Pagi hari di Rotterdam, suhu udara yang masih rendah, Nellsa terbangun karena suara alarm ponselnya yang terdengar nyaring. Nellsa berganti pakaian untuk berlari pagi sekitaran penginapannya.
"Kian, ayo lari pagi!" Nellsa berusaha membangunkan Kian yang masih terpejam matanya.
"Eunghh kenapa sih, masih ngantuk juga," sahut Kian lemah.
"Emm ya udah deh gue sendiri aja."
Nellsa mulai berlari kecil. Walaupun suhu udaranya lumayan rendah, Nellsa tetap berjalan. Ditengah perjalanan, seseorang mulai mengikuti langkahnya.
"Waarom bent u 's ochtends vroeg weg, miss?" (Kenapa kamu keluar sepagi ini nona?)
Seseorang berbahasa Belanda mengikutinya berlari kecil."Kom maar beter naar mijn huis voor een drankje." Ucapan pria itu dengan bahasanya membuat Nellsa bingung.
Nellsa berlari hendak meninggalkan pria itu, tapi pria itu mengejar dan malah menahan tangannya. Mereka bahkan tak segan untuk mengganggu seorang gadis yang sedang jogging di sebuah taman yang tak jauh dari penginapan Nellsa.
"Blijf weg van hem!" (Jauhi dia) Terdengar suara laki-laki dari belakang mereka.
"Raga?"
"Blijf weg van hem. Hij is mijn vriend!" (Jauhi dia, dia teman saya)
"Wie ben jij?" (Kamu siapa?)
"Wil je de gevangenis in voor het mishandelen van een meisje?" (Anda mau masuk penjara karena menyerang seorang gadis?)
Raga berusaha untuk membela Nellsa kali itu. Ia bahkan berbahasa Belanda untuk mampu menyerang orang itu dengan sebuah kata. Perlahan, orang itu mulai pergi walau dengan mata yang tajam fokus menatap Raga sambil menjauh.
Nellsa sendiri mulai tertunduk tak enak. Ia pun sedikit syok karena kejadian itu.
"Udah gak apa-apa. Lo tenang aja. Dia gak bakal balik lagi."
"Apa yang lo bilang ke dia?"
"Lo pacar gue." Ucapan Raga membuat Nellsa melotot kaget. Serasa sudah membuat Nellsa begitu terkejut, Raga mulai terkekeh.
"Gue bercanda. Gue bilang, dia akan masuk penjara karena nyerang lo."
Raga lagi-lagi membuat Nellsa merasa tak nyaman untuk ke sekian kalinya. Wajah Nellsa mulai memerah karena begitu malu dengan peristiwa yang selalu mengarahkannya pada Raga.
Mereka berbincang sambil berjalan santai. Hembusan napas Raga begitu terdengar. Ia sampai ikut berlari untuk bisa menyelematkan gadis bernama Nellsa.
"Apa setiap pagi lo lari pagi begini? Bahaya buat orang baru kayak lo."
"Gue baru 3 hari lakuin ini, gue pikir di sini orangnya ramah dan semua akan baik-baik aja."
"Berpikir positif itu harus, tapi waspada itu lebih diharuskan."
Nellsa memperhatikan wajah Raga dari samping. Mata yang indah, rahang yang kokoh, seakan dia melihat pujaan hatinya dulu di sekolah, yaitu Dio. Ya, semuanya telah membuat Nellsa merasa gila karena ingatannya itu. Dan juga, pertemuannya dengan Raga membuat Nellsa makin-makin merasa gila setiap melihat wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER 20 DAYS
General FictionPerjalanan Nellsa ke Belanda untuk melakukan observasi, malah membuatnya dejavu akan cinta masa lalunya ketika bertemu dengan Raga. Raga, pria asal Rotterdam itu membuat Nellsa harus merasakan kilas balik perasaan cintanya karena kemiripan wajah Rag...