21 // Who Are You?

1.2K 87 3
                                    

"Melihatnya, otakku mulai berpikir sekeras batu. Siapa dia? Berani menyentuhku, menolongku, membuatku terpaku di hadapannya. Iya, dia orang asing, kenapa harus aku kenal dengan orang asing? Dia datang lalu pergi, lalu datang dengan topeng barunya. Di mana kamu?"
Diary Nellsa.

-0-

Punggung laki-laki itu bahkan terasa dekat walau sebenarnya mulai menjauh. Mata Nellsa sedikit berkaca teringat bahwa Raga yang memang menolongnya di tengah lapangan.

"Bahkan dari sekian banyak orang, kenapa harus dia yang nolong gue?"

Keluar dari rumah sakit, Nellsa dirangkul oleh Kian untuk pulang. Dihadapannya sudah berdiri, seorang gadis cantik berambut panjang terurai. Tatapannya sungguh tajam sampai rasanya sangat menusuk. Berdiri dengan tubuh yang indah layaknya model profesional.

"Ken, ngapain lo di sini?" Kian mulai kesal.

"Gue udah bilang dari lima tahun yang lalu, bahwa lo itu bukan tandingan gue, cupu!"

"Heh Ken, Nellsa lagi sakit itu gara-gara lo. Lo sengaja banget mukul ke arah kepalanya, main curang!"

"Heh, lo gak bisa apa-apa dan ngomong kayak gitu depan gue? Please, ngaca!"

"Pertandingan ditunda gara-gara lo yang lebay itu. Gue tunggu lo di next match." Itu ucapan terakhir Kennia sebelum ia melangkah pergi setelah membuang waktu untuk mengejek Nellsa.

Belum sempat Kennia melangkah jauh, terdengar laki-laki memanggil Nellsa dan Kian menghentikan langkah gadis yang dipanggil Ken itu.

"Biar gue yang antar Nellsa." Raga terlihat terengah setelah berlari karena baru selesai mengikuti kelasnya.

Kennia Ardita lantas menoleh ke arah suara itu. Betapa terkejutnya Kennia. Pupil matanya mulai melebar melihat sosok laki-laki di depannya.

"Kak .... Dio!" ucapnya dengan terbata-bata. Matanya masih melebar heran.

Nellsa juga Kian menatap sinis Ken yang tengah terkejut. Raga menatap Kennia begitu bingung. Gadis asing yang dilihatnya pun menyebutnya dengan nama orang lain. Ya, betapa banyak yang mengenal Dio di lingkungan kampus. Dio pasti bukan orang sembarangan, pikirnya.

"Kak Dio!" Kennia berucap berkali-kali.

Sementara, Nellsa dan Kian mulai menatapnya sinis sambil menghela napasnya jengkel.

"Ken, dia bukan Dio." Nellsa berusaha meyakinkan Ken.

"Heh, dia bukan Dio. Dia cuma mirip tau." Kian ikut serta.

"Ngomong apa sih kalian? Kak Dio kuliah di sini? Kenapa gak ngabarin Ken?"

Kennia dengan pedenya menyapa Raga dengan sebutan Dio. Ia pun terus tersenyum bertemu dengan Raga kali itu.

"Kenalin, gue Raga Alvanio. Gue pindahan dari Rotterdam. Maaf kalau bikin lo kaget, karena mereka panggil gue juga kayak gitu sebelumnya." Raga tersenyum merasa tak enak. Namun, ia sudah tahu alasan kenapa ia selalu dipanggil seperti itu oleh siapapun orang yang merasa kenald dengan Dio, sahabat mereka.

"Apa? Mirip? Ini apa-apaan sih? Rotterdam?" Kennia kebingungan atas pernyataan Raga.

Sementara, Nellsa dan Kian pun melangkah untuk pulang. Raga pun ikut mengejar mereka dan meninggalkan Kennia yang tertegun bingung level dewa di sana.

"Tunggu. Gue aja yang antar kalian. Diko bilang tadi masih ada kelas."

"Gak apa-apa, gak usah. Nanti juga supirnya Nellsa jemput," tukas Kian menimpali ucapan Raga.

"Kian benar." Nellsa memperkuat ucapan Kian.

"Tapi ... supir lo selalu telat. Sementara, gue yakin lo masih pusing kan? Jadi, ayo ikut mobil gue. Gue gak punya apapun. Gue cuma mau bantu teman."

Setelah berpikir dua kali, Kian dan Nellsa pun akhirnya ikut tumpangan yang Raga ajukan pada mereka.

Di dalam mobil ketika dalam perjalanan, suasana begitu hening karena Kian pun tak ada topik pembahasan saat itu.

"Gadis itu siapa?" tanya Raga yang sedang fokus menyetir.

Kian dan Nellsa pun saling melirik satu sama lain atas pertanyaan yang Raga ajukan pada mereka perihal Kennia.

"Oh. Dia itu Kennia. Saingan tenis Nellsa dari SMA, juga ... saingan cintanya," sahut Kian membuat Nellsa seketika menggubris perkataan Kian.

"Huss, jangan sembarangan lo Ki," bisik Nellsa cemas.

"Ups, sorry."

Raga terdiam mendengar perkataan Kian. Ia pun sempat melihat wajah tertunduknya Nellsa lewat cermin.

"Saingan cinta? Kayaknya gue wajib tau tentang gadis itu," batin Raga.

Sampai di rumah Nellsa, mereka mulai turun dari mobil kepunyaan Raga. Terasa begitu nyaman bagi Nellsa, karena ia merasa sudah mengenalnya lama, namun kenyataannya, mereka adalah asing.

"Raga, sekali lagi makasih. Lo udah banyak bantu gue." Nellsa canggung sambil tersenyum.

"Emm kayaknya gue butuh imbalan deh."

"Apa? Imbalan?"

Kian terkekeh geli melihat drama di antara mereka berdua.

"Jam 10 besok, di kantin kampus. Gue minta lo bayarin satu porsi makanan gue ya."

"Cuma sepiring nasi lo gak akan keberatan kan Sa?" bisik Kian dengan senyum.

"Eh iya gue ikut sama lo boleh gak? Rumah gue gak jauh dari sini, gue nebeng ya?"

"Hey, kok lo gak punya malu sih Ki?"

"Raga bukan orang asing. Dia baik kok, gak mungkin culik gue."

"Lagian, siapa yang nyulik lo coba. Orang juga gak mau kali," tukas Nellsa mengejek.

"Enak aja. Gini-gini juga gue jadi incaran cowok tau gak?"

"Siapa?" tanya Nellsa.

"Di dalam mimpi gue sih, hehe."

Nellsa kemudian tersenyum atas tingkah laku Kian. Mereka pun akhirnya pergi.

Ditengah perjalanan menuju rumah Kian, Raga mengambil kesempatan ini untuk mencari buah-buah informasi. Raga menanyakan perihal sosok Kennia pada Kian. Tak merasa curiga dengan perbuatan Raga, Kian hanya menjawab apa yang ditanyakannya.

"Oh Ken, dia itu temen kita sejak SMA. Dia lumayan tajir, cantik, banyak yang suka dari kami SMA. Dia primadona sekolah juga kampus saat ini. Tapi kami gak pernah kenal akrab sama dia karena dia emang ngeselin. Dia pilih-pilih teman dan paling benci sama Nellsa."

"Benci? Why?"

"Karena Nellsa suka sama Dio. Dio itu salah satu gebetan Kennia dari SMA. Dia suka banget sama si Dio. Saat denger Nellsa suka Dio, dia pernah labrak Nellsa dulu."

"Apa? Labrak Nellsa? Sampe segitunya?"

"Iya gue serius. Gue gak pernah tau Dio itu orang macam apa deh. Dia baik sama semua perempuan, maka dari itu Kennia ngejar-ngejar dia terus. Tapi, selama gue SMA, gue gak pernah dengr Dio punya pacar atau suka sama seseorang gitu. Emang aneh banget itu cowok. Kehidupannya tertutup tapi dia banyak disukain cewek."

Sampai di penghujung jalan, pembicaraan mereka terhenti.

"Raga, makasih ya. Lo pulang hati-hati, bye."

Raga terdiam beberapa saat setelah Kian masuk ke rumahnya. Ia lantas tancap gas untuk pergi pulang. Di tengah perjalanan, Raga terus tersenyum karena informasi dari Kian membuatnya mengerti dan sedikit terhibur oleh drama mereka dulu di SMA.

"Jadi begitu ceritanya. Jujur, masa SMA di sini beda banget sama di Rotterdam."

AFTER 20 DAYSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang