Kampus kembali beraktifitas setelah beberapa hari ada event dan seluruh mahasiswa diliburkan. Nellsa melewati koridor dengan langkah datarnya ditemani Kian. Ia mulai bisa tersenyum lagi setelah hari itu. Di balik itu semua, Raga terus memperhatikannya dari balik tiang kampus, dengan tatapan kosong mengarah ke gadis bernama Nellsa. Ada seorang yang menepuk pundaknya dari belakang.
"Erick!"
"Apa kabar? Lama ya kita gak ketemu. Ikut gue yuk." Erick merangkul Raga dengan paksa tanpa Raga sempat menerima ajakannya atau pun menolak.
Erick membawa Raga ke sebuah cafè. Telihat banyak orang yang ramai berkumpul, bahkan Diko juga ada di dalam sana. Hal itu membuat Raga bingung sendiri.
"Woy, gue dateng!" Erick menyapa beberapa orang.
"Jadi dia saudara kembarnya Dio? Serius? Gue pikir dia Dio," ucap Bimo rekan kelas Dio waktu SMA.
Erick bahkan memberitahu semua teman kelasnya waktu di SMA atas kejadian yang menimpa Dio dan keluarganya. Mereka pun hari itu perdana bertemu dengan kembaran Dio. Wajah mereka tercengang kaget karena paras Raga tak beda sedikit pun dengan teman mereka.
"Gila, gue hampir pikir kalau dia Dio." Beberapa orang memberi argumennya.
"Bro, kami gak tau soal Dio. Tiba-tiba aja dia menghilang dari kita. Dan Diko sama Erick udah ceritain semua sama kita. Kita semua turut berduka cita atas Dio," ucap Erwin menundukkan kepalanya sejenak.
Raga menganggukkan kepalanya beberapa kali.
"Terima kasih banyak. Terima kasih banyak karena kalian udah udah peduli sama Dio," ucap Raga pada semua teman Dio di sana.
"Rencananya mereka semua mau ke pusara Dio. Lo bisa kan antar mereka?" tanya Diko.
Raga terdiam kaku. Matanya masih menyurang dengan aneh.
"Sorry, gue hari ini ada kelas. Kayaknya, gue gak bisa antar kalian. Gue cabut dulu." Raga lantas pergi meninggalkan cafe. Ia begitu saja menolak permintaan Diko saat itu. Raga merasa, ia tak sanggup mengajak mereka ke pusara sang kakak. Semuanya, membuat Raga akan teringat dengan luka masalalu lagi.
Semua orang tertegun kaget melihat sikap Raga.
"Sorry guys. Gue bawa dia ke sini secara paksa soalnya. Gue gak tau apa dia sibuk atau nggak. Gue akan urus ini." Erick terlihat cemas. Ia hendak menyusul Raga, namun Diko menahannya.
"Rick, lo temenin mereka duluan ke sana. Biar Raga, gue yang urus." Diko melangkah pergi menyusul pria bernama Raga.
Raga membawa mobilnya menuju kampus Yuniar. Sampai di sana, ia lantas pergi ke lantai 3 untuk mengikuti kelasnya. Dengan buku yang kucal, juga topi hitam ditaruh di atas meja miliknya. Ia pun tak lupa untuk mengeluarkan ipad miliknya. Raga memeriksa beberapa tugas yang sempat pending karena persoalan mereka.
Diko sedang berlari setelah memarkirkan motornya di parkiran kampus. Ia memasuki lift dan menekan tombol angka 3 untuk bisa sampai ke lantai yang ia tuju. Sampai di sana, masuk lah Diko secara tiba-tiba ke dalam kelas Raga. Raga tertegun kaget melihatnya. Kelas belum dimulai saat itu. Diko kemudian terduduk di salah satu kursi kosong di depan meja yang Raga tempati dengan santai.
"Kenapa lo ngehindar dari kita?"
"Gak seharusnya gue ada di antara kalian. Gue orang asing." Raga mulai memasang earphone di telinganya. Ia pun menjawab santai pertanyaan Diko.
Belum lama Raga mendengar lagu yang keluar dari earphonenya, Diko lantas mencabut earphone itu secara paksa dari telinga Raga.
"Orang asing kata lo? Oke. Kenalin, gue Diko, mahasiswa jurusan Management kampus Yuniar. Dan lo?" Diko lantas berdiri menyodorkan tangan kanannya pada Raga. Diko bahkan ingin memulai semuanya dari awal untuk bisa berteman dengan Raga, dan menghilangkan masalalu juga rasa penasaran yang pernah hinggap dalam dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER 20 DAYS
General FictionPerjalanan Nellsa ke Belanda untuk melakukan observasi, malah membuatnya dejavu akan cinta masa lalunya ketika bertemu dengan Raga. Raga, pria asal Rotterdam itu membuat Nellsa harus merasakan kilas balik perasaan cintanya karena kemiripan wajah Rag...