4 // Pertemuan Berlanjut

2.4K 152 3
                                    

Perjanjian pelunasan mereka kala itu membuat Nellsa harus terduduk menunggu Raga datang ke kedai roti, dimana mereka sempat bertemu dan akhirnya hari itu mengharuskan mereka untuk bertemu kembali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Perjanjian pelunasan mereka kala itu membuat Nellsa harus terduduk menunggu Raga datang ke kedai roti, dimana mereka sempat bertemu dan akhirnya hari itu mengharuskan mereka untuk bertemu kembali. Nellsa terus melihat arlojinya cemas.

"Apa gue ganggu waktu lo?" Nellsa mengangkat alis meminta penjelasan pada Raga yang baru saja datang. Ia begitu cemas ketika menunggu orang dari perjanjian mereka, dan lupa menanyakan kalau ia sibuk atau tidak.

"Gue ada urusan tadi, maaf ya."

"O ... oh. Nih uang lo yang kemarin. Makasih ya. Kalau gak ada lo, mungkin gue udah ditahan seharian di sini disuruh cuci piring," sahut Nellsa seraya mengaduk-aduk secangkir teh miliknya dengan santai.

"Btw, kita belum kenalan resmi ya? Gue Raga. Asli Indonesia, tapi udah lama menatap di sini. Ya, waktu gue lebih banyak gue habiskan di Belanda tepatnya."

Nellsa heran sendiri ketika Raga bahkan memperkenalkan diri di depannya langsung.

"Emm, gue Nellsa. Asli Bandung."

"Bandung?"

"Iya Bandung. Lo tau Bandung kan?"

"Oh iya tau. Soalnya gue juga asal sana."

"Asal Bandung juga?"

Ya, pertanyataan Raga kali itu membuat Nellsa tertegun aneh.

"Bandung timur sih."

"Oh. Bandung timur."

Nellsa menghentikan praduganya setelah Raga menjawab. Ya, lagi-lagi praduganya membuat Nellsa malah curiga dengan orang lain. Hal itu segera mungkin Nellsa hindari dan buang jauh-jauh dari pikirannya.

Raga menyerudup tehnya. Setelah itu, matanya menatapi Nellsa dengan begitu fokus. Tangannya ia lipat ke dada dan tindakannya serasa mengamati Nellsa dengan detail. Nellsa meliriknya seketika. Ia memperbaiki posisi duduk menjadi tegak. Wajahnya keheranan karena melihat tatapan Raga yang membuatnya tak nyaman.

"Kenapa?"

"Lo suka baca?"

"Baca apa?"

"Novel atau semacamnya?"

"Suka, emangnya kenapa?"

"Lo punya minus?" tanya Raga dengan mata memicing menatap mata Nellsa. Gadis berwajah manis itu terheran. Seketika pembicaraan informal terjadi begitu saja di antara mereka.

"Maksud lo?"

"Oh emm ... maksud gue, apa lo punya minus karena sering baca? Soalnya mata lo beda aja dari yang lain."

Raga canggung sendiri seraya matanya menatap sekitaran dengan menyerudup secangkir teh dari tangannya. Bahkan pernyataannya membuat Nellsa berpikir kalau ucapan Raga sedikit ambigu.

"Oh, itu ... gue emang punya minus dulu. Gue sempat kacamata, tapi sekarang gue ngerasa minus gue udah agak ringan sih. Jadi gue lepas kacamata gue. Sebenarnya, bukan cuma itu alasan gue lepas kacamata ... ada masa lalu yang bikin gue lepas apa yang udah melekat dari diri gue." Tak sengaja Nellsa mulai membicarakan tentang hal privatnya dengan Raga. Padahal Raga hanya bertanya tentang matanya. Kebiasaan Nellsa selalu melekat. Ia memang cepat sekali akrab dengan siapapun, walaupun mereka baru berkenalan beberapa hari saja. Hal itu yang kini membuatnya dikenal memang wanita yang sungguh ramah, apalagi jika sudah dengan anak-anak kampusnya.

AFTER 20 DAYSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang