Chapter 45

12 0 0
                                    

Tiba saatnya suatu masa di mana sebuah tempat sedang berada pada posisi yang tidak berhadapan dengan matahari. Langit gelap dihiasi oleh ribuan bintang berkilauan serta satelit alami bumi yang berbentuk sabit. Pemandangan ibukota kali ini hanya dihiasi oleh cahaya lampu gedung-gedung pencakar langit serta lampu dari mobil yang memadati lalu lintas.

Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Aliran udara di malam hari dalam jumlah yang besar yang diakibatkan oleh rotasi bumi dan juga karena adanya perbedaan tekanan udara di sekitarnya, berhembus pelan dan bergerak dari tempat bertekanan udara tinggi ke bertekanan udara rendah.

Vanessa berjalan seorang diri dari jalan raya menuju rumah kontrakannya. Berjalan perlahan menapaki aspal dan bebatuan. Sudah beberapa hari ia tak menemukan Rendy di tempat kerjanya. Dia hanya melamun sambil memikirkan bagaimana kondisi lelaki yang ada dipikirannya saat ini. Tiba-tiba saja ada sebuah mobil berjenis van melaju cepat dan berhenti tepat di depan Vanessa. Lalu, keluarlah seseorang berbadan besar dari mobil tersebut.

"Eh, apa-apaan nih!" Vanessa terkejut.

"Ayo ikut!" pria tersebut memegangi kedua tangan Vanessa dan membawa ke dalam mobil.

"Nggak! Tolong!" teriak Vanessa.

"Berisik!" pria itu membekap mulut Vanessa dengan tangannya.

Vanessa berhasil dimasukkan ke dalam mobil tersebut. Di dalamnya sudah ada tiga orang yang menunggu. Posisi Vanessa berada di tengah-tengah dua orang pria berbadan besar. Vanessa meronta, menangis, dan berteriak meminta pertolongan. Berharap orang-orang yang berada di luar bisa mendengar jeritannya.

"Bisa diem gak sih!" bentak salah satu pria.

"Tau nih cewek, cantik-cantik berisik amat..." ujar pria satunya.

"Lepasin gue! Lo mau apa sih!" bentak Vanessa.

"Eh, kita dari kemarin susah nyariin lo! Enak aja dilepasin!" ujar pria tersebut lalu mengambil sebuah tali dan diberikan ke temannya. "Nih, lo ikat tangannya."

"Jangan! Gak mau!" Vanessa meronta.

"Heh! Bisa diam gak!" pria satunya menodongkan sebilah butterfly knife ke leher Vanessa.

Vanessa pun pasrah karena takut pisau tersebut menancap di lehernya. Tubuhnya melemas seketika. Kedua pria tersebut bisa dengan leluasa mengikat kedua tangan Vanessa menyiku di punggung serta kedua kakinya. Salah satu pria tersebut merekatkan lakban hitam hingga dua lapis pada mulut Vanessa.

"Ini akibatnya kalau lo berisik... Kuping gue sakit dengerin lo teriak-teriak..." ujar pria itu seraya merekatkan lakban.

"..." Vanessa hanya bisa terisak dalam tangisnya.

"Terus kita apain lagi nih cewek? tanya pria satunya.

"Pakai aja gimana?" ujar pria yang duduk di kursi depan.

"Boleh tuh! Nih cewek perek, kan? Bebas kita gilir!" ujar pria satunya seraya menyentuh tubuh Vanessa.

"Hhmmpphh!" Vanessa meronta.

"Heh! Lo pada nafsuan amat liat cewek seksi dikit aja! Bella minta kita buat nyulik! Bukan ngegilir!" ujar pria yang sedang mengemudikan mobil.

Vanessa tersekap di dalam mobil tersebut selama satu jam. Hingga akhirnya sampailah di sebuah perumahan. Mobil tersebut terparkir di depan rumah yang cukup sederhana. Di sana sudah ada mobil milik Bella yang sudah terparkir.

Keempat pria tersebut keluar dari dalam mobil. Salah satu di antara mereka membawa Vanessa dalam keadaan terikat. Pria tersebut menaruh Vanessa di atas kursi, lalu tubuhnya diikat kembali di kursi tersebut. Di sana sudah ada Bella menanti.

"Akhirnya kita ketemu lagi ya..." ujar Bella.

"Lo tau ngga kenapa gue bawa lo ke sini?" lanjutnya.

"..." Vanessa hanya melihat Bella dengan tatapan tajam dan nafas yang tak beraturan.

"Lo tuh udah bikin gue rugi! Beberapa client gue kabur dan minta ganti rugi karena lo gak mau ngelayanin mereka lagi!" ujar Bella.

"Jadi, kita harus ngapain dia, Bel?" tanya pria berbadan besar.

"Kerja kalian sih udah beres. Gue tinggal trasnfer aja duitnya ke rekening kalian. Setelah urusan gue selesai sama ini cewek, bebas deh lo mau apain dia..." jawab Bella.

"Kalian jagain dia sebentar... Gue mau nelpon seseorang..." perintah Bella kepada anak buahnya.

"Oke, Bos!"

Bella keluar dari ruangan. Berjalan menuju halaman belakang rumah. Di sana, terlihat dia sedang mencari nomor kontak untuk berbicara melalui telepon. Setelah menunggu beberapa detik, telepon pun diangkat.

"Halo, Vin!"

"Ada apa sih, Bel?"

"Gue ada kejutan buat lo..." ujar Bella.

Pria di balik telepon menghela napas panjang. "Duh, apaan lagi sih Bel..."

"Lo kenapa? Lagi ada masalah ya?"

"Udah deh gak usah kepo... Ada apaan?"

"Lo ke kontrakan gue sekarang ya..."

"Lo lagi di sana?"

"Kalau gue gak di sini, ngapain gue nyuruh lo ke sini, Vin..." ujar Bella.

"Nah, kebetulan... Gue ke sana sekarang ya..."

"Oke! Ditunggu..."

Bella menutup telepon dan tersenyum jahat layaknya raja iblis yang memenangi perang. Menunggu seseorang datang untuk melihat Vanessa yang sekarang sedang menangis tak berdaya.

Burung Kertas Merah Muda 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang