2 // Met by Chance

3.5K 203 12
                                    

Segelas teh di pagi hari yang membuat pikiran jernih. Walaupun airnya berwarna keruh, namun rasanya itu cukup untuk menghangatkan seorang gadis yang sedang fokus membaca sebuah buku novel. Seluruh mahasiswa YU (Yuniar University) tengah mempersiapkan keberangkatan mereka untuk kunjungan ke Erasmus University, Rotterdam. Bus yang membawa mereka sudah siap melaju. Namun kali ini, Nellsa terlihat berlari karena tertinggal. Terlalu serius membaca novel sebelum keberangkatannya, membuat Nellsa pun telat memasuki Busnya.

"Tunggu ... tunggu, wait ... wait!" Nellsa berteriak sambil berlari mengejar Bus.

"Aduh Nellsa, kenapa sih kamu gak pernah tepat waktu?" Pembimbing menegurnya.

"Maaf kak, ada yang ketinggalan tadi."

Diputarkan sebuah lagu ballad. Inpods sudah terpasang di telinga seorang gadis bernama Nellsa. Setiap celah bangunan juga pepohonan di Rotterdam, ditatapnya lewat jendela bus yang sungguh bening terlihat. Tiba-tiba Nellsa memikirkan pria asing yang ditemuinya di toko ketika ia meneduh dari hujan kemarin. Bahkan hal itu bisa-bisa mengganggu pikirannya yang sedang tenang akhir-akhir ini. Sial, wajahnya membuat Nellsa mengingat sesuatu. Sesuatu yang pernah ingin ia hapus dalam memorinya. Namun kini, memori itu muncul dengan tiba-tiba.

"Kenapa ini Nellsa? Ada apa sebenarnya? Ini gak mungkin. Gak mungkin kalau kak ..."

Belum sempat Nellsa bergumam dalam batinnya, tiba-tiba ada seorang laki-laki menghampiri kursi kosong dan terduduk di samping Nellsa. Dengan membawa segelas kopi hangat yang disodorkan ke Nellsa, ia tersenyum begitu ramah.

"Hey, mikirin apa sih?" tanya Diko. Diko laki-laki yang Nellsa kenal akrab dari SMA dan sekarang menjadi seniornya di kampus. Kebetulan, dia ikut menjadi pembimbing rombongan.

"Eh kak Diko, thanks ya." Nellsa tersenyum tipis menatap segelas kopi hangat yang ia dapatkan dari Diko.

"Emm ... Rotterdam sejuk ya Sa? Kayaknya gue betah di sini."

Nellsa melirik Diko aneh. "Heh kak, kita punya rumah di sana, kenapa harus betah di sini. Negeri orang itu gak enak tau."

"Iya iya iya, gue kok kalah terus ya bicara sama lo." Senyuman Diko bahkan membuat Nellsa bisa ikut tersenyum kala itu.

Pihak kampus menyambut mereka dengan baik di sana. Sebelum itu, mereka sudah terlebih dahulu izin pada kedutaan besar Indonesia di Belanda. Salah satu kampus mengizinkan mereka untuk melakukan observasi seraya mengenalkan lingkungan kampus Erasmus pada para mahasiswa Indonesia. Di sana, mereka mendapatkan pengetahuan sekaligus tahu tentang bagaimana pembelajaran berlangsung di kampus Erasmus.

Wajah Nellsa selalu berseri ketika ia berhasil memotret beberapa kegiatan mahasiswa di sana. Moment itu sungguh tak ingin ia lewatkan sedikit pun. Lensa kamera membuat matanya kaget ketika ia menangkap sosok yang ia rasa pernah lihat sebelumnya. Nellsa menurunkan kameranya perlahan dan berusaha untuk melihat lebih jelas dengan matanya siapa orang yang membuatnya berhenti untuk memotret. Nellsa tertegun kaget. Matanya melebar sempurna ketika mata itu fokus apa yang ia lihat sebelumnya di kamera dengan samar, dan kali ini begitu jelas di penglihatannya.

"Woi! Liatin apa sih?" tegur Kian yang penasaran dengan terdiamnya Nellsa dengan aneh.

Mata Kian ikut melebar dan ia mengucak matanya beberapa kali.

"Di ... Di ..."

Nellsa menutup mulut Kian dengan sergap sebelum Kian melanjutkan ucapannya. Hal itu membuat Kian kaget bersambung bingung.

"Kalau lo punya pemikiran yang sama kayak gue, gue mohon untuk tetap diam. Lagi pula, itu gak akan mungkin." Ucapan Nellsa begitu tegas, menatap mata Kian dengan sangat tajam membuat Kian sekali paham dengan peringatan sahabatnya itu.

Mata Kian terbelalak bersamaan dengan Nellsa yang bertindak serupa. Wajah mereka terlihat kebingungan sendiri ketika laki-laki itu sekali menoleh pada mereka.

"Hey!" teriak laki-laki itu membuat mereka tersadar kaget.

"Gak mungkin," batin Nellsa masih tertegun kaget yang ia sembunyikan.

Nellsa membuang pandangan kagetnya ketika laki-laki itu tahu keberadaannya dan berusaha menghampiri tempat Nellsa berdiri bersama Kian yang tertegun juga.

"Hi!" Nellsa menyapa gugup. Tangannya bahkan sedikit bergetar tak bermaksud.

"Hai lagi, kita ketemu lagi ya?!" sahut laki-laki itu sambil terus tersenyum.

Kian memperhatikan wajah pria itu sejenak. Bahkan mata memicingnya membuat laki-laki itu merasa tak nyaman. Lagi-lagi Kian pun ikut tersadar.

"Dari jauh, gue rasa pernah liat." Kian terlihat gugup. Tatapan kebingungannya terus terfokus pada pria asing di depannya dengan senyum yang dipaksanya melirik Nellsa dengan aneh.

"Apa kamu bilang?"

"Lagi travelling ya?"

"Em ... em ... bukan. Kami lagi observasi," jawab Nellsa dengan gugup membuat pria itu melihatnya dengan aneh dan merasa bingung.

"Santai aja. Gue di sini cuma mau kasih selebaran promosi hotdog, bantu orang itu." Pria itu menyodorkan selebaran promosi hotdog pada mereka.

Nellsa dan Kian tertegun heran. Laki-laki itu bahkan menggunakan bahasa informal walaupun mereka baru pertama kali bertemu sebagai orang asing.

"Hotdog?"

"Iya, kalau kalian mau coba, silakan datang ke sini aja. Lagi ada promosi, hotdognya enak loh." Laki-laki itu terenyum. Ia bahkan melambaikan tangannya pada Kian juga Nellsa untuk pergi bahkan sebelum ia memperkenalkan dirinya.

"Si ... siapa nama lo?" teriak Nellsa memberanikan dirinya untuk menanyakan nama pria itu yang belum sempat terjawab ketika di toko.

"Raga!"

Wajah Kian tertegun heran menatap Nellsa setelah mendengar pria itu menyebutkan namanya. Ia menepuk beberapa kali pipinya dan memastikan bahwa ia sedang tidak bermimpi atau masih dalam keadaan waras.

"Gila. Gak mungkin Sa."

"Ki?"

"Iya kenapa?"

"Lo tau maksud gue kan?"

"Maksud apa?"

"Please jangan pura-pura bodoh. Gue minta lo lupain kejadian kaget tadi karena itu gak mungkin terjadi."

Kian menoleh cepat pada Nellsa. Ia menyeringai bingung dengan ucapan si gadis berwajah manis itu.

"Gak mungkin terjadi apanya Nellsa? Dia itu bahkan mir ..."

"Sebaiknya kita cepet ke Bus. Jangan sampe kita ditinggalin mereka pulang," ucap Nellsa bergegas untuk pergi meninggalkan Kian yang masih keheranan.

Di dalam Bus perjalanan kembali ke tempat penginapan, lagi-lagi Nellsa melakukan kebiasaannya untuk melamun. Kepalanya menyender ke jendela Bus dengan kedua kaki yang ia angkat ke kursi. Matanya bahkan mencirikan sesuatu ketika ia terus-terusan memikirkan pertemuannya itu dengan laki-laki bernama Raga di kampus Erasmus. Bertemu untuk kedua kalinya, justru tak pernah terpikirkan oleh Nellsa.

"Raga? Nellsa, dugaan lo pasti salah. Untung aja lo gak salah sebut nama dia." Nellsa berusaha menguatkan batinnya. Wajahnya terlihat tak baik layaknya memendam sendu yang ia tahan sebaik mungkin.

"Sa, cowok itu kan gak dikenal, kok bisa-bisanya dia ngomong kata 'gue' di depan orang asing. Bukannya itu gak sopan? Atau jangan-jangan dia itu emang ..."

"Diem lo ah, berisik banget. Kak Indah lagi liatin lo terus noh."

Kian segera mungkin memalingkan wajahnya dari kak pembimbing. Ia bahkan sudah banyak teguran karena mulutnya yang berisik selalu mengganggu pendengaran mahasiswa lain ketika di dalam Bus. Selain Nellsa, Kian pun ikut untuk berpikir perihal kejadian itu. Nellsa bahkan membungkam mulutnya saat itu walau sebenarnya ia sendiri tahu sebuah kenyataan yang masih ia pendam begitu dalam.

AFTER 20 DAYSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang