15 // Baju Putih

1.4K 97 4
                                    

Cuaca mendung di Bandung membuat gerimis mulai turun. Raga pergi ke kampus. Jaket hitam dikenakannya tidak lantas ia lepas dan memakainya sampai ke dalam kelas.


"Hai Dan!"

"Heh, bukannya di luar hujan ya? Lo gak basah?"

"Belum sampai deras, gue udah sampe kelas untungnya."

Raga mulai membuka jaket hitamnya. Para gadis berdecak kagum walau hanya melihat Raga membuka jaketnya kala itu.

"Ah, gue iri sama lo. Kenapa semua cewek di sini meleleh liat lo." Aldan sinis meliriknya.

"Kemeja putih? Lo mau interview kerja?" Aldan terkekeh ketika penampilan Raga layaknya orang akan mengikuti interview kerja di hari pertama.

"Gue lagi pengin aja pake kemeja putih. Lo keberatan emang?"

"Mau kemeja apapun, semuanya cocok kok di badan kamu Raga. Kamu tetap handsome," ucap seorang gadis teman kelasnya.

"Thanks." Raga membalasanya dengan senyuman tampan.

Aldan hanya menatap jengah peristiwa itu. Kedengkian dirinya ketika Raga datang, membuat wajahnya tertampar oleh ketampanan Raga. Namun lebih dari itu, ia senang mengenal Raga.

Jam pertama selesai. Raga pergi ke kantin bersama teman barunya itu, Aldan. Kebetulan di sana ada Nellsa, Kian, Diko juga Erick yang terlihat tengah berkumpul seperti biasa. Terlihat Raga sedang memesan makanan dan dibawa makanan itu ke salah satu meja kosong.

"Raga!" panggil Erick seraya melambaikan tangannya.

"Dia bukannya yang sok kenal sama lo ya bro? Yang salah nyebut nama lo itu?" Aldan berbisik di telinga Raga.

"Sini join," teriak Erick.

Nellsa terdiam seraya memakan sebuah mie di piringnya. Raga dan Aldan menghampiri mereka. Diko terkejut menatap Raga dari ujung kaki sampai kepalanya. Bahkan Raga terlihat berbeda karena sebelumnya ia lebih dominan untuk memakai baju dengan warna gelap, kali ini kemeja kasual berwarna putih dipilihnya sebagai pakaian ke kampus.

"Apaan ini? Kemaja putih? Tumben banget lo. Gue jadi inget sama Dio, iya kan gengs?" tanya Erick membuat Nellsa dan lainnya menoleh pada Raga. Mereka tertegun diam tanpa menimpali ucapan Erick saat itu. Semua canggung ketika Erick membicarakan Dio di hadapan mereka semua.

Fokus Nellsa terhenti saat melirik Raga berdiri tegap di depannya.

"Aneh. Gue hampir gak bisa bedain dia sama Dio. Kalau penampilannya begini. Dia bener-bener keliatan kayak si Dio," batin Diko menatapi heran Raga di sana.

"Hey! Duduk lah, berdiri aja, lo mau upacara?" Diko tersenyum ramah menyapanya sambil mengejek.

Kian terus memperhatikan Raga dengan mulut yang penuh akan makanan. Matanya terus fokus dengan dahinya yang mengerut menatap aneh Raga yang menghampiri mereka.

"Ada yang salah?" Raga terlihat heran karena semua mata melirik aneh menatapnya.

"Ke mana anting lo?" Kian mengejek halus. Karena Kian merasa aneh kalau ada pria yang mengenakkan anting sekali pun ia untuk fashionnya.

"Gue simpan. Gue pake kalau gue lagi mau."

Kian menganggukan kepalanya beberapa kali. Sementara, Nellsa diam-diam melirik laki-laki berwajah visual itu. Sebenarnya, Nellsa akui Raga sedikit berbeda dari sebelumnya. Ya, ia sedikit lebih tampan dengan kemeja itu. Dan lagi-lagi Nellsa pun teringat akan masa SMA-nya. Raga sesekali membuatnya risih hanya karena kemiripan wajahnya membuat Nellsa selalu mengingat masalalu. Raga menyadari lirikan Nellsa beberapa kali. Ia menarik senyum karena hal itu.

AFTER 20 DAYSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang