Pagi tersenyum pada semesta. Langit biru mulai memancarkan keindahan dengan estetika. Sinar matahari yang hangat, mengawali hari Nellsa. Nellsa pergi ke toko Bunga Mentari. Dilihatnya beberapa tangkai bunga mawar dihadapannya. Ponsel Nellsa seketika berdering dan telepon masuk dari nomor tidak diketahui membuat dahinya mengerut penasaran.
"Halo, siapa?"
"Tolong lo keluar sekarang."
Suara itu sungguh tak dikenal oleh Nellsa. Alhasil Nellsa keluar dari toko. Terlihat mobil berwarna abu parkir di depan toko Bunga Mentari. Laki-laki berkacamata hitam dan mengenakkan kemeja berwarna putih keluar dari dalam mobil.
"Raga, kenapa dia di sini? Jadi yang nelpon gue dia?" batin Nellsa heran ketika ia melihat Raga keluar dari mobil berwarna abu. Pasalnya, mobil Raga sebelumnya berwarna putih.
Langkah Nellsa terhenti ketika ia melihat Raga keluar dari dalam mobil. Matanya memicing heran dengan jantung yang gemetar tak berarti. Ia lantas berbalik badan melangkah pergi dari tempat. Raga melebarkan matanya seketika melihat Nellsa malah pergi saat ia meminta gadis itu untuk keluar. Ia bahkan berlari untuk mengejar Nellsa yang langkahnya tiba-tiba dipercepat. Tangkapan tangan Raga yang mengambil lengan Nellsa dengan sigap, akhirnya menghentikan pelarian Nellsa.
"Ngapain lo ke sini?" Nellsa terlihat ketus. Napasnya terengah-engah dan berusaha menghindari Raga. Nellsa sendiri terus memalingkan wajahnya tanpa menatap pria itu.
"Gue mau bicara sama lo." Tangan Raga masih menahan lengannya begitu kuat.
Nellsa menggubrisnya perlahan.
"Gu ... gue sibuk!"
"Kenapa lo ngehindar dari gue beberapa hari ini?"
Wajah Raga terlihat cemas. Ia bingung sendiri ketika Nellsa yang dulu sempat menerimanya sebagai teman, kali ini ia malah berbalik untuk menghindarinya. Perkataan Diko kemarin, memang sedikit mengganggu Raga. Di satu sisi, Raga kesal karena Diko yang statusnya tak ada hubungan apapun pada Nellsa, memperingatinya tiba-tiba. Namun di sisi lain, Raga pun berpikir kalau ia memang akhir-akhir ini sering membuat Nellsa terganggu. Karena alasan itu Raga menemui Nellsa hari ini.
"Gue gak ngehindar, gue sibuk belajar."
Mata Nellsa memencar canggung ketika ia bahkan berbohong demi untuk tak sering bertemu dengan pria bernama Raga yang berwajah cemas di hadapannya.
"Kalau emang wajah gue buat lo menderita, gue minta maaf, Nellsa. Tapi gue mohon jangan ngehindar dari gue kayak gini. Lo bilang gue orang asing. Gue butuh bantuan lo di sini. Please."
Beberapa menit, mereka terduduk di sebuah kursi kayu di sebuah taman kecil di dekat toko bunga Mentari. Nellsa dan Raga terduduk canggung di satu kursi panjang. Raga mengepalkan kedua tangannya dan menopangnya pada kedua lututnya. Nellsa hanya duduk manis di sampingnya, melirik Raga sesekali dengan heran. Wajah Raga memang menyimpan kecemasan. Ia lantas bergerak, menjulurkan tangannya ke arah Nellsa tiba-tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER 20 DAYS
General FictionPerjalanan Nellsa ke Belanda untuk melakukan observasi, malah membuatnya dejavu akan cinta masa lalunya ketika bertemu dengan Raga. Raga, pria asal Rotterdam itu membuat Nellsa harus merasakan kilas balik perasaan cintanya karena kemiripan wajah Rag...