Bab 8 | Si Most Wanted ke-2

1.1K 65 3
                                    

"dih sansay-sansay main tinggal aja." Fida mendaratkan bokongnya di kursi sampingku diikuti Raina, sepupuku itu  memanggil Bang Mamat untuk memesan dua mangkuk bakso yang dibalas anggukan kepala oleh si empunya.

"iya nih baper ya karena ngeliat Brian sama si Kakak Kelas centil itu?" Raina bersuara diikuti anggukan kepala dari Fida.

"iya nih dia baper gara-gara itu tadi." Fida menganggukkan kepalanya beberapa kali, membenarkan perkataan Raina.

Aku mendengus kesal melihat mereka yang tiada hentinya membicarakan aku, Brian dan kak Medina.

'gak ada kerjaan lain apa selain ngomongin orang?' cibirku dalam hati.

"udah deh gak usah ngomongin orang, dosa tau. Mending lo berdua makan aja tuh bakso, biar mulutnya gak ngomong terus kayak jalan rel kereta api yang gak ada ujungnya sama kayak omongan kalian yang ngaco itu." ucapku saat melihat bang Mamat membawa nampan berisi tiga mangkuk bakso pesanan kami.

"ini pesenannya neng." ucap Bang Mamat seraya meletakan tiga mangkuk bakso itu di meja kami.

"iya Bang, eh sama pesen es teh manisnya tiga ya bang?"

"siap neng ditunggu ya."

Kami menganggukan kepala kami tanda mengatakan iya kepada Bang Mamat.

"oh ternyata lo orang? gue kira lo anaknya mbak kunti." ucap Fida santai seraya memasukan kecap, saos dan sambal kedalam mangkuk baksonya.

"eh ngaco aja kalau ngomong." Kesalku.

"udah-udah, kalo makan tuh gak baik ribut gini lebih baik berantem." Nah imi si Raina malah tambah ngaco.

Aku menutup mulutku rapat-rapat, malas menghadapi teman-temanku yang agak aneh ini dan memilih menuangkan sambal yang banyak kedalam mangkuk baksoku lalu melahapnya dengan tak sabaran mengabaikan rasa pedas yang telah membanjiri lidahku.

"ih efek baper jadi kayak gitu ya? gak sayang lo sama perut lo entar sakit diare tau rasa." Peringat Raina sambil menatapku ngeri ketika aku yang makan dengan lahap, padahal mangkuk baksoku sudah penuh dengan sambal karena tadi aku memasukkan sambalnya cukup banyak. Aku tak menggubris ucapan Raina dan memilih melanjutkan makanku.

"nih neng es teh manisnya." Bang mamat meletakkan tiga gelas es teh manis diatas meja kami.

"makasih ya Bang."

"iya neng sama-sama, saya pergi dulu." pamit bang Mamat.

Kami hanya menganggukan kepala.

"biarin aja, nanti kan dia yang kena batunya karena gak dengerin ucapan kita." ucap Fida santai setelah itu menyuapkan bakso berukuran lumayan besar ke dalam mulutnya.

"uhuk...uhuk.." Fida terbatuk.

"tuh kualat lo doain yang gak bene.r" ejekku ketika melihat Fida tersedak.

"ish siapa yang ngedoain, itukan faktanya." ucap Fida

"iya bener itu." Timpal Raina membenarkan ucapan Fida.

"ish Raina, lo kan sepupu gue. kok li malah ngebelain Fida sih?" Aku tak terima saat Raina membenarkan ucapan Fida.

"bukannya gitu, inikan demi kebaikan lo juga. Gak baik loh makan-makanan pedas yang terlalu berlebihan." sanggah Raina.

"iya, kita bilang gini karena kita itu sayang sama lo, nanti kalo lo sakit siapa yang sedih? kami jugakan." Fida mencoba membuatku mengerti bahwa memakan-makanan pedas secara berlebihan itu kurang baik bagi kesehatan.

"iya iya maafin gue ya? nanti enggak lagi deh gue tambahin sambelnya yang banyak, tapi ini udah kejadian juga kan? mubazir kalo gak dimakan." Aku menatap sayang kearah mangkuk baksoku yang penuh dengan sambal.

Young MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang