Pagi kembali. Hari itu, Nellsa pergi dengan Kian membeli buah tangan atau oleh-oleh untuk dibawa ke tanah air nanti. Mereka pergi ke Markthal, Rotterdam. Markthal sering disebut pasarnya Rotterdam. Terdapat banyak jajanan khas dan juga benda menarik lainnya di sana.
"Jangan beli itu, gak akan guna Ki." Nellsa menahan tangan Kian yang hendak membeli sebuah boneka.
"Ya tapi kan gue suka Sa, ih lo kenapa larang-larang gue?" Ucapan Kian membuat Nellsa terkekeh.
"Boneka mah di Indo juga banyak."
"Heh cita rasanya itu beda tau."
Beberapa bag buah tangan sudah mereka beli. Selesai mencari buah tangan, Nellsa dan Kian hendak mencari tempat makan yang enak. Ya, berjalan berdua dengan Kian sama saja berjalan dengan amplop kosong. Ia selalu berasalan untuk bisa menghemat setiap uangnya jika sudah bersama Nellsa.
"Yah Sa, uang gue kayaknya kurang deh. Gue bawa uang pas soalnya," ucap Kian seraya melihat isi dompetnya.
"Ya elah, gue tau kan lo mau pinjem uang dari gue. Untung aja gue bawa lebih. Dompet ini isinya cuma uang, sebenarnya yang lain gue tinggal di loker." Nellsa hendak merogoh uang di dompetnya.
Nellsa lupa bahwa ia bukan sedang berada di mall. Mereka juga lupa kalau mereka tengah berdiri di sisi jalan di luar halaman pasar. Kian sendiri sedang asyik menatapi belanjaannya yang dirasa sudah sangat puas. Sementara, Nellsa yang sedang merogoh uang, dengan sepersekian detik dompetnya ditarik oleh orang berpakaian hitam yang melesat begitu cepat membawa dompet Nellsa. Ya, mereka dijambret saat uang sisa belanja penolong untuk pulang, malah diringkus oleh pencopet.
"He ... heh .. dompet gueeeeeee!"
"Maling, copet, jambret!" teriak Kian begitu panik.
"Kian ini Rotterdam, mereka mana ngerti ih." Nellsa meringis tak rela. Wajahnya sudah pucat karena takut. Bahkan orang-orang di sana tak ada yang memperdulikan mereka walau kata 'help' sudah mereka teriakan begitu keras.
"Gimana ini, dompet gue," gumam Nellsa panik.
"Gimana kita naik taksi Sa? Gue udah gak punya uang." Kian menghela napasnya pasrah.
"Kita minta bantuan siapa kira-kira? Gak ada polisi di sini, kita jalan aja ke sana."
Mereka duduk di kursi taman. Semua orang bingung menatap mereka karena membawa penuh goodie bag di tangan mereka dan terluntang-lantung tak tahu arah.
"Aduh lama-ama gini, gue jadi gembel Rotterdam deh." Kian mengeluh.
"Sabar, gue mau telpon kak Diko atau lainnya dulu."
"Yah, gue nelpon kak pembimbing gak diangkat lagi, gimana ini?" Kian merasa panik setelah panggilannya tak diangkat oleh siapapun.
Di keheningan mereka, ada seorang pengamen jalan sedang memetik sebuah gitarnya. Di sekelilingnya, terlihat berdiri beberapa orang untuk menonton pertunjukannya. Nellsa memperhatikannya sambil melamun. Ia berusaha untuk sabar menunggu kabar dari Diko dan lainnya yang tak kunjung mengangkat telepon mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER 20 DAYS
General FictionPerjalanan Nellsa ke Belanda untuk melakukan observasi, malah membuatnya dejavu akan cinta masa lalunya ketika bertemu dengan Raga. Raga, pria asal Rotterdam itu membuat Nellsa harus merasakan kilas balik perasaan cintanya karena kemiripan wajah Rag...