Suasana kampus begitu terasa ketika pagi hari mahasiswa sudah berlalu-lalang di halaman kampus Yuniar. Pagi itu pun, pagi yang membuat Raga dihadang oleh beberapa gadis cantik berjumlah tiga orang. Raga sendiri menghentikan kakinya melangkah karena ketiga gadis itu menghadang jalannya.
"Ikut kita!"
Raga mengerutkan dahinya bingung. "Apa-apaan ini?" Di sisi lain ia sedikit jengkel karena ia tak pernah suka dengan paksaan.
"Dia lagi nunggu lo di kantin."
"Siapa?"
"Nanti juga lo tau."
Raga pergi ke kantin mengikuti ketiga wanita itu. Terlihat seorang wanita sedang duduk begitu tenang membelakanginya. Rambutnya lurus panjang membuat Raga teringat akan seseorang. Raga mendekat untuk memastikan maksud apa ia dibawa ke kantin oleh para gadis itu.
"Hay Ga!" Ken menyapa. Ia membalikkan badannya membuat Raga tertegun aneh.
"Lo. Ngapain lo di sini? Siapa yang manggil gue?"
"Gue yang manggil lo. Silakan duduk. Bi, tolong menu best sellernya dua ya," teriak Ken pada Bibi pelayan kantin.
Kennia memang selalu begitu. Tindakannya tak bisa ditebak, namun alasan sudah bisa ditebak.
"Ada maksud apa lo panggil gue?" tanya Raga datar. Sebenarnya, begitu malas baginya untuk menimpali Ken. Menurut Raga, Ken adalah orang yang terlalu sensitif. Dari cara dia berbicara dengan Nellsa waktu itu, Raga sudah bisa menilainya.
Kennia terdiam dengan senyum tipis di wajahnya. Dua porsi menu best seller telah datang.
"Ayo dimakan!"
"Maksudnya apa ini?" Raga terdiam datar. Dahinya mengerut heran dengan apa yang Kennia lakukan.
"Gue cuma mau berterima kasih sama lo, karena waktu itu lo nolong gue."
"Oh, soal itu. Bukan apa-apa. Kenapa lo harus ngelakuin ini ke gue?" Raga melirik sepiring makanan dihadapannya. Ia tahu, itu adalah bentuk terima kasih dari Kennia. Tapi sebenarnya, Raga tak menyukai cara gadis itu berterima kasih.
"Ini salah satu bentuk ucapan terima kasih gue. Lo gak mau makan?"
Raga menghela napasnya perlahan. Karena tak ingin membuang-buang makanan dan juga kesempatan gratisnya, tanpa ragu Raga mulai memakan sepiring makanan best seller yang Ken pesankan saat itu. Beberapa menit, proses makan ia selesaikan secepat mungkin. Bahkan ketika Ken hanya memegang garfunya sambil menatapi Raga makan dengan tersenyum.
"Gue selesai. Makasih buat makanannya, gue cabut."
"Tunggu. Lo ... lo cepet banget makannya? Gue bahkan belum makan satu sendok pun."
Raga terdiam menatapi Ken dengan datar. Sungguh, ia tak pernah tahu maksud Kennia terhadapnya.
"Kenapa? Dari tadi juga lo cuma liatin muka gue doang."
Ucapan Raga membuat Ken tertegun. Mata Ken memencar salah tingkah. Ia bingung untuk menghentikan Raga pergi. Dalam hati Ken, ia ingin sekali berlama-lama menatap Raga karena dirinya sendiri memang merindukan Dio juga sejak lama.
"Lo gak mau nomor gue? Laki-laki lain iri sama lo, karena bisa diajak makan sama gue tau gak."
Sikap sombong Kennia, lagi-lagi hadir. Itu hal lumrah yang selalu nampak dalam diri Ken.
"Apa? Nomor? Maksud lo, nomor HP?" Raga tersenyum tipis ketika Ken tak segan untuk bertanya tentang hal itu pada lelaki.
"Gue minta maaf. Gue baru kenal lo. Gue gak butuhin nomor lo sekarang."
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER 20 DAYS
General FictionPerjalanan Nellsa ke Belanda untuk melakukan observasi, malah membuatnya dejavu akan cinta masa lalunya ketika bertemu dengan Raga. Raga, pria asal Rotterdam itu membuat Nellsa harus merasakan kilas balik perasaan cintanya karena kemiripan wajah Rag...