Chapter 22

8 0 0
                                    

Waktu yang menjadi penghubung antara siang dan malam telah tiba. Senyawa yang terbuat dari sekumpulan tetesan kristal es di dalam atmosfer yang terjadi karena pengembunan atau pemadatan uap air yang terdapat dalam udara setelah melampaui keadaan jenuh menyelimuti langit sehingga sang pusat tata surya tak mampu menembus dengan sinarnya.

Terlihat ada seorang lelaki sedang duduk di area taman gedung perkantoran seorang diri. Hanya dedaunan kering yang berguguran karena tiupan angin kini menemani. Sambil memikirkan apa yang harus ia lakukan demi orang yang dicintai. Hingga akhirnya, lamunannya buyar karena ada seseorang menghampiri.

"Kak... Kak Rendy..." Vanessa memanggil seraya duduk di sampingnya.

"Eh, kamu Dek..." Rendy sedikit terkejut.

"Kakak kenapa?" tanya Vanessa.

"Aku lagi bingung aja..." jawab Rendy.

"Bingung kenapa?"

"Gimana caranya supaya Anna gak memilih orang yang salah untuk jadi suaminya... Aku gak masalah dia memilih orang lain daripada aku, tapi jangan Gavin..." ujar Rendy sedikit emosi.

Perempuan berparas cantik dengan rambut hitamnya menatap Rendy dalam-dalam. Dia juga menggenggam tangan Rendy dengan maksud supaya Rendy bisa lebih tenang. Lelaki yang ia kagumi, kini sedang dalam keadaan di mana hatinya merasa gundah.

"Kak..." Vanessa memegang tangan Rendy. "Gak sekarang waktu yang tepat untuk itu..." ujar Vanessa.

"..."

"Kakak masih baru tau kemarin dari aku kan... Kita butuh cukup bukti untuk meyakinkan Kak Anna kalau lelaki itu gak baik..." ujar Vanessa.

"Aku gak bisa menunggu terlalu lama, Dek... Aku takut dia terlanjur memilihnya." ujar Rendy.

"Kak Rendy... Setidaknya kakak sudah berusaha mengingatkan." ujar Vanessa.

"..."

"Jangan sedih gitu, Kak... Aku yakin pasti suatu saat, Kak Anna akan tau semuanya tentang Gavin." ujar Vanessa.

"Iya, Dek... Kamu kenapa bisa ke sini sore-sore?" tanya Rendy.

"Aku lihat Kakak gak kayak biasanya... Murung... Jalannya lemas... Tadi aku mau manggil tapi posisiku masih di lobi." ujar Vanessa.

"Kamu mau pulang? Aku anterin ya..." ujar Rendy.

"Gak usah, Kak... Aku ada kuliah malam ini."

"Ya udah, aku anter ke kampus kamu aja..." ujar Rendy.

"..."

"Ayo! Bengong lagi..." Rendy menarik tangan Vanessa.

"Eh, Kak... Tunggu!"

Rendy menggenggam erat tangan Vanessa di sepanjang jalan dari area taman menuju area parkir. Membuat jantung milik Vanessa berdebar hebat. Sedikitpun dia tak mencoba melepas genggamannya atau protes dengan sikap yang spontat diambil oleh Rendy. Hingga akhirnya muka berubah menjadi kemerahan.

"Kak Rendy..." panggil Vanessa.

"Iya Adek..." jawab Rendy.

"Aku malu..." ujar Vanessa.

"Malu kenapa?"

"Habis Kakak gandeng aku kayak anak kecil... Malu tau dilihatin orang..." ujar Vanessa.

"Hahahaha... Sini..."

Rendy menarik tangan Vanessa hingga tubuhnya jatuh dalam pelukan Rendy. Rambutnya yang hitam lurus tergerai hingga bahunya diusap pelan oleh Rendy. Vanessa semakin gugup dan berdebar sehingga bibirnya tak mampu berucap.

"Duh, jantung gue deg-degan parah! Kenapa sih gue gak bisa nolak orang ini!" Vanessa bergumam dalam hati.

"Dek..."

"Eh, iya Kak..."

"Kampus kamu di mana?"

"Daerah Gondangdia situ, Kak..."

"Yuk..."

****

Cinta, banyak yang berkata bahwa cinta adalah perasaan positif yang dimiliki setiap manusia terhadap sesuatu. Ada juga yang berpendapat bahwa cinta bisa dibuktikan dengan perbuatan seperti pengorbanan diri demi orang yang dicintai. Sebuah emosi yang kuat dan ketertarikan yang menjadikan orang yang kita cintai menjadi anugerah Tuhan yang paling indah yang pernah diberikan. Rasa yang bisa membuat hati menjadi indah berbunga, namun dapat berubah menjadi tandus dan gersang dalam hitungan detik.

Sebuah momen perpisahan menjadi momok yang menakutkan bagi orang yang saling mencintai. Bahkan, cinta itu bisa menjadi perasaan yang mampu membuat kita menjadi berharga dan adanya kehadiran orang yang begitu berharga untuk dilindungi dan dijaga. Namun, rasa itu akan berubah menjadi duri jika waktu berpisah telah tiba.

Dua puluh menit berlalu, langit berubah menjadi biru gelap. Tepat di masa itu, Rendy dan Vanessa telah tiba di sebuah gedung perkuliahan yang ada di daerah Gondangdia, Jakarta Pusat. Rendy langsung memarkirkan sepeda motornya di area parkir. Namun sayangnya, area parkir di gedung ini tidak mempunyai area parkir khusus untuk jenis motor besar.

"Kamu masuk jam berapa?" tanya Rendy.

"Jam tujuh, Kak..." jawab Vanessa.

"Makan dulu yuk..."

"Ayo, Kak..."

"Makanan yang enak di sini apa?"

"Favorit aku sih di sini nasi goreng, Kak..."

"Ya udah, yuk!"

Tibalah mereka di sebuah tempat yang banyak menjual beraneka ragam makanan. Ada yang menjual makanan lokal seperti gado-gado, ketoprak, masakan Padang, dan lain-lain. Tetapi, tak sedikit juga yang menjual makanan dari luar negeri seperti chicken katsu, chicken teriyaki, ramen, pasta, spaghetti carbonara, dan masih banyak lagi. Walaupun banyak jenisnya, Rendy dan Vanessa tetap memilih nasi goreng untuk hidangan malam.

Tiba-tiba saja, telepon genggam milik Vanessa berdering di atas meja. Nampak sebuah nama "Bella" di layar ponsel miliknya. Vanessa langsung terkejut melihat ponselnya. Lagi-lagi Bella masih meneror hidupnya.

"Duh..."

"Angkat, Dek... Di-loudspeaker aja... Aku mau dengar..." ujar Rendy.

"Kamu tuh susah banget sih dihubungin!" bentak Bella dari balik telepon.

"Aku sibuk kerja sekarang, Bel..." jawab Vanessa.

"Aku capek tau nggak ditanyain Gavin terus! Pokoknya aku gak mau tau, kamu harus layanin dia!" bentak Bella.

"Bel... Aku udah pernah bilang kan... Aku gak mau lagi kerja seperti itu." ujar Vanessa.

"Astaga! Gavin udah booking kamu lima juta ke aku! Aku harus beralasan apa lagi!" ujar Bella.

"Ya balikin aja uangnya, Bel."

"Gak segampang itu! Dia maunya kamu! Bukan uangnya!"

"..."

"Pokoknya, aku akan jemput paksa kamu malam ini kalau kamu gak mau!"

Telepon ditutup sepihak oleh Bella. Vanessa menghela napas panjang dan mendadak lemas. Kepalanya tertunduk lesu sambil menyembunyikan air matanya.

"Dek..." Rendy mengenggam tangan Vanessa.

"..."

"Kamu kenapa?" tanya Rendy.

"Aku takut, Kak..."

"Ada aku di sini, Dek.."

"Aku bener-bener takut, Kak! Aku gak mau... Gak mau sampai ketemu dia..." tubuh Vanessa gemetaran.

"Kakak mendingan pulang... Kakak gak tau dia gimana... Dia orangnya nekat dan bakal ngelakuin apa aja untuk kepentingan dirinya." lanjut Vanessa.

"Nggak! Aku akan tetap di sini... Menjamin kamu selamat." ujar Rendy dengan tegas.

"Aku gak mau kakak diapa-apain dia! Aku sayang sama kakak..."

"Kamu... Apa, Dek?"

"Aku..."

Burung Kertas Merah Muda 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang