Bagian 5 | πέντε

551 83 18
                                    


I hate to look into those eyes
And see and ounce of pain

🐾🐾🐾

"Kalian lari lapangan lima kali, setelah itu baru masuk kelas. Jangan lupa mengisi buku keterlambatan." Begitulah kata pak guru yang masuk telinga kanan Jisoo dan keluar di telinga kiri.

Seperti biasanya, rutinitas pagi Jisoo ialah lari sehat, terkadang berubah menjadi jalan sehat. Bahkan jika Jisoo malas, ia cukup jalanin saja, yang penting yakin.

"Go Jisoo, go Jisoo go!"

"Jisoo fighting!"

"Gambatene Jisoo-ya!"

Sorakan dari ujung koridor, membangkitkan kobaran semangat Jisoo. Ia termotivasi untuk secepatnya menyelesaikan tugas negara yang telah di bebankan padanya, dan segera kembali ke habitat aslinya.

Dugh, Jisoo jatuh tersungkur. Dadanya kebas, lututnya lecet, tangannya perih. Ia meringis.

Berfikir ia bertabrakan dengan pangeran tampan, tanpa pikir panjang ia langsung bangkit, "lo gak papa?"

Lihat betapa anehnya Jisoo, ia yang di tabrak, ia yang jatuh, dan dia juga yang menanyakan keadaan orang lain.

"Saya baik, maaf." Ujar cowok itu. "Apakah kamu sakit?"

"Tidak, saya tidak." Guman Jisoo. Harapannya bertemu pangeran tampan musnah, berganti dengan sesosok bapak pemberi titah lari pada Jisoo dan kawanan terlambatnya. "Mari pak, saya lari dulu. Takut kalo lapangannya juga ikut lari."

"Oh iya," nampaknya pak guru tidak memperhatikan lutut Jisoo yang cidera. Segera pak guru berlalu. Nampaknya lagi, ia tergesa-gesa menuju salah satu ruang kelas.

Nasib, anak cantik. Sekalinya jatuh yang di lihat malah muka, lihat lutut gue kek pak!

Sambil tertatih Jisoo berusaha mencapai koridor. Ia tidak merasakan sakit, hanya perih saja. Ia juga tidak menangis, hanya air matanya keluar saja. Dan akhirnya mencapai koridor, ia langsung terduduk di situ.

"Nih minum, habis itu kita ke UKS."

Tiba-tiba ada minuman tersodor kearah Jisoo. Jisoo mendongak, ingin melihat siapa malaikatnya kali ini. Ia pun tersenyum, "Wihhhh, makasih Taeyong. Lo emang yang terbaik deh,"


🐾🐾🐾

"Taeyong PR lo udah selesai semua?"

"Taeyong, pinjem bahasa Inggris."

"Taeyong, pinjem bolpen"

Baru di ambang pintu kelas, Taeyong sudah di berondong pertanyaan dari temannya. Sungguh laknat temannya itu, ia mendecih. "Yang lo bawa ke sekolah itu, apaan dah Yut?"

"Baju olahraga," Yuta tertawa melihat reaksi Taeyong. "Ehm, tas, power bank, buku, apa lagi ya. Gue lupa"

"Lo gak lupa bawa otak lo kan?"

"Ya gak lah." Yuta meringis, "Tapi masih mogok, mungkin belum di panasi. Jadi untuk pemanasan, mana buku bahasa Inggris lo!" Tandas Yuta.

Taeyong mendesah, pasrah ia menghadapi Yuta. Tingkat keanehan Yuta terkadang begitu aneh. "Cepetan elah Yut, buru dah kelapangan."

Ya, hari ini jam pertama kelas Taeyong ialah penjaskes. Ia sudah siap di pinggir lapangan, pemanasan dengan Johnny, Doyoung, Taeil, juga Jaehyun bermain futsal.

Tepat saat bel berbunyi, tepat saat itulah Taeyong melihat Jisoo. Sedang dihukum Jisoo rupanya. Ia sesekali hanya mengamati Jisoo dari jauh, sambil sesekali fokus pada permainan futsalnya.

Selembar HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang