Pernah suatu ketika aku bertanya pada seorang teman,
"Apa yang bisa diharapkan dari jatuhnya buliran hujan?"
Dia menjawab,
"Membawa kenangan."
Awalnya aku berpikir mengapa manusia senang dibawa oleh kenangan?
Yang nyatanya hal itu tidak dapat terulang dan hanya sebatas bayangan dalam benak yang justru menimbulkan sesak.Maksudku, bila hal itu sepantasnya layak dilupakan, mengapa harus tetap disimpan dalam ingatan?
Tapi pada akhirnya, bagai menjilat ludah yang telah dibuang, aku sendiri hanyut oleh dalamnya kenangan yang pernah kubuat bersama seseorang.
Dia yang kutemui di lini masa pada bulan pertama ketika bumi sudah begitu petang.Semalam Semarang hujan, dan suara sumbangnya bagai kembali terngiang di sudut-sudut kamar.
Luka lama yang nyatanya masih basah, seperti dikoyak kembali dengan begitu kasar.Dan entah apa rencana Tuhan yang akan dilakukan, bertepatan dengan hujan, kekasih barunya mengirimiku sebuah pesan.
Mengatakan bahwa ia suka rasa yang kutuangkan dalam tulisan, tanpa mengetahui fakta kalau bersama kekasihnya itu aku pernah mengukir kenangan.Aku yang terlalu lemah untuk mengakui, memilih menangis semalaman berteman sepi.
Dan dengan adanya luka itu, lahirlah sudah tulisan ini.Sekarang di sini ku hanya bisa melihatnya bahagia bersama lain wanita,
mengikhlaskan bahwa bukan lagi namaku yang terpasang di statusnya.Lantas, aku mengakhiri percakapan panjangku bersama kekasih barunya tadi malam, dengan mengirim pesan,
"Langgeng terus kalian."
— Nabilah Azhar,
Aku harap kamu mengerti betapa tersiksanya aku mengikhlaskan.
#sajakrasacokelat
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara Semesta
PoetrySetiap moment yang kupikir Bisa didokumentasi oleh seisi langit Namun akhirnya tidak ada seorang, sesuatu Yang mampu menuliskan cerita kita dengan benar Bahkan aku sekalipun Nyatanya semuanya terasa salah dimatamu. -888