BaRana ↪ #13 : Uluran Tangan Dari Sang Pangeran

16 6 0
                                    

Sebelum membaca part ini, harap membaca kembali cerita 'BaRana' dari awal, sebab cerita ini di remake dari 'Livina' menjadi 'BaRana'. Dan buat teman-teman yang udah support cerita 'Livina', maaf udah mengecewakan. Tapi alur cerita 'Livina' terlalu acak, jadi saya menggantinya dengan cerita lain dulu. Sekali lagi maaf ya, karena 'Livina' dihapus dan diganti menjadi 'BaRana'. Lagipula'Livina' pasti bakalan kembali kok dengan alur cerita yang lebih menarik tentunya. So, enjoy this story:)

---

Rana membuka matanya perlahan. Ruang kosong yang gelap adalah pandangan yang pertama kali dilihatnya. Lalu dimana ini? Kenapa dirinya duduk dikursi dengan badan, tangan, dan kaki terikat dengan tali? Siapa yang melakukan semua ini?

"hai cantik, apa kabar?"

Suara maskulin itu terdengar tak asing lagi ditelinga Rana. Suara yang paling tak ingin didengarnya, membuat Rana yakin bahwa semua ini karena perbuatan lelaki satu ini.

"Gera! Lepasin saya!" Rana meronta-ronta mencoba melepaskan ikatan tali yang sangat kuat diikat oleh Rendra.

"saya bisa lepasin kamu..." Rendra berjalan mendekat, diikuti Raja dari belakang, dengan kepala tertunduk. "hanya saja saya mau tanya sesuatu, dan saya ingin mendengarnya dari kamu sendiri."

Rana menatap Raja. Lelaki itu sama sekali diam sambil mengikuti Rendra dari belakang dengan kepala tertunduk. Kenapa Raja setega ini?

"kamu...mau tanya apa?" tanya Rana begitu lirih. Bahkan hampir tak terdengar. Air matanya keluar membasahi pipinya. Dia tak peduli lagi jika dibilang cengeng. Karena yang paling Rana sedihkan adalah sikap Raja sekarang ini. Dalam setahun ini apa saja yang sudah berubah?

Rendra berjongkok di depan Rana. Menyodorkan pisau kecil ditangan kanannya sambil tersenyum sinis. "bukannya saya sudah bilang, untuk tetap menetap di Paris saja? Kenapa kamu balik lagi kesini? APA KAMU TAHU, RENCANA SAYA SUDAH HAMPIR BERJALAN DENGAN BAIK?!" teriak Rendra secara lantang, sambil melempar pisau kecil ditangan kanannya tadi. "Bintang sudah hampir dekat dengan Kesia. Kamu sendiri tahu kan, Bintang sudah dijodohkan dengan Kesia? KEHADIRAN KAMU DISINI, JUSTRU MENGACAUKAN SEGALANYA!"

"GERA!" Raja berjalan menghampiri Rendra. Menarik kerah baju lelaki itu. Dan memberikan pukulan, tepat di perut Rendra.

Rendra meringis. Menahan perih di perutnya. Rasanya sakit juga karena Raja yang memukulnya. Pantas saja Raja sangat ditakuti banyak orang dulu. Ternyata Raja bisa sekuat ini.

"Sialan kamu Raja! Apa maksud semua ini?" Rendra menodongkan pisau kecil yang dilemparnya tadi ke arah Raja dan Rana secara bergantian.

"lo bilang, lo cuma mau peringatin Rana aja supaya menjauh dari Bara. Lo juga bilang gak akan melakukan kekerasan ataupun berteriak kasar di depan Rana. Tapi apa maksud semua ini? Ini berlebihan Gera!"

"aku gak peduli soal itu. Lagipula hidup orang tua kalian ada di tangan aku. Tapi karena sikap ini berlebihan, aku gak akan segan-segan ngelakuin sesuatu ke orang tua kalian." ancam Rendra sambil mendekatkan pisau di tangannya ke pipi Rana.

"apa maksud semua ini Raja?! Apa maksud yang dibilang sama laki-laki bejat satu ini? Kenapa mama sama papa?" Rana meminta penjelasan. Ada banyak ribuan pertanyaan yang ingin Rana tanyakan tentang apa yang terjadi selama satu tahun dia pergi ke Paris. Tapi tetap saja, Raja hanya diam membisu sambil menundukkan kepala.

"aku nyulik orang tua angkat kamu. Oh, atau lebih tepatnya dibilang paman sama bibi kamu. Aku udah nyulik mereka saat kamu ada di Paris. Kamu tahu kenapa? Itu tanda ancaman dari aku buat kamu. Kalau kamu dekat dengan Bintang sekali lagi, orang tua angkat kamu akan jadi taruhannya, Rana."

Rendra melangkah pergi. Meninggalkan ruangan gelap itu bersama para pengawalnya yang setia mengikuti dari belakang.

Raja berlari ke arah Rana. Membuka simpul tali yang terikat kuat oleh Rendra. Dan segera membawa Rana keluar dari tempat itu.

"bang, apa maksud dari semua ini? Kenapa dia bisa nyulik papa sama mama, bang? Sebelum Rana pergi, bukannya abang udah janji untuk jaga papa sama mama? Sejak awal abang tahu sifat kak Gera itu kayak gimana. Harusnya abang gak berurusan dengan orang kayak dia." sesaat setelah berada di ambang pintu di rumah Raja, Rana melepas tangan Raja yang membantunya berdiri tadi. Merasa baik-baik saja tanpa bantuan lelaki satu itu.

"mau gimana lagi, Ran. Gue udah gak tahu mau ngapain lagi. Bahkan bisa dibilang, gue juga diculik sama Gera. Tapi dia lepasin gue sama papa dan juga mama, dengan syarat harus buat lo merasa betah di Paris sana. Dia juga ancam gue dengan taruhannya mama sama papa, supaya gue bisa buat lo pergi dari kota Bandung. Entah kemanapun, asalkan bukan di Bandung. Gue gak tahu lagi harus gimana, Ran. Seandainya gue sesukses dia, gue gak akan tinggal diam kalau dia ngancam kayak gitu. Gue juga pengen dia rasain segala hal yang udah dia perbuat."

"memangnya apa yang udah dia perbuat, bang?"

"kalau ada sesuatu yang mendekati Bara walaupun dia bermaksud baik ataupun dia yang beda level dengan Bara, Gera akan ngelakuin segala hal supaya Bara tak berurusan lagi dengan hal yang seperti itu, Ran. Dia mau Bara dekat dengan orang yang sama tingkatnya seperti mereka. Seperti Kesia, Mario, Serena, dan juga Gilang. Kamu sendiri tahu kan, mereka itu orang-orang dengan tingkat ekonomi yang tinggi. Sedangkan kita? Kita hanya keluarga sederhana saja, yang bisa mereka lakukan apa saja. Termasuk menghancurkan kita." Raja menepuk kedua bahu Rana pelan. Mencoba menyadarkan gadis itu, bahwa orang seperti mereka tak pantas bersanding dengan orang sehebat keluarga Bara. "Ran, gue bukannya gak ngedukung keputusan lo. Gue bukannya gak paham perasaan lo. Gue cuma mau lo terus hidup dengan bahagia. Biarlah keluarga kita sesederhana ini, yang penting kita dapat berkumpul bersama lagi. Lo paham kan, Ran?"

Rana mengangguk lemah. Apa yang Raja katakan itu benar. Bahkan sangat benar. Rana tak pantas untuk bersama dengan Bara. Bahkan sejak awal, Rana merasa tak pantas untuk membalas sapaan Bara waktu itu. Saat Rana menangis di depan makam kedua orang tuanya di kala hujan, dengan Bara yang menyapanya sambil memberikan payung padanya.

"rumah ini akan gue jual, setelah itu kita beli rumah baru lagi di Jakarta." Raja mengunci pintu rumah itu. Walaupun Raja merasa berat hati meninggalkan rumah ini, tapi dia harus menjualnya demi kelangsungan hidup keluarga mereka. Rumah tua ini terlalu berharga bagi Raja. Ada banyak kenangan di dalamnya. Tapi tetap saja, Raja harus mencoba melupakan semua kenangannya di rumah ini.

"lalu bagaimana dengan papa dan mama? Mereka ada dimana? Kalau kita pindah ke Jakarta, mereka akan ikut kita juga kan?"

Raja menggeleng. "papa sama mama udah dibunuh Gera."

Degh!

"mulai sekarang, hanya kita berdua yang tersisa. Lo satu-satunya keluarga gue, Ran. Gue akan selalu ngejaga lo. Kejadian yang tadi gak akan terulang lagi."

Pipi Rana basah akan air mata. Apa maksud dari semua ini? Kenapa hidup Rana begitu hancur? Dan kehancuran di hatinya terjadi karena orang yang sama. "kata kak Gera hidup papa sama mama ada ditangannya, kalau benar begitu bukannya kita tolongin mama sama papa aja kan? Kita juga ngelakuin segala hal yang disuruh kak Gera, asalkan kita tidak berada di dekat keluarga mereka lagi kan? Rana bisa ngelakuin apapun yang penting papa sama mama selamat, bang."

"yang Gera ucapin tadi, itu cuma kebohongan. Sebenarnya gue udah dilepas sama Gera, termasuk mama sama papa. Dia bebasin gue, tapi nggak sama papa dan mama. Makanya sewaktu gue bebas, gue ajak teman-teman gue buat nyelamatin mama sama papa. Tapi ternyata, semuanya hancur berantakan. Gera udah tahu rencana gue, makanya papa sama mama udah dibunuh lebih dulu." Raja tersenyum miris. "seandainya kita nggak mengenal mereka, semua ini gak akan terjadi."

Rana tersungkur ke bawah. Tak ada lagi harapan yang bisa menenangkan hatinya walau hanya sesaat saja. Semuanya sudah hancur. Mereka juga sudah tak bisa apa-apa lagi sekarang.

Sebuah tangan kanan terulur ke arah Rana. Mencoba membantu gadis itu untuk berdiri. Rana mendongak. Menatap ke arah pemilik tangan yang terulur padanya. Dan saat itu, Rana membulatkan matanya.

"kenapa kamu bisa berada disini, Yoga?"

BaRanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang