Chapter 10

18 0 0
                                    

"Kok Rendy lama banget sih?" tanya Anna pada Tommy.

"Ya mana ku tau, Dek... Samperin gih! Pura-pura bikin kopi atau apalah..." ujar Tommy.

Anna menekan tombol hold pada IP Phone-nya. Beranjak dari duduknya dan melangkah cepat menuju tempat di mana Vera dan Rendy berada. Suara sepatu ­high heels yang digunakan Anna sampai mengeluarkan lantunan suara langkah kaki yang keras. Dengan napas yang tak beraturan, Anna membuka pintu pantry dan mendapatkan Rendy sedang menyuapi Vera makan siang dengan manjanya.

"Nah, habis deh makannya." ucap Rendy kepada Vera.

"Iya... Hehehehehe... Makasih ya, Mas..." ujar Vera seraya merangkul tangan kanan Rendy.

"..."

Anna yang melihat seakan-akan pura-pura tak melihat. Dia mengambil cangkir dan menyeduh kopi pada sebuah coffee machine yang terletak di samping meja makan. Lalu, terjadilah kejadian yang tak menyenangkan di depan mata Anna.

*CUP!*

Tiba-tiba saja, Vera melayangkan sebuah ciuman yang berhasil mendarat di pipi Rendy. Rendy yang mengalami kejadian tersebut sontak terkejut dengan perlakuan Vera kepadanya. Apa lagi, Vera melakukannya di depan seorang perempuan yang sampai saat ini masih menyimpan rasa kepada Rendy.

"Makasih ya, Mas... Udah mau nyuapin dan ngehibur aku." ujar Vera.

"Eh, kamu apa-apaan sih, Ver... Jangan gini ah kalau di kantor." ujar Rendy.

*BRAK!*

Terdengar suara pintu yang dibanting dari dalam pantry. Anna yang baru saja keluar dari tempat tersebut tak bisa menahan emosinya. Dia berjalan dengan cepat menuju meja kerjanya dengan rasa marah dan napas yang tak beraturan. Tommy yang melihat kejadian itu hanya bisa tertawa kecil.

"Nih kopinya, Bang!" Anna menaruh cangkir berisi kopi ke atas meja Tommy dengan emosi.

"Alamak! Tumpah ini, sayang..." ujar Tommy yang terkejut.

"Tadi yang nyuruh gue ke pantry ngambilin kopi siapa! Gak usah protes!" bentak Anna.

"Astaga... Iya, maaf dek.. Maaf... Hehehehe..."

****

"Anna, gimana kerjaan kamu hari ini?"

"Alhamdulillah, lancar. Mas Gavin gimana kerjanya?" sent from Anna.

"Alhamdulillah gak ada kendala. Oh iya, gimana sama tawaranku yang kemarin? Sudah ada jawaban?"

"Maaf, Mas... Aku mau istikharah dulu." sent from Anna.

"Ya udah, jangan lama-lama ya... Aku gak suka nunggu lama. Aku juga udah ditanya sama Mama dan Papa."

"Iya, Mas... Aku lanjut kerja lagi ya." sent from Anna.

Sebuah pesan berantai saling dikirmkan oleh Anna dan seorang lelaki bernama Gavin Jonathan Ramaditya. Lelaki yang baru beberapa bulan dekat dengan Anna. Sebuah obrolan yang dikirimkan melalui aplikasi whatsapp yang tepat diterima pada pukul 16.30 WIB.

****

. *Drrrt!* *Drrrt!*

Telepon genggam milik Vanessa Agustine bergetar di atas meja kerjanya. Ada telepon masuk dengan nama "Bella" tertera pada layar handphone miliknya. Vanessa justru memilih opsi ignore call dari Bella. Sudah kali ketiga Bella menelpon, namun Vanessa tetap menghiraukan panggilannya dan membuat Nayla penasaran.

"Kenapa gak di angkat?" tanya Nayla.

"Males gue, Nay..." jawab Vanessa.

"Emang Bella siapa?"

"Bukan siapa-siapa. Cuma temen doang, tapi rese orangnya."

"Oh... Eh, tuh calon imam lo..." ujar Nayla sambil menyenggol lengan Vanessa pelan.

"Elah apaan sih!" Vanessa menyangkal.

Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Matahari sudah mulai menenggelamkan diri secara perlahan. Membuat langit menjadi indah untuk dipandang. Apa lagi, sore ini langit sedang bersahabat dengan penduduk bumi khususnya di Jakarta. Terlihat Rendy dan Anna berjalan berdampingan keluar dari lift menuju lobi kantor.

"Na, tunggu!" Rendy memegang tangan Anna.

"Ah, apaan sih! Urusin aja tuh pacar baru kamu!" Anna membentak.

"Pacar apa sih, Na..."

"Oh, terus apa? Aku lihat dengan mataku sendiri kamu mesra sama dia!" ujar Anna.

"Aku aja gak tau dia tiba-tiba begitu..."

"Udah ah... Aku mau pulang..." ujar Anna berjalan meninggalkan Rendy.

"Nanti dulu, Na! Aku belum selesai!" Rendy kembali menahan tangan Anna untuk memberhentikan laju dari langkah kaki Anna.

"Lepasin!" Anna memberontak dan melepaskan genggaman Rendy.

Anna berjalan dengan tergesa-gesa menuju pintu keluar dari area gedung kantornya. Disusul oleh Rendy dan yang dari belakang terus memanggil Anna tapi Anna menghiraukan panggilannya. Terlihat Anna mengangkat sebuah panggilan sambil berjalan dengan cepat. Langkahnya terhenti di samping mobil berwarna hitam metalik buatan Jerman yang bermarkas di Stuttgart dengan mesin turbocharge yang disematkan dibagian tengah.

Seorang lelaki cukup tampan dan gagah terlihat keluar dari dalam mobil mewah tersebut seraya pintu bagian kemudinya terbuka yang membuat semua mata tercuri perhatiannya untuk melihat orang ini. Dia membuka kacamata hitamnya dan menghampiri Anna dan Rendy yang tadi saling berkejaran.

"Mas, Gavin..." panggil Anna.

"Hai, Na... Ini siapa?" tunjuk Gavin ke arah Rendy.

"Oh ini Rendy, Mas..." jawab Anna.

"Oh, Rendy." ujar Gavin dengan arogan dan melangkah mendekati Rendy, "Rendy Adrian Mahardika, putra dari Winarto Nugroho yang punya Nugroho Groups itu? Kok penampilannya kayak orang menengah ke bawah ya?"

"Dia siapa, Anna?" tanya Rendy sambil menahan amarahnya.

"Dia mas Gavin, Gavin Jonathan Ramaditya... Dia..." Anna merangkul tangannya, "Calon suamiku."

Burung Kertas Merah Muda 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang