Bab 17 | Hari Pernikahan (2)

1.7K 77 2
                                    

Setelah sampai dibawah, Ibu menuntunku kearah Brian yang terlihat tampan. Ah tidak, lebih tepatnya sangat tampan dengan jas putih dan peci putihnya. Aku yang melihatnya tak berkedip memandangi ciptaan tuhan seindah dirinya, dia juga memandangku tak berkedip hingga membuatku salah tingkah. Sebenarnya ada apa dengan kami ini? Dia mendekat kearahku tak melepaskan pandangannya dariku, aku menundukan kepalaku malu bercampur deg-degan.

Setelah dia sudah ada didepanku, aku langsung mengambil tangannya dan mencium punggung tangannya agak lama dan setelah itu melepaskan tangannya dengan cepat. Tetapi langsung ditahan ketika sang fotografer ingin memotret momen ini, akupun dengan terpaksa menempelkan punggung tangannya kearah bibirku kembali. Dia menundukan wajahnya kearah wajahku, akupun dengan refleks menutup mataku. Aku merasakan benda kenyal dan dingin mendarat sempurna dikeningku, aku tersentak kaget lalu membuka mata ternyata dia mencium keningku dengan lama.

'ya allah jantung gue.'

"selow aja jangan gugup." bisiknya tepat disamping telingaku membuatku tiba-tiba merinding lalu mendongakkan kepalaku melihat tepat di bola matanya dia tersenyum tipis, aku hanya menganggukan kepala dan kembali menunduk.

Setelah itu kami bertukaran cincin dengan aku yang masih menunduk malu, suara riuh tepuk tangan membuatku kembali mendongakkan kepala. Lagi-lagi dia tersenyum tipis sangat tipis lalu menggandeng tanganku menuju atas pelaminan yang langsung aku tepis.

Dia mengernyit bingung.

"E-ehmm, g-gue b-bisa jalan sendiri k-kok." lalu meninggalkannnya berjalan terlebih dahulu keatas pelaminan.

'ya allah kenapa bisa jadi gugup begini.'

Aku mendudukan diriku dikursi pelaminan diikuti dirinya yang duduk disampingku, saat ada tamu datang untuk menyalami dan memberikan selamat kami langsung berdiri tak lupa memasang senyum pura-pura bahagia. Kami hanya mengundang saudara dan kerabat terdekat saja dan tak lupa para tetangga sehingga jumlah tamu undangan tak terlalu banyak tetapi tetap saja ini hal yang melelahkan. Raina dan Fida menghampiri kami lalu memelukku.

"selamat ya Syil semoga langgeng sampai maut memisahkan dan segera diberikan momongan ya."

Aku memelototkan mataku kearah Fida saat mendengar doanya yang terakhir, ngaco banget sih kalo ngomong masih SMA juga udah mikir momongan. Dia tak memerdulikanku lalu menyalami tangan Brian diikuti Raina.

"tolong jagain ya sahabat gue, jangan sampai dia sakit hati kalo sampai itu terjadi kami gak akan tinggal diam ya kan Rai?"

"iya karena Syila itu sepupu kesayangan gue, jadi dijaga baik-baik ya jangan sampai lecet sedikitpun."

"Lo kira gue barang apa, pake lecet-lecet segala." protesku.

"iya lo itu barang berharga untuk kami berdua." Aku mendengus sebal.

"dasar sahabat dan sepupu aneh." gerutuku.

"Lo ngomong apa tadi Syil?"

"eh enggak."

"iya kalian tenang aja gue pasti jagain Syila." ucap Brian singkat dengan wajah datarnya.

"oke deh sekali lagi selamat ya Brian dan Syila, kami mau pamit dulu oh iya ini kado dari gue."

Fida menyerahkan sebuah kotak berwarna merah tua dan Raina menyerahkan kotak kado berwarna biru muda yang aku terima dengan perasaan senang.

"eh kok buru-buru sih?"

"lagi ada urusan mendadak nih kalo gak ada juga gak akan gue pulang cepat sebelum menghabiskan makanan disini, kapan lagi coba gue bisa makan gratis." ucap Fida lalu menyengir kuda.

Young MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang