Pengumuman kelulusan sudah empat hari yang lalu, namun aku harus berberat hati karena nilaiku tidak cukup untuk masuk ke sekolah Negeri.
Lalu ibu mendaftarkanku ke salah satu sekolah swasta yang cukup terkenal dengan fasilitasnya di kota-ku.
"Mah, aku gak mau masuk situ. Muridnya banyak banget tau, terus sekolahnya gede banget, gimana kalau nanti aku salah masuk kelas?" protesku.
"Terus kamu mau Mamah kirim ke Bandung buat sekolah di sana, terus tinggal sama kakak sepupu kamu sampai kuliah. Mau?" dengan cepat aku menggeleng.
Mana mungkin aku menerimanya, jauh dari keluarga. Terlebih harus berhubungan jarak jauh dengan Dio.
"Kalau sama Fera, Kaila mau." jawabku.
"Fera itu udah kelas tiga. Nanggung kalau pindah." ucap ibuku. Dengan terpaksa aku menerima bersekolah di tempat yang ibu pilih.
-------
Hari ini aku mengikuti MOS, yaitu Masa Orientasi Siswa. Perkenalan dengan lingkungan sekolah baru memang tidak mudah, terlebih di sekolahku ini yang besarnya melebihi sekolah lain. Tempat ini juga memiliki danau yang mengelilingi sekolah.
"Mampus lo, entar lo dikerjain sama kakak osis yang di sana." ucap Fera menakutiku.
"Gak bakal." jawabku ketus.
Hari pertama MOS membuat bokongku keram setiap saat, karena harus duduk selama empat jam. Kegiatan materi dilaksanakan di Gor sekolah tersebut. Ada sekitar tiga ribu murid baru, mulai dari SMP SMA dan SMK.
Aku masuk di kontingen delapan belas. Aku tidak mempunyai teman berbicara di hari pertama dan kedua MOS, dan di hari ketiga barulah aku mendapatkan teman. Namanya Mariam.
Setelah tiga hari MOS di hari keempat, kami diberitahu kelas, letak kelas yang akan kami gunakan, dan mengetahui siapa wali kelas baruku.
Aku memilih kelas sosial. Kenapa? Karena menurutku, otakku tidak akan sanggup jika harus terus-menerus dihadapkan dengan pelajaran yang berhubungan dengan angka.
"Eh gue duduk di sini ya?" ucapku seraya menjinjing sepatuku.
"Iya boleh." Jawab murid perempuan yang tingginya sebahuku dan berambut panjang. Fika namanya.
"Anak-anak kita salah masuk kelas, harusnya kita di kelas sebelah." ucap wali kelasku. Semua murid berhamburan keluar kelas.
Aku duduk dikursi paling belakang, karena Fika lebih memilih bergabung besama laki-laki. Mungkin dia lebih nyaman seperti itu.
"Sstt.. Sini duduk sama gue." ucap seorang perempuan tiba-tiba.
"Hah? Gue?" tanyaku bingung seraya menunjuk dirimu sendiri.
Murid perempuan berhijab itu mengangguk. "Nama lo siapa?" tanyanya.
"Gue Kaila. Lo siapa?"
"Gue Farda." jawabnya dengan logat Jawa yang sangat kental.
Aku bukan tipikal orang yang mudah berbaur dengan orang baru, katanya wajahku ini selalu saja jutek. Padahal aku sudah berusaha menunjukan wajah yang sangat manis.
DIO AGHASA.
Dio : Pulangnya mau aku jemput gak?
Kaila : Kan kamu hari ini ada demo eskul paskibra Yo.
Kaila : Gak usah deh, aku dijemput Fera.
Dio : Yaudah hati-hati, Nanti kabarin aku kalau udah pulang. Habis selesai ini aku ke sana.
Dio : Matanya ditutup kalau liat Kakak cowok osisnya. Kalau bisa, anak osisnya cewek cantik mintain Id line nya buat aku.
Kaila : O.
Ketika murid sudah diperbolehkan untuk pulang, aku segera berlari ke arah Fera berada. Karena Si macan itu sejak tadi sudah meneleponku untuk segera cepat pulang karena cuaca yang sangat panas.
'Alay banget, padahal dia juga salah satu anggota paskibra.' batinku.
"Lama lo. Gue udah gosong di sini! Jangan-jangan lo nyari cowok dulu ya?" tuduhnya.
"Ngomong mulu lo. Belom aja gue kasih lahar neraka." Fera terkekeh lalu segera menyalakan mesin motor dan bergegas pulang.
Kami pun akhirnya sampai di pelataran rumah.
"ASIK AKHIRNYA SEORANG DIO MEMPUNYAI PACAR PEREMPUAN MEMAKAI ROK ABU!" Aku melempar kaus kaki yang baru saja kubuka ke arah wajah Dio.
"Kamu buta warna apa gimana? Aku kan pake rok krem sama baju batik hitam. Gak ada warna abu - abunya sama sekali dari apa yang aku pakai hari ini!" balasku. Dio tersenyum jahil.
"Aku bukan buta warna, tapi buta cinta kamu. Kamu terlalu indah buat aku liat, jadi mata aku buta kalau liat kamu." godanya.
"YAAKK BAPER KAN KAMUU." lanjutnya.
"Idih siapa juga yang baper sama gumpelan kentut kayak kamu, gak ada kerjaan. Mending juga liat Manu Rios." jawabku kesal seraya berjalan menuju sofa.
"Manu Rios mah gak ada apa-apanya dibanding aku. Belum tentu dia setia sama perempuan, kayak aku." balasnya.
"Emang kamu setia?"
"Iya. Sampai maut yang misahin kita, Aku janji kok."
"Alah kalau mau berduaan mending di luar aja sana, kuping gue pan---" Dio menyumpal mulut Fera dengan tissue yang ia ambil di atas meja makan.
"Sukurin! Bekas ingus gue tuh." Dio tertawa puas melihat ekspresi Fera yang langsung mengeluarkan tisu itu dari mulutnya.
"Gimana hari ini jadi anak SMA?" tanya Fera seraya membuka toples yang berisikan kue.
"Biasa aja." jawabku.
"Biasa aja? Kalau besok?"
"Kan besok gue belum ngerasain apa-apa. Yang jelas hari ini Wali kelas gue itu ngeselin banget. Kan abis dari masjid kita semua langsung ditunjukin ke kelasnya masing-masing. Pas udah nyampe di kelas, gue lagi fokus pake sepatu. Eh taunya salah kelas, gue terpaksa deh keluar kelas sambil pakai sepatu sebelah. Malu-maluin banget kan!" jelasku.
"Hari pertama aja lo udah kayak gitu, gue yakin deh hari berikutnya sama sialnya kayak hari ini." Fera tertawa puas.
"Ada perempuan cantik gak di sana?" sambar Dio.
Aku tersenyum jahil. "Gak ada. Yang ada ketua osis yang gantengnya melebihi kamu. Dia tinggi, senyuman nya mani---" Dio menutup mulutku dengan tangannya.
"Gak usah dilanjut." ucapnya dingin.
"Kamu yang mulai." Aku menepis tangan Dio yang menutupi mulutku.
"Maksud aku. Perempuan cantik di sana itu kamu. Perempuan manapun, yang aku bilang cantik pasti Mamahku sama kamu doang." jawabnya.
"Semua laki-laki bilang yang sama kayak gitu. Tapi ujung-ujungnya ngeliat yang wow dikit, langsung deh matanya cepet." Aku merubah posisi dudukku bersebelahan dengan Fera.
"Yang cantik wajahnya, belum tentu juga cantik hatinya. Contohnya kayak kakak sepupu kamu itu yang ada di sebelah kamu. wajahnya cantik, senyumnya apalagi, tapi hatinya.." Dio menggantung ucapannya.
"Galak. Kayak campuran macan, harimau, serigala, ibu tiri, sama ibu kos." aku tertawa puas, sementara Fera membulatkan matanya lalu segera memukuli Dio.
--------
HALLOOO!!!
JANGAN LUPA TINGGALIN JEJAK YA GUYS!
THANK YOU, BUBAY❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold Girl
Teen FictionNamanya Aghasa Bhimasema, biasa dipanggil Dio. Bingung kan? nama dengan nama panggilannya tidak nyambung sama sekali. Memang aneh, sama seperti orang nya. Ia anak paskibra yang tampan, menurutku. Aku, Kaila Sherly Sifabella atau bisa dipanggil Kai...