[Maukah Kau Mencintaiku Sambil Menonton Dunia yang Terbakar?]
Kita terlahir pada zaman yang membunuh anak-anak di Afrika. Lalu kita bertemu saat seorang perempuan sedang diperkosa suaminya. Tapi sekarang aku hanya ingin menuju matamu. Aku tidak ingin menangisi orang tertindas di dalam matamu.
Aku ingin membawamu kabur dari masa lalu dan berita-berita buruk. Seluruh hutan di Kalimantan akan dibabat perusahaan sawit. Iya. Ikan-ikan di laut akan mati karena sampah plastik. Warga desa akan dipenjara karena proyek investor dan pemerintah. Iya. Jangan menangis. Kau ada di dalam mataku.
Maukah kau mencintaiku sambil menonton dunia yang terbakar? Nanti kita bisa membaca Nizar Qabbani, Pablo Neruda, dan Joko Pinurbo. Nanti kita juga bisa mendoakan jiwa korban genosida yang dilakukan orang-orang tua dulu. Besok kelompok intoleran akan merusak tempat ibadah. Nanti kita bisa bela mereka yang dilemahkan.
Sekarang janganlah menangis. Peluk tubuhku. Kita pulang saja ke kos-kosan kumuhku. Besok kita cari kerja di pemerintahan, lalu bayar utang kepada lintah darat. Seadanya dulu, karena bos kita masih suka korupsi. Besok malam kita makan mie instan saja.
Besok juga janganlah menangis. Peluk tubuhku. Kita hadapi depresi bersama, sambil menonton dunia yang terbakar. Kita hadapi melankolia bersama, sambil berpelukan dalam mimpi yang indah.
— Helmi Aziz Muhammad
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara Semesta
PoetrySetiap moment yang kupikir Bisa didokumentasi oleh seisi langit Namun akhirnya tidak ada seorang, sesuatu Yang mampu menuliskan cerita kita dengan benar Bahkan aku sekalipun Nyatanya semuanya terasa salah dimatamu. -888