13 // Kenangan

1.3K 93 5
                                    

Raga pergi ke rumah saat dimana ia tinggal dulu bersama keluarganya. Setelah lama tak pulang, kini ia begitu merindukan Bandung termasuk rumah yang ia diami di masa kecilnya.


"Kenapa ibu gak jual rumah ini? Rumah ini keliatannya masih baik-baik aja." Raga bergumam dengan terus melangkah menuju depan pintu rumah masa lalunya.

Rumah itu sebenarnya masih termasuk wilayah komplek perumahan. Dimana rumah-rumah itu berdesain sama. Namun, sudah berpuluh tahun berlalu, Raga masih mengenalinya.

Kaki Raga dengan ragu menuju depan pintu rumah itu. Namun, ia terkejut ketika ada seseorang yang keluar dari sana. Ia memasang wajah bingung menatapi orang itu. Terlihat sebuah tas belanja yang ia soren. Sudah ditebak kalau wanita itu hendak pergi ke pasar. Namun langkahnya terhenti karena ada Raga.

"Kamu ... tunggu deh, kamu ini ... Raga bukan?" Ia menegaskan kedua matanya menatap Raga.

"Ibu ... ibu siapa?"

"Nak Raga?" Ucapan Ibu paruh baya itu membuat Raga semakin bingung. Beliau bahkan mengenalnya walaupun Raga sebelumnya mengira bahwa rumah itu telah dikosongkan sejak lama oleh keluarganya.

"Kamu nak Raga bukan?"

Raga diajak masuk oleh Ibu paruh baya itu. Ia hanya mengikuti untuk bisa mendapatkan informasi kenapa orang itu bisa mengenalnya dengan akrab.

"Kenalkan, saya Bu Mirna. Saya teman Ibu kamu. Dulu, waktu Ibu kamu memutuskan untuk menetap di Belanda, dia sempat berpesan pada saya untuk menetap di rumah ini. Saya memang gak punya rumah saat itu. Sayancuma ngontrak di sana-sini. Tapi Ibu kamu udah baik, mau menyewakan rumah ini tanpa imbalan apapun pada saya. Tolong sampaikan terima kasih saya sama Ibu kamu nak. Apa dia juga ada di sini? Di mana dia?"

"Kenapa Ibu gak pernah cerita sama saya, terus kenapa Bu Mirna bisa kenal saya?"

"Dulu, Ibu kamu banyak cerita tentang kamu. Saya kenal karena melihat foto kamu pakai sebelah anting di telinga kiri kamu. Ibu kamu bilang, 'jika suatu saat anak saya ke rumah ini, dia itu adalah Raga. Dia punya sebelah anting di telinga kirinya. Aku sengaja memakaikannya supaya dia mudah dikenal orang' kurang lebih Ibu kamu bicara seperti itu. Eh iya, kamu mau minum apa?"

"Gak usah repot-repot Bu. Oh iya Bu, apa saya boleh melihat-lihat rumah ini lagi? Saya kangen sama rumah ini."

Terlihat ekspresi menahan rindu dari wajah Raga. Beberapa kenangan masa kecilnya sungguh ia rindukan di rumah itu. Karena terlalu bahagia, rasanya hampir membuatnya malah berbalik untuk sedih.

"Oh silakan nak. Ibu gak pernah mengubah apapun dari rumah ini. Hanya ada perubahan sedikit saja di bagian ruang keluarga."

Raga melihat ruang kamarnya yang dahulu pernah ia tempati. Sungguh, kenangan itu mulai datang lagi. Ia melihat seisi ruangan yang memang tak ada perubahan yang signifikan.

"Bu Mirna benar-benar jaga rumah ini. Kamar gue gak ada sedikit pun perubahan," gumamnya.

Raga melirik beberapa hiasan dinding. Terlihat sebuah lukisan pemandangan hamparan lautan yang begitu biru. Lukisan itu terus ditatapnya sampai tak sadar matanya mulai berkaca setelah tak mengedipkan mata selama beberapa detik.

"Lukisan ini ... Bu Mirna ternyata gak buang ini."

Raga menepis segala kesedihannya karena mengenang masa lalu. Ia kemudian keluar dan pamit pada Bu Mirna.

AFTER 20 DAYSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang