudah kesal setengah mati saat mendengar dirinya mengucapkan hal itu.

"pen ku bunuh kau bang."

Raja tersenyum kaku saat Rana sudah meremas kuat lengan kanannya yang tak memegang apapun. "mau apa Ran?"

"menurut abang?" Rana menarik lengan kanan Raka dan menggigitnya sampai sang empunya meringis kesakitan.

"Rana! Gila, sakit banget tau gak?"

"rasain, siapa suruh ngejek Rana lebih dulu."

Raja menghela nafas panjang. Sudah lama tak melihat sikap Rana yang manja ini. Sejak kejadian Bara dan Putra masuk rumah sakit, sejak saat itu tak ada lagi senyum Rana yang biasanya. Tapi saat ini, Rana tersenyum kembali  seperti dulu. Siapa yang membuatnya menjadi seperti ini?

"kita langsung pulang aja ya, dek. Bunda pengen ketemu kamu, udah kangen katanya." ucap Raja yang dibalas anggukan oleh Rana.

Keduanya melewati parkiran yang cukup ramai. Menatap orang-orang yang berlalu-lalang di sekitaran tempat parkir, dan juga orang-orang yang sibuk dengan hal yang entah apa itu. Setelah melewati kerumunan, akhirnya sampai juga di mobil Raka. Mobil yang sama yang sering Raja gunakan untuk mengantarnya pergi pulang dari sekolah maupun kampus. Bisa dibilang mobil ini sudah ada sejak Raja kelas 3 SMA, saat itu adalah hadiah yang diberikan orang tuanya saat dia berulang tahun pada umur yang ke-17. Jadi bisa dibilang, mobil itu memiliki kenangan sendiri bagi Raja.

BaRanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang