Chapter 20

9 0 0
                                    

"Halo, Pa..."

"Vin, kamu di mana sekarang?"

"Aku udah sampai di depan SMA Trinusa. Aku mau lihat dulu. Barangkali ada yang bisa kita manfaatin."

"Good, kabarin Papa kalau ada apa-apa ya..."

"Siap, Pa!"

Hari ini adalah hari pertama masuk seluruh murid masuk dalam tahun ajaran baru. SMA Trinusa adalah salah satu sekolah yang kurang peminatnya karena terkenal dengan perkelahian antar sekolah dan senioritasnya. Saat ini, ada seorang laki-laki berdiri di depan gerbang SMA tersebut. Melihat keadaan sekitar dan juga masa orientasi siswa baru.

Saat matahari sudah merangkak naik, lelaki itu memutuskan untuk masuk ke dalam area sekolah. Dia menuju kantin untuk melihat suasana sekolah itu. Banyak kaum hawa yang membicarakan sesosok lelaki yang belajar di sekolah tersebut.

"Eh, katanya ada anaknya Winarto Nugroho masuk sini?" tanya salah satu murid perempuan.

"Iya, gue juga denger ada gosip gitu." jawab teman sampingnya.

"Dia ganteng gak sih?" perempuan itu bertanya lagi.

"Ganteng banget katanya."

Lelaki yang sedang duduk sambil menikmati makanan kecil di kantin tersebut, sekelibat mendengar obrolan yang sedang dibicarakan oleh sekelompok siswa di sana. Lalu, lelaki tersebut memilih untuk keluar area kantin dan duduk di pinggir lapangan sambil melihat sebuah foto.

****

"Semua anak baru kumpul di tengah lapangan, sekarang!"

Suara teriakan dari panitia masa orientasi siswa tersebut terdengar menggelegar ke seluruh penjuru sekolah. Seluruh murid baru dengan atribut yang aneh dan bermacam-macam, keluar dari kelas dan berkumpul di tengan lapangan. Lelaki yang sedang melihatnya, mengeluarkan telepon genggamnya dan menelpon seseorang.

"Halo, Pa..."

"Ya, gimana Vin?"

"Aku lihat orangnya nih..."

"Awas, jangan salah orang."

"Nggak, Pa... Tenang aja... Aku yakin ini Rendy anak dari Winarto."

"Oke, pantau terus ya."

"Iya, Pa..."

****

"Bawa apa ini kamu!" bentak senior itu sambil menggengam sebuah handphone.

"HP, Kak." jawab murid perempuan itu dengan kepala tertunduk.

"Udah tau kan selama MOS gak boleh bawa HP!"

"Tapi, saya butuh, Kak. Buat hubungin keluarga saya." ujar perempuan itu pelan.

"Alasan!"

Salah satu senior yang menjadi panitia masa orientasi siswa menggeledah tas kresek dari salah satu murid perempuan. Dia mendapatkan sebuah telepon genggam yang berada di dalam tas tersebut lalu membantingnya ke atas tanah. Perhatian lelaki yang sedang memantau sekolah tersebut tercuri karena terjadi keributan.

Lelaki itu melihat anak yang bernama Rendy menghampiri kawanan senior yang sedang memarahi murid perempuan yang sedang menangis lemah tak berdaya. Dia langsung berdiri dari duduknya dan memperdekat diri untuk melihat apa yang akan dilakukan Rendy kepada kakak kelasnya.

"Kayaknya bakalan ribut nih... Bisa nih gue manfaatin." pikir lelaki itu.

Sebuah pukulan keras dilayangkan oleh siswa senior tersebut kepada Rendy. Rendy tak bisa menghindar karena pukulan itu dilayangkan secara tiba-tiba. Lalu, Rendy membalas mereka dengan pukulan dan tendangan yang terus menghujani para senior tersebut. Lelaki yang sedang memerhatikan mereka kembali menelpon seseorang.

"Yes, Vin..."

"Pa, aku udah dapet orangnya."

"Bisa dimanfaatkan?"

"Jelas... Baru aja dia berantem sama Rendy."

"Good! Terus pantau ya..."

"Oke, Pa..."

****

Perkelahian kali ini dilanjutkan di dalam suatu ruangan yang sengaja ditata seperti arena pertarungan. Kali ini Rendy melawan senior itu dengan satu lawan satu. Dengan bekal ilmu beladirinya, Rendy berhasil melumpuhkan senior tersebut. Tak sampai di situ, Rendy langsung menarik temannya yang lain dan ikut dihabisi hingga pingsan karena hantaman keras dari meja kayu yang dilayangkan oleh Rendy.

Perkelahian pun akhirnya selesai dan dimenangkan oleh Rendy. Rendy yang masih emosi langsung berjalan keluar dari ruangan tersebut. Tidak ada yang berani mendekatinya dan menegurnya walaupun kebanyakan dari mereka yang melihat adalah seniornya sendiri.

"Permisi..." lelaki itu mencoba memasuki kerumunan. "Parah gak?" tanya lelaki itu.

"Gak tau... Ya jelas parah kalau sampai pingsan... Mas siapa?" tanya murid yang dikenal sebagai ketua OSIS itu.

"Saya Gavin... Saya kakak dari murid yang sekolah di sini juga... Kebetulan saya bawa mobil di depan. Bisa bantu angkat dan bawa ke sana? Saya antar ke rumah sakit." ujar lelaki itu.

"Bisa... Ayo, Mas! Yang lain, urus Mario... Bawa ke UKS..."

Sang ketua OSIS dan lelaki itu membawa murid yang pingsan ke dalam mobil milik sang lelaki. Dalam keadaan pingsan, lelaki tersebut membawa murid itu ke klinik terdekat. Sesampainya di sana, murid itu langsung di tangani dan semua administrasinya dibayarkan oleh lelaki yang memantau sekolah.

"Duh..." murid itu sadar dan memegang kepalanya.

"Eh, udah bangun lo..." ujar lelaki yang bernama Gavin.

"Gue di mana nih..."

"Klinik... Lo pingsan, lemah..."

"..."

"Udah tiduran aja kalau masih pusing kepalanya..." ujar Gavin.

"Kok gue di sini?" tanya murid tersebut.

"Tadi lo dihantam pake meja sama Rendy... Lo pingsan deh..."

"Rendy?"

"Iya, yang lo ajakin ribut di sekolah..."

Gavin keluar dari ruangan di mana murid tersebut terbaring lemah. Beberapa menit kemudian, Gavin kembali dengan membawakan satu botol minuman dingin untuk murid tersebut.

"Minum dulu nih..." ujar Gavin seraya memberikan minuman.

"Makasih, bang... Oh iya, abang siapa?" tanya murid itu.

"Gue Gavin..."

"Oh, gue Daffa..." ujarnya.

"Lo mau duit gak?" tanya Gavin.

"Mau lah, bang... Masa iya gak mau..."

"Gue bakal kasih lo banyak uang kalau lo mau ngelakuin apa yang gue suruh..."

"Apa bang?"

"Habisin Rendy..." ujar Gavin.

"..."

"Kenapa? Takut?"

"Gak gitu, Bang... Cuma..."

"Udahlah, gue tau lo takut sama dia... Gue gak nyuruh lo sendirian buat ngabisin itu anak... Lo boleh ajak temen-temen lo kok..."

"Bisa, Bang... Bisa..." ujar Daffa.

"Dan, gue mau kasih lo duit lebih gede kalau lo bisa hancurin dia juga..." ujar Gavin sambil memperlihatkan sebuah foto seorang remaja perempuan.

"Cantik, Bang! Mau deh gue... Gue harus apain dia?" tanya Daffa.

"Terserah lo mau diapain... Gue cuma mau hidup mereka berdua hancur... Dia ini adiknya Rendy... Setuju?"

"Setuju!" Daffa dan Gavin berjabat tangan.

Burung Kertas Merah Muda 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang