Pada setiap pulang, ada rindu yang berusaha direda. Meski sebenarnya, ia tidak pernah benar-benar lenyap, karena pada setiap temu justru ada rindu yang akan terus bertumbuh. Tanpa henti, tanpa tapi. Tidak mengampuni insan seperti kita yang terpisah jarak ratusan kilometer dan punya kesempatan bertemu yang sedikit. Seolah tertawa jahat pada malam-malam di mana rindu lah yang mengamuk, pada badai-badai ego ingin bertemu yang bekecamuk.
Pada setiap pulang, ada serpihan hati yang dititipkan kepadamu. Berharap kamu bisa menjaganya dengan baik dan tidak hilang ditelan kenyataan. Kadang serpihan ini fana hingga kamu bahkan tidak percaya ia ada. Padahal pada setiap jengkalnya ada harapan dan mimpi yang dibangun dan hanya diberikan pada satu ruang. Menjadikannya bertempu pada satu poros, yang akan hancur jika porosnya keluar orbit. Kita melakukannya dengan sadar dan senang hati, seperti anak-anak yang bermain hujan sore-sore padahal tahu jika pulang akan dimarahi ibu di rumah dan dipaksa mandi.
Pada setiap pulang, ada pulang lagi yang diharapkan. Menjadikan menyayangimu sangat candu, yang obatnya hanya bertemu. Yang tiada musnah sampai mataku bertemu matamu, sampai senyumku mencumbu sukmamu, sampai hangatnya pelukmu merasuk dalam sampai mengakar, menjulang. Otakku penuh dengan cerita-cerita tentangmu, yang diksinya adalah yang terbaik dan termanis, yang akan kamu campakkan kemudian jika kamu membacanya.
Pada setiap pulang, ada ego yang harus diredam — yang dengan halus menggoda agar kamu tidak usah pergi. Yang kemudian menuntut padamu seluruh ruangmu hanya jadi milikku, menafikan konsep berbagi dan menghargai ruang yang aku agungkan. Meruntuhkan seluruh wibawa dan dewasa yang aku proyeksikan. Memecah topeng-topeng yang biasa dipakai untuk tertawa. Yang akhirnya malah dikubur dalam, dalam sekali, sampai kita lupa bahwa kita sedang pura-pura.
Pada setiap pulang, akan ku janjikan bahwa seluruh semestaku akan ku berikan padamu dan ku jadikan segenggam tangan saja agar mudah kamu bawa. Yang tentu boleh saja kamu simpan dan tidak kamu kembalikan. Karena padamu lah aku akan pulang — hari ini, besok, sampai kapanpun. Doaku berantai menyuarakan dan meminta kebaikan-kebaikan tercurah kepadamu, sama seperti rasaku yang melulu berseru. Semoga semesta menjagamu dengan kebaikannya.
— Kh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara Semesta
PoetrySetiap moment yang kupikir Bisa didokumentasi oleh seisi langit Namun akhirnya tidak ada seorang, sesuatu Yang mampu menuliskan cerita kita dengan benar Bahkan aku sekalipun Nyatanya semuanya terasa salah dimatamu. -888