Fera POV
Saat ini aku sedang menyusuri koridor sekolah untuk menuju kelas.
"Fer, lo udah putus sama Fanda?" tanya salah satu murid ketika aku hendak menaiki tangga.
Ya, memang hubungan Fanda dan aku sudah diketahui di sekolah. Alasannya karena Fanda adalah ketua basket di sekolah dan aku adalah salah satu anggota band di sekolahnya.
"Kok lo nanya gitu? Emang kenapa?" tanyaku bingung.
"Gak apa - apa sih, tadi gue liat Fanda sama temen lo itu." ucap murid itu. Aku semakin bingung, siapa temanku yang dimaksud orang ini.
"Temen gue? Siapa?"
"Itu.. Hmmm.. Oh iya, Nayla!"
'Nayla? Sahabat dekatku? Apa orang ini tidak salah lihat?' batinku.
"Oh gitu, makasih ya infonya." ucapku dengan tersenyum walaupun hatiku menolak. Aku pun kembali berjalan menuju kelas dengan perasaan yang sudah berantakan.
"Ferr! Lo harus tau!" teriak temanku, Dania namanya.
"Hm."
"Tadi sebelum lo dateng, si Fanda nyamperin Nayla. Gue kira dia mau nyari lo kayak biasa, tapi dugaan gue salah. Dia nyamperin Nayla." ucapnya heboh.
Terimakasih Tuhan, karena hari ini perasaanku benar - benar hancur karena dua orang. Yaitu teman dan kekasihku.
Bel masuk pun berbunyi. Nayla masuk ke dalam kelas terlambat.
"Kok tumben telat masuk? Padahal tadi pas gue dateng, tas lo udah ada." tanyaku.
"Gue tadi nemenin Agim dulu ke fotocopy." jawabnya santai seraya mengeluarkan buku dari dalam tasnya.
Ketika guru sedang menerangkan pelajaran, tiba-tiba Fanda datang.
"Mau manggil Fera, Bu." ucapnya.
Dengan sangat terpaksa aku keluar kelas dan menemui Fanda.
"Kenapa?" tanyaku.
Fanda menyodorkan dua cokelat dengan tersenyum manis.
"Gue gak mau." tolakku.
"Kenapa?" tanya Fanda bingung.
"Ini kan cokelat kesukaan kamu." lanjutnya.
"Lo cuma mau ngasih ini? Buang-buang waktu gue tau gak. Gue masuk dulu." ucapku dan segera meninggalkan Fanda yang masih bingung karena sikapku.
Ketika jam istirahat, aku memilih pergi ke kantin bersama Dania.
"Kenapa gak sama Fanda?" tanya Dania.
"Cari topik yang lain deh, gue males ngomongin dia." jawabku.
Ketika sedang asyik mengobrol, pandanganku teralih pada sepasang manusia yang sedang tertawa. Fanda dan Nayla. Ingin sekali rasanya aku menangis saat ini.
"Gue tau apa yang lo liat, Fer. Kita ke kelas aja yuk." ajak Dania dan aku menyetujuinya.
Sesampainya di kelas, aku benar-benar sudah tidak kuat untuk menahan air mata. Alhasil aku pergi ke toilet untuk menangis. Menangis tanpa ada yang tahu.
Entah sudah berapa kali Dania pergi ke toilet untuk memastikan aku baik-baik saja. Sampai akhirnya bel pulang berbunyi.
"Lo nangis berapa jam, Fer? Mata lo udah kayak di tonjokin orang tau gak." ucap Dania seraya memberikan tasku. Lagi-lagi aku hanya menunjukkan senyum yang kupaksakan.
Dania memberi masker kepadaku.
"Mata gue nutupin nya gimana, Dan." ucapku.
"Lo kan pake kacamata."
"Kacamata gue kan bening, pasti keliatan."
"Yaudah pasrah aja. Yuk ah keluar, suka banget lo di toilet."
Kami pun akhirnya keluar dari kamar mandi, tentu dengan aku yang menunduk. Karena banyak murid-murid yang belum pulang, melihat bingung ke arahku.
"Lo pulang sama siapa?" tanya Dania.
"Gue suruh sepupu gue, buat jemput gue." jawabku.
"Yaudah gue pulang duluan ya, hati-hati."
Kaila Dugong.
Fera : Jemput gue kek
Kaila : Lah bego banget lo, gue kan gak bisa naik motor.
Kaila : gue suruh Dio aja ya buat jemput lo?
Kaila : Dio otw.
Fera : Sayang kalian.
Ketika sedang menunggu Dio datang, aku melihat Fanda yang sedang bercanda bersama Nayla di dekat parkiran. Harusnya aku yang berada di posisi Nayla saat ini, bercanda bersama Fanda sebelum menaiki motor Hitam milik Fanda.
"Woi." teriak Dio tepat di telingaku. Karena terkejut aku pun mencubit lengan Dio.
"Dari tadi gue panggil juga! Lo lagi ngeliatin apaan sih?" tanya Dio seraya mencari objek yang kulihat.
"Harus gue samperin." ucap Dio namun segera aku tahan.
"Biarin aja." ucapku.
"Tapi lo gak bisa diem terus kayak gini, Fer! Gue kasian sama hati lo yang pura-pura gak ada apa-apa terus."
"CEPET ANTERIN GUE PULANG ATAU KAILA GAK BOLEH KETEMU SAMA LO SEMINGGU." ancamku yang mampu membuat Dio menurutinya.
"Assalamualaikummm!!" teriakku dengan wajah ceria yang aku buat - buat.
Karena aku tahu jika Kaila sangat benci, di mana aku harus menunjukkan wajah bahagia yang palsu seperti ini.
"Gak usah sok bahagia kalo hati lo lagi berantakan, bego!" amuknya
Benar dugaanku, Kaila tentu marah.
"Sok tau lo, gue emang bahagia kali." ucapku.
"Badan gede tapi otak lo gak ada! Walaupun lo pake kacamata, gue juga bisa liat kalo mata lo sembab. Lo kira gue buta?!" balas Kaila.
"Si Fanda bangsat itu gak jemput lo? Percuma dia kemaren udah meluk - meluk lo." lanjutnya dengan nada kesal.
"Lo masih muda, jangan marah-marah mulu. Nanti kulit lo keriputan baru tau rasa." balasku.
"Bacot lo!"
-----
HAIIII!!
JANGAN LUPA TINGGALIN JEJAK YA GUYSSS HUHAH!!!
THANK YOU, SEE YOU BABAY❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold Girl
Teen FictionNamanya Aghasa Bhimasema, biasa dipanggil Dio. Bingung kan? nama dengan nama panggilannya tidak nyambung sama sekali. Memang aneh, sama seperti orang nya. Ia anak paskibra yang tampan, menurutku. Aku, Kaila Sherly Sifabella atau bisa dipanggil Kai...