Sebelum membaca part ini, harap membaca kembali cerita 'BaRana' dari awal, sebab cerita ini di remake dari 'Livina' menjadi 'BaRana'. Dan buat teman-teman yang udah support cerita 'Livina', maaf udah mengecewakan. Tapi alur cerita 'Livina' terlalu acak, jadi saya menggantinya dengan cerita lain dulu. Sekali lagi maaf ya, karena 'Livina' dihapus dan diganti menjadi 'BaRana'. Lagipula'Livina' pasti bakalan kembali kok dengan alur cerita yang lebih menarik tentunya. So, enjoy this story:)
---
Yoga membuka matanya perlahan. Sinar matahari mengganggu tidur indahnya. Dan lagi bunyi jam beker yang sejak tadi berbunyi benar-benar mengganggu. Yoga terpaksa bangun pagi-pagi walau dirinya sebenarnya tak ingin. Tapi begitu mengingat hari ini adalah hari petunangannya dengan Jessica, mau tak mau Yoga beranjak dari tempat tidurnya. 21 Missed call dari Frans tak di hiraukan oleh Yoga. Pagi ini, dia ingin menikmati secangkir kopi dengan tenang.
Seperti biasa, Yoga membuat kopi untuk dirinya sendiri. Kopi susu tanpa gula adalah minuman favoritnya. Dan tanpa sadar, Yoga teringat dengan Rana. Biasanya setiap pagi mereka akan pergi ke Cafe Lamartine, dan meminum kopi favorit mereka dengan sandwich yang biasa mereka pesan juga. Entah sejak kapan, tempat itu menjadi tempat yang biasa mereka kunjungi.
Braak!
"Yoga!" seru Frans setelah membanting pintu.
Yoga tak menoleh ke belakang, sebab ia tahu pemilik suara itu.
"kenapa pa?" tanya Yoga sambil berdiri di balkon setelah selesai membuat kopi kesukaannya.
"kenapa belum bersiap-siap? Kita harus cepat!" Frans mengeluarkan setelan jas yang ada di lemari pakaian Yoga. Setelan jas itu di bawanya saat ia dan Jessica mengunjungi Yoga sewaktu itu.
"pa, maaf." ucap Yoga tanpa menoleh, membuat Frans sedikit khawatir.
"maksud kamu apa?" tanya Frans bingung.
Yoga menoleh sambil tersenyum, membuat Frans benar-benar bingung dibuatnya.
"kamu--hmmp!" seseorang membungkam mulut Frans, sampai Frans jatuh pingsan setelah disuntik obat bius.
Yoga tahu, ini salah. Tapi mau bagaimana lagi, tak ada cara lain yang bisa dilakukannya untuk mencegah ayahnya.
"pak Deni, bawa ayah ke hotelnya. Aku akan berangkat sekarang." ujar Yoga sambil mengambil tas koper yang sudah disiapkannya sejak tadi malam.
"tapi mau kemana tuan?" tanya pak Deni bingung.
"menjemput Aurora."
---
"Rio, aku udah nelfon Rana berkali-kali tapi telfonnya nggak di angkat." Kesia khawatir. Sesaat setelah makan siang bersama Bara, mereka berencana ingin bertemu Rana. Tapi telfonnya tak diangkat. Kesia juga sudah menelfon Raja, tapi nomornya tak bisa disambung. Kesia tahu, Rana sedang bersama Raja, karena di slide terakhir foto Rana, terpampang jelas lelaki yang selama ini menjaga Rana dimanapun Rana berada. Tapi nomor keduanya tak bisa disambung. Mendadak, Kesia merasa tak enak.
"aku juga udah coba nelfon mama angkat Rana, tapi nggak bisa diangkat juga. Terus gimana ini? Apa terjadi sesuatu sama Rana?" tanya Vannesa sama khawatirnya.
"huss, jangan ngomong gitu. Siapa tahu mungkin hpnya habis baterai?" Sheila masih mencoba berpikiran positif. Walaupun sebenarnya dia juga khawatir. Sekalipun Rana habis baterai, Raja nggak mungkin sama kan?
Terik matahari benar-benar tak mendukung suasana. Semua orang; Bara, Kesia, Mario, Gilang, Vannesa, Sheila, dan Chris, berkumpul di Kafe langganan mereka. Walaupun semua orang kecuali Gilang dan Kesia, masih mendiamkan Bara dengan beberapa alasan yang terjadi dahulu.
"tunggu, kalian tahu email Google Rana? Siapa tahu kita bisa lacak hpnya. Kemungkinan besar kita bisa tahu posisi Rana dimana." usul Chris setelah melihat cara melacak handphone dari youtube.
"kamu tahu, Chris?" tanya Kesia tak sabaran.
"semua orang juga bakalan tahu kalau udah nonton di youtube."
"ih, ini bukan waktunya bercanda Chris, kita harus cepat." Sheila yang sangat protec terhadap Rana, selalu menjadi orang yang paling bawel kalau ada sangkut pautnya dengan Rana.
Setelah memasukkan email Rana, akhirnya posisi Rana bisa di lacak. Tapi anehnya, jika posisi bisa di lacak, berarti handphone Rana sedang aktif, lalu mengapa telfon mereka tak diangkat?
"tunggu bentar." Chris memfokuskan matanya di alamat tempat Rana berada sekarang. "posisi Rana ada di rumah mama angkatnya, tapi kenapa mereka nggak angkat telfon kita sama sekali?"
Mereka langsung sadar kalau terjadi sesuatu pada Rana. Pantas saja sejak tadi telfonnya tidak diangkat. Raja juga begitu. Mama angkatnya juga sama kayak gitu. Lalu apa yang terjadi dengan Rana?
"kita berangkat ke Jakarta sekarang, nanti biar aku, Chris, Mario, sama Bara gantian bawa mobil. Ayo kita berangkat!" usul Gilang setelah tak tahu lagi harus melakukan apa. Biar begitu Gilang dan Rana sudah berteman sejak kecil, jika bilang dirinya tak khawatir rasanya itu bohong.
"kita gak bawa baju dulu?" tanya Sheila tiba-tiba.
"nggak, kita harus cepat. Gimana kalau jadi apa-apa sama Rana? Kita gak perlu buang-buang waktu lagi." Gilang frustasi jika mereka hanya berdiam-diam terus tanpa melakukan sesuatu.
"kenapa kalian segitu khawatirnya sama Rana? Mungkin aja dia lagi sibuk beresin barang-barangnya, dia kan baru pulang dari Paris." ucap Bara dengan tatapan datar. Seperti tak ada masalah.
Bugh!
Mario meninju Bara begitu mendengar ucapan Bara. Mengapa Bara sebegitu tak pedulinya dengan Rana? Sekalipun Bara hilang ingatan, Bara sendiri sudah tahu siapa Rana, jadi tak mungkin bila Bara tak peduli dengan Rana. Lalu mengapa dia mengucapkan hal itu?
"Rio!" sela Kesia begitu melihat Bara tersungkur ke bawah. "kita juga kesal dengar Bara ngomong kayak gitu, tapi kita gak boleh buang-buang waktu lagi sekarang." Kesia ingin memastikan bahwa Mario tak lagi sedang dalam keadaan marah. "dan kamu Bara, kalau kamu nggak peduli dengan Rana, kamu nggak usah ikut. Masih ada kita semua yang bisa ngelindungi Rana. Kamu pulang saja sambil nunggu kabar dari kita semua kalau Rana baik-baik aja." tukas Kesia saking kesalnya. "ayo kita pergi."
"tunggu, aku ikut." pinta Bara.
"kalau gak mau, jangan dipaksa. Kita nggak maksa kok kalau kamu harus ikut." lanjut Vannesa yang sama kesalnya juga dengan Kesia.
"nggak, aku ikut." ucap Bara dengan yakin. "sebenarnya aku cuma gugup buat ketemu Rana. Ini adalah pertemuan kita berdua setelah aku hilang ingatan. Jadi aku merasa gak pantas buat ketemu dia lagi."
---
Yoga duduk manis di jet pribadi miliknya. Jet ini pemberian ayahnya di hari ulang tahunnya yang ke-17 tahun. Yoga tak pernah sekalipun memakai jet ini, karena berpikir dirinya masih belum terlalu ingin menggunakannya.
Tapi saat ini, ia menggunakan jet pribadinya. Mencoba melarikan diri dari Maleficent, dan mencoba menyelamatkan Putri Aurora tersayangnya.
Wait for me princess.
KAMU SEDANG MEMBACA
BaRana
JugendliteraturSetelah bersusah payah menahan perih saat menjelajahi masa lalu, kini Rana mulai belajar beradaptasi dengan lingkungan barunya sebagai penyembuh luka. Mencoba melupakan keisengannya bermain bersama sang Bintang di bebatuan asteroid, mencoba melupaka...