Sebenarnya hari ini aku sangat malas masuk sekolah, tidak tahu kenapa. Ketika aku mau memasuki kelas, tanganku di tahan oleh Nanda.
"Jangan pegang pegang, belum muhrim." ucapku.
"Gue tau lo pasti males masuk kan? Mending bolos, yang lain udah ada di foto copy bawah." jelas Nanda.
"Pak Asep udah liat gue, pak Ujang, sama pak Udin juga udah liat gue." ucapku.
"Gak usah takut, takut kok sama penjaga sekolah. Takut mah sama Tuhan. Udah ah ayo cepet." ucap Nanda seraya menarik tanganku menuju gerbang.
"Mau kemana Kaila? Lima menit lagi masuk. " ucap pak Asep.
"Aduh pak, kita mau ke fotocopy, ada tugas yang mau di print." Ucap Nanda panik.
"Iya pak, bapak tau kan tugas kelas tiga itu sangat penting Pak." imbuhku.
"Ya udah sana."
Dengan cepat kami menuju foto copy yang dimaksud Nanda. Sesampainya di foto copy yang berada di bawah sekolah, semua sudah ada di sana, dengan memakai jaket untuk menutup bet sekolah.
"Lo pada aman, lah gue gak pake jak---" Dika melemparkan jaket warna abu kepadaku.
"Gak usah banyak bacot, jangan lupa besok kembaliinnya di cuci pake kembang tujuh rupa."
"Lo kira gue najis?" cibirku.
"Nah itu lo sadar diri."
"Gak usah berantem deh, cepet pake sebelum banyak yang liat." lerai Nanda.
Kami semua pun menuju base camp yang selalu membuat nyaman dengan banyaknya makanan dan juga yang selalu membuat kami lupa akan pulang adalah wifi gratis. Yaitu rumah Nanda.
"Kalo ada kakak lo gimana Nan?" tanyaku.
"Santai aja, Kakak gue dua-duanya kuliah. Mamah gue lagi ada acara, Papah gue lagi kerja di luar kota." jawab Nanda dengan santai.
Sesampainya di rumah Nanda, kami semua tidak benar-benar membolos, melainkan mengerjakan tugas. Jadi jika ibu Nanda pulang, kami ada alasan.
"Anak kelas tujuh ada yang ngajak gue ribut, biasa lah namanya juga anak baru menetas gayanya sok banget." ucap Fina.
"Kenapa gak lo turutin? Kan kita bisa ngetawain mereka. Ratol kok dilawan." jawab Ucup.
Mengapa banyak sekali adik kelas terutama perempuan, yang tidak suka ketika kami -Ratol- sedang berkumpul? Karena kebanyakan dari mereka menyukai teman lelakiku. Yaitu Dika, Ucup, Rizal, dan Rasya. Sudah jelas karena tidak ada temanku yang jelek.
Dan mereka juga membenciku, ketika aku dekat dengan Akmal, padahal mereka tidak tahu bahwa sebenarnya Aku dan Akmal adalah sahabat sejak Sekolah Dasar.
"Terus lo Kai, masih disindir sama adik kelas yang sok itu?" tanya Lala kepadaku. Aku menggeleng.
"Gue gak peduliin mereka, toh gue juga gak hidup buat mereka." jawabku santai.
"Lo itu kebanyakan bilang gak peduli Kai, sedangkan lo tau kalau hati lo itu butuh bantuan." ujar Dika kesal dengan menekan kata 'gak peduli' .
"Denger Kai, gak selamanya hati lo nerima apa aja yang orang bilang sama lo. Gue tau lo juga nangis diem-diem, bahkan kak Fera sama Dio pasti gak tau masalah lo selama di sekolah. Mereka tau? Gak Kai. Karena lo terlalu biarin hati lo sakit sendiri. Bahkan lo aja gak mau kalo kita bantu." lanjutnya.
"Nih Kai. Banyak coretan tentang lo dan Ratol di kamar mandi. Kalau yang Ratol mungkin kita masih bisa ngatasin bareng-bareng, dan itu juga kita udah capek banget sama hujatan mereka. Gimana sama lo Kai? Lo ngadepin itu sendirian, gue tau lo gak bakal bisa. Tapi lo selalu nunjukin seakan lo itu bisa sendiri tanpa butuh campur tangan orang lain yang peduli sama lo." tambah Nanda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold Girl
Teen FictionNamanya Aghasa Bhimasema, biasa dipanggil Dio. Bingung kan? nama dengan nama panggilannya tidak nyambung sama sekali. Memang aneh, sama seperti orang nya. Ia anak paskibra yang tampan, menurutku. Aku, Kaila Sherly Sifabella atau bisa dipanggil Kai...