Nellsa masih menangis di kamarnya. Ia menatap surat yang ditulisnya lima tahun yang lalu, terbalaskan secara mengenaskan. Sungguh, hatinya begitu sakit sampai ia tak bisa merasakan apa-apa lagi saat itu. Ia terus menggenggam surat yang telah menjadi usang dengan terus terisak mengingat Dio yang ia tahu saat ini telah tiada.
Sementara, Kian pun masih terhanyut dalam sendu karena peristiwa itu. Ia sedih karena kepergian Dio yang baru ia ketahui beberapa tahun kemudian disaat semua orang sedang menunggunya. Di sisi lain, Kian teringat akan perasaan sahabatnya. Ia tak tahu lagi, jika ia berada di posisi Nellsa saat ini.
"Pasti Nellsa sakit banget rasanya."
Lembaran foto ditatap lama oleh Erick di kamarnya. Monitor laptopnya menyala menampakkan sosok Dio yang tengah tertawa lebar. Erick mulai menjatuhkan sedikit demi sedikit air mata yang tadinya menggenang.
"Kenapa lo pergi kayak gini Yo? Lo anggap apa gue selama ini?" Ia mulai menangis tersedu, karena walaupun seorang lekaki, Erick adalah teman yang paling lemah perasa yang Dio miliki.
Hembusan angin menerpa wajah tampan dari seorang Diko. Ia melamun sendu. Matanya memicing fokus pada kekosongan. Seluruh ingatannya bersama Dio kembali lagi malam itu. Di sisi lain, dia pun merasa tersakiti karena kebohongan yang Raga buat dengan sangat sempurna. Bahkan pertemuan mereka di Rotterdam serasa sudah direncanakan oleh Raga. Tapi, bagaimana bisa mereka bertemu dengan Raga di negara yang bahkan baru pertama kali mereka datangi? Hal itu terus menjadi bahan pikiran Diko.
"Ternyata singkatan R itu adalah Ruga. Sekolah dulu dia gak pernah bilang arti dari R." Matanya meicing ke arah bulan purnama. Tangannya masih setia di dalam saku celananya.
••
Bangun pagi, kemarin adalah mimpi bagi Nellsa yang memang harus dia lupakan secepatnya. Nellsa kuliah seperti biasa. Dengan wajah datar, Nellsa menyusuri koridor kampus dan melangkah dengan cukup tenang. Sampai di kelas, Nellsa hanya banyak terdiam tanpa kata. Kian memperhatikannya lama.
"Sa, lo gak apa-apa?" Kian canggung bertanya.
"Emangnya ada apa sama gue Ki?" Nellsa senyum manis membuat Kian semakin cemas. Karena Kian tahu, Nellsa pasti tengah menyembunyikan kesedihannya.
"Mungkin ini waktunya Nellsa bisa ikhlasin Dio. Gue gak usah banyak tanya keadaannya untuk saat ini," batin Kian.
Erick dan Diko berjalan mencari Raga. Mereka melihat Raga sedang melamun di taman kampus sendirian. Duduknya sangat sempurna. Namun sedari tadi yang mereka lihat adalah kesenduan di wajahnya. Diko dan Erick menghampiri.
"Gue butuh bicara." Ucapan Diko seketika memecah lamunan Raga.
Raga mengikutinya, dengan tas hitam disoren di pundak kanannya, Raga mulai melangkah mengikuti Diko berjalan. Sampai di kantin, Raga lantas duduk dengan tenang."Karena lo mulai semuanya dengan kebohongan. Untuk saat ini, gue lagi baik dan tolong lo jujur apapun tentang Dio, sekarang." Diko masih tertekan karena peristiwa itu. Wajahnya pun masih sendu terlihat. Kekesalannya pada Raga pun belum sepenuhnya padam. Namun, ia harus menyelesaikan masalah itu dengan kepala dingin. Semua ini demi kebenaran dari Dio sendiri yang harus ia tahu.
"Kami lahir di waktu yang berbeda, di hari yang sama. Kami akur satu sama lain. Ayah gue suruh kami pindah ke Belanda buat belajar. Dio menolak, dia lebih memilih tinggal di sini. Sejak saat itu, dengan sumringah gue ninggalin dia. Entah apa yang gue rasa saat itu, takdir mungkin lagi berusaha misahin kita. Gue terima tawaran Ayah gue dan gue sekolah di sana juga kuliah di sana. Sendirian."
Raga melanjutkan, "Dio orangnya agak tertutup, walaupun dia pintar gaul sama orang. Diamnya dia,termasuk sama adiknya sendiri. Dia gak pernah ngeluh apapun, ataupun curhat soal perasaanya. Sampe akhirnya dia mengatakan perasaannya sama gue. Dia bilang dia suka sama seseorang. Dia menyebut nama Nellsa. Dia kasih surat yang entah apa ke gue dan ceritain semuanya. Dia terserang Leukimia, saat dia mulai menginjak kelas 10 SMA dan lebih sakitnya gue gak pernah tau tentang itu," tambah Raga.
"Waktu main bola dulu, Dio pernah pingsan karena kecapekan," sahut Erick.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER 20 DAYS
General FictionPerjalanan Nellsa ke Belanda untuk melakukan observasi, malah membuatnya dejavu akan cinta masa lalunya ketika bertemu dengan Raga. Raga, pria asal Rotterdam itu membuat Nellsa harus merasakan kilas balik perasaan cintanya karena kemiripan wajah Rag...