BaRana ↪ #25 : Pangeran Pergi

14 5 0
                                    

Sebelum membaca part ini, harap membaca kembali cerita 'BaRana' dari awal, sebab cerita ini di remake dari 'Livina' menjadi 'BaRana'. Dan buat teman-teman yang udah support cerita 'Livina', maaf udah mengecewakan. Tapi alur cerita 'Livina' terlalu acak, jadi saya menggantinya dengan cerita lain dulu. Sekali lagi maaf ya, karena 'Livina' dihapus dan diganti menjadi 'BaRana'. Lagipula'Livina' pasti bakalan kembali kok dengan alur cerita yang lebih menarik tentunya. So, enjoy this story:)

---

"dimana Yoga bang?"

Sudah beberapa menit yang lalu Rana mengelilingi rumah hanya untuk mencari keberadaan Yoga. Tapi yang dicari sampai kini belum kelihatan batang hidungnya. Mungkin saja Yoga sedang keluar kan?

"nggak tahu."

Rana menundukkan kepala. Tak disangka Raja berubah sedingin ini padanya. Semenjak kejadian kemarin, mereka berdua hanya mengurung diri di kamar. Padahal Rana sudah bersusah payah membuatkan banyak makan malam apalagi mereka baru habis pulang dari pasar. Tapi sampai larut malam pun menunggu. Sampai makanan di meja sudah dingin. Dua lelaki itu tidak turun-turun juga. Terpaksa makanan yang bisa diselamatkan ia masukan ke dalam kulkas, dan makanan yang tak bisa diselamatkan ia buang di kantong sampah.

Rana berlari ke kamarnya. Mencabut iPhone yang sudah di cars semalam. Rana terduduk di tepi Ranjang. Membuka kontak dan mencari-cari nama 'Yoga' diantara banyaknya nama di kontak handphonenya.

Tuuut.

Tuuut.

Tuuut.

"halo?"

"Yoga! Kamu dimana sih? Aku cari-cari kamunya--"

"maaf, tuan muda sudah naik pesawat. Niatnya handphone ini akan saya buang. Tapi karena anda menelfon jadi saya rasa saya perlu mengangkatnya."

"lalu kemana Yoga?"

"tuan muda sudah kembali ke Paris. Jika anda ingin menelfon dengan tuan muda, harusnya anda sudah melakukannya sejak tadi. Setidaknya anda bisa berbicara dengan tuan muda walau hanya sebentar."

Tut.

Rana memutuskan sambungan telfon itu. Semua sudah tak berguna lagi. Percuma. Yoga sudah pergi. Barangkali juga tak akan kembali. Mungkin Yoga sudah tak mau melihatnya. Apalagi sudah beberapa kali Rana menyakiti laki-laki satu itu. Rana juga merasa bodoh sudah melakukan semua itu.

Rana berdiri tegap. Berniat keluar sebelum sebuah kotak berukuran sedang di atas nakas samping ranjang menarik perhatiannya.

Ini apa?

Rana membuka kotak itu. Di dalamnya terdapat kotak kecil dan secarik surat di bawah kotak kecil itu. Rana mengambil surat itu terlebih dahulu. Ingin membacanya sebelum ia membuka kotak kecil berwarna biru tua.

Dear Kirana...

Maaf aku pamit tanpa kasih tahu. Aku tak mau membangunkan Rana. Tidur Rana terlalu nyenyak, aku sampai tak tega membangunkanmu. Oh iya, maaf aku mendiamkanmu semalaman. Padahal aku juga tahu kamu sudah menyiapkan makan malam. Awalnya aku pikir mustahil, tapi pemikiran aku semakin kuat karena bunyi piring-piring dan juga sendok yang kamu taruh di meja kaca kamu letakkan dengan keras. Maaf ya aku tidak turun ke bawah. Aku masih ingin memantapkan hati terlebih dahulu. Tapi tenang saja, tengah malam tadi aku udah makan kok makanan yang Rana buat tadi. Makanan yang Rana simpan di dalam kulkas. Aku nggak tahu kalau rasanya bisa seenak itu. Ternyata Rana benar-benar calon istri idaman ya? Semoga Bara orang yang tepat untuk bisa berada di samping Rana. Aku harap kalian bisa bahagia. Rana tenang saja, aku tak akan sedih segampang itu kok. Aku kan kuat. Kuat ngegombal maksudnya. Dan lagi, mungkin aku harus kasih harapan ke Jessica. Biar begitu dia gadis yang baik. Aku tak boleh menyia-nyiakannya apalagi dia gadis yang cantik. Aku juga ingin melanjutkan S2 ku disana. Aku ingin menjadi pengusaha yang hebat sama seperi papa. Oh ya, aku sampai lupa, aku lupa bilang kalau aku dan papa sudah berbaikan. Sudah sejak lama. Papa sama mama bahkan sudah tahu kalau orang yang aku cinta itu cuma Rana. Mereka bahkan nggak melarang kok Rana tinggal disitu. Yang penting Rana merasa nyaman, mereka bakalan senang. Jadi aku harap, Rana bisa tinggal disana dengan nyaman. Tanpa ada rasa bersalah ke aku sama sekali. Aku nggak marah kok kalau Rana tinggal disitu selamanya. Nggak papa. Tenang aja. Oh astaga! Aku sampai lupa. Kalau Rana sudah membaca surat ini, berarti Rana sudah lihat kan ada kotak kecil di situ. Ayo Rana buka kotaknya. Itu hadiah yang aku lupa kasih sewaktu kita di Paris. Hadiah di dalamnya Rana pasti akan tahu aku membelinya kapan.

BaRanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang