Setelah melaksanakan shalat dzuhur aku dan Raina menuruni anak tangga menuju ruang makan yang sudah ada Tante Rani yang telah menunggu kami.
"kok lama turunnya?" tanya tante Rani ketika kami telah mendudukan diri di kursi.
"tadi kami rebahan sebentar Mah, soalnya cape." jawab Raina dengan tangan kanan yang menyendokan secentong nasi kedalam piringnya.
"ya udah sekarang ayo makan dulu yang banyak ya." kata Tante Rani.
Kami menganggukan kepala lalu mulai memakan makan siang kami, ponselku berdering menandakan ada panggilan masuk. Kulihat nama Ibu yang terpampang di layar berukuran persegi lima itu, kugeser tombol berwarna merah karena aku sedang tidak ingin bicara saat emosiku belum stabil. Aku takutnya akan terbawa emosi dan malah berbicara kasar kepada Ibuku, lebih baik aku menghindari.
"kok gak diangkat?" tanya Tante Rani.
"eh gak apa-apa Tan" jawabku.
"memangnya tadi siapa yang menelfonmu?" tanyanya lagi.
Belum sempat aku menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Tante Rani, ponsel milik Tante Rani berbunyi menandakan ada panggilan masuk.
"sebentar ya." ucap Tante Rani lalu mengangkat telfonnya.
"APA!!?" aku dan Raina mengalihkan pandangan kami kearah Tante Rani yang terlihat panik.
Kenapa Tante Rani terlihat panik seperti itu? Siapa yang sedang menelfonnya?
"iya Mbak kami segera kesana sekarang, iya Syila ada disini kok Mbak." aku mengernyit bingung ketika nama ku dibawa-bawa begitu pula Raina.
"ya udah ya mbak, iya waalaikumsalam."
"ada ap-.." belum sempat aku dan Raina mengajukan pertanyaan Tante Rani langsung memotongnya dengan cepat ia berkata.
"Ayah kamu masuk Rumah Sakit." ucap Tante Rani yang membuatku terduduk lemas.
"e-emangngya A-ayah s-sakit a-apa T-Tan?" tanyaku terbata-bata sungguh aku sangat takut jika ayah sampai kenapa-kenapa.
"Tante juga gak tauz lebih baik kita segera kerumah sakit sekarang." jawab Tante Rani.
Kamipun bergegas memasuki mobil yang dikemudikan oleh Mas Reza menuju rumah sakit dimana Ayah dirawat.
* * *
Setelah sampai di area parkir rumah sakit, aku, Rania dan Tante Rani segera turun dari mobil lalu berlari menyusuri lorong-lorong rumah sakit menuju kamar dimana Ayahku berada. Kamar nomor 130, dari jauh aku melihat sudah ada Brian dan sepasang suami istri paruh baya yang aku taksirkan seumuran dengan Ayah dan Ibu. Setelah menyadari sesuatu aku mengernyitkan dahi bingung.
'kenapa Brian ada didepan kamar inap Ayah?' batinku bertanya-tanya .
Aku menolehkan wajahku kearah Rania yang juga sedang memasang wajah bingung, aku pun menggerakan kepalaku kearah Brian tanda bertanya. 'kenapa dia bisa ada sisitu?' dan Raina hanya mengedikkan bahunya tanda tak tau. Aku pun tak ambil pusing jika Brian ada disini yang terpenting sekarang aku harus melihat keadaan Ayah, setelah sampai didepan kamar dimana Ayah dirawat, kulihat pintu kamar terbuka dan terlihatlah Ibu dengan wajah sembabnya.
Aku langsung menghampiri Ibu dan memeluknya. "Ibu, Ayah sakit apa?" tanyaku lirih.
Ibu membalas pelukanku dengan erat sambil sesekali mengecup puncak kepalaku dengan sayang, setelah lama berpelukan Ibu melepaskan pelukannya.
"Ayah ingin bertemu denganmu." ucap Ibu.
Aku hanya menganggukkan kepalaku lalu memasuki kamar inap Ayah diikuti oleh yang lainnya, kulihat Ayah tengah terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit dengan wajahnya yang terlihat pucat tak seperti waktu aku akan beenagkat sekolah pagi tadi. Aku menghela nafas pelan melihat keadaan Ayah, tak sadar pipiku terasa basah karena tetesan air mata yang semakin deras membanjiri pipiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Young Marriage
RomanceSejak SMP Arsyilla sangat menyukai Brian atau lebih tepatnya rasanya telah berubah menjadi cinta karena hingga mereka menginjak bangku SMA perasaan Syilla sama sekali tidak pudar malah bertambah setiap harinya, mereka menjadi dekat karena Brian pern...