Chapter 42

9 0 0
                                    

Perempuan bertubuh langsing dengan tinggi 158cm berjalan perlahan setelah melihat mobil yang lampu belakangnya sudah hilang dari pandangan. Berjalan menuju kediaman sederhananya yang ditinggali oleh dia dan ibunda. Ditemani oleh pantulan cahaya dari rumah-rumah para tetangga dan alunan suara pengajian dari pengeras suara masjid dekat rumahnya. Di depan rumahnya, sudah menunggu ibundanya yang berdiri di daun pintu.

"Rendy sudah pulang, Nak?" tanya ibunda.

"Udah, Ma... Baru aja..." jawab Vanessa.

"Kamu gak apa-apa?" tanya ibunda kembali seraya duduk di teras rumah.

"Maksudnya gimana, Ma?" Vanessa duduk di samping mamanya.

"Perasaanmu..."

"..."

"Kamu, cinta dengan Rendy kan?" tanya ibunda.

"..." Vanessa hanya mengangguk pelan. "Tapi, dia cuma menganggapku seperti adiknya, Ma..." ujar Vanessa.

"Lalu, siapa perempuan yang bersama Rendy?"

"Dia Anna... Perempuan yang selama ini mencintai dan dicintai Kak Rendy."

"Sakitkah hatimu, Nak?" tanya ibunda.

"Jujur, iya Ma... Sakit..." Vanessa mulai menangis. "Tapi, aku akan lebih sakit lagi ketika melihat Kak Rendy sedih." jelasnya.

Ibunda memegang kedua bahu Vanessa. "Masuk, yuk!"

****

Waktu terus berputar maju. Jarum detik pada jam dinding terus bergerak berputar tak menentu kapan ia akan berhenti. Baskara masih terlihat nampak di pagi hari, tak menentu pula kapan ia akan meredup. Menghangatkan jagat raya alam semesta termasuk dunia di mana kita berpijak.

Vanessa tengah bersiap-siap berangkat menuju tempat di mana ia bekerja. Wajahnya masih terlihat murung setelah percakapan singkat dengan mamanya. Dia tak bisa membohongi perasaannya. Sungguh sakit namun dia tak dapat berbuat apa-apa. Pada saat dia membuka pintu rumahnya, dia melihat sosok perempuan yang tak asing lagi di matanya. Langsung saja dia menutup rapat pintu rumahnya.

"Kenapa, Nak?" tanya ibunda.

"Ada Bella, Ma! Aduh, ngapain sih dia di sini!" Vanessa terlihat ketakutan.

"Bella? Temanmu?"

"Bu... Bukan, Ma..."

Vanessa kembali melihat lewat jendela rumahnya. Bella masih berdiri di depan rumahnya. Mamanya semakin bertanya-tanya dalam hati. Ada apa gerangan Vanessa dan Bella.

"Ya terus siapa? Kamu sampai ketakutan gitu..." tanya Mama.

"Ma..." Vanessa menghela napas panjang dan duduk di atas karpet yang sudah lusuh dan tua. "Aku mau cerita tentang aku dan Bella... Tapi, aku takut Mama marah..." ujar Vanessa.

Selang beberapa detik, telepon genggam milik Vanessa bergetar. Ada pesan singkat yang masuk. Nomor yang tak dia kenali nampak pada notifikasi telepon genggamnya. Vanessa membuka dan membacanya dengan segera.

"Cepat keluar! Atau gue paksa lo keluar!"

Vanessa hanya bisa pasrah. Seakan menemukan jalan buntu untuk masalah yang baru saja datang secara tiba-tiba. Tak disangka, Bella muncul di depan kediamannya dan masih menyimpan dendam pada Vanessa karena kejadian masa lalu.

"Ma... Ingat kan waktu Mama di rumah sakit?" tanya Vanessa.

"Iya, Nak..."

"Bella itu yang pernah bayar semua perawatan Mama waktu Mama di bawa ke UGD... Awalnya aku pikir, dia perempuan baik-baik... Dia menawarkanku pekerjaan sampingan untuk tambahan biaya rumah sakit Mama..." jelas Vanessa.

Burung Kertas Merah Muda 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang