Chapter 41

9 0 0
                                    

Sebuah kendaraan roda empat buatan Jerman telah sampai di sebuah garasi yang luas di dalam rumah mewah kediaman Ramaditya Aslam. Dengan kondisi kaca belakang pecah membentuk sebuah bidang sembarang. Pemilik kendaraan tersebut turun dan berjalan seperti orang setengah sadar. Beruntung, dia masih bisa pulang dengan selamat.

"Gavin, kamu dari mana?" tanya Rama selaku ayahanda Gavin.

"Duh, Pa... Nanti aja deh aku ceritanya... Sakit banget kepalaku ini..." ujar Gavin sambil menyandarkan tubuhnya di atas sofa.

"Kamu habis berantem? Tapi gak keliatan lukanya." ujar Rama.

"Bukan itu masalahnya. Aku dipukul pakai kunci stir dari belakang." jawab Gavin.

"Sama siapa?" tanya Rama.

"Vanessa... Itu loh, perempuan langgananku yang aku yang pernah aku ceritain ke Papa..." jawab Gavin.

"Kamu berantem sama perempuan? Malu-maluin aja sih kamu!"

"Dengerin dulu kenapa, Pa!" Gavin menghela napas panjang. "Aku berantem sama Rendy waktu pergi sama Anna..."

"Loh, kok bisa?"

"Aneh kan? Dia bisa tau loh aku ada di mana..." Gavin memejamkan mata.

Waktu sudah menunjukkan pukul enam pagi di kala itu. Terdengar nyanyian dari hewan bersayap yang berlalu-lalang dari satu ranting ke ranting lainnya. Bersahut-sahutan, bermain, dan melayang di udara sambil menikmati siraman cahaya matahari yang merangkak naik perlahan.

Ramaditya terlihat sedang menyeruput secangkir kopi robusta miliknya sambil ditemani oleh kabar berita yang ia baca dari iPad miliknya. Ditemani Gavin yang masih bersandar memejamkan matanya.

"Pa..."

"Hhmm..."

"Mungkin gak sih Anna sama Rendy punya ikatan batin yang kuat?" tanya Gavin.

"Kenapa memangnya?"

"Aneh aja, dia bisa tau Anna di mana... Dan sebrutal itu dia nyerang aku walaupun aku bisa menghindar..." ujar Gavin.

"..."

"Pa, aku nyerah aja..."

"Kok gitu?" Rama terkejut.

"Aku mau menikah karena cinta... Kalau aku menikah sama Anna, mungkin aku hanya menikah karena nafsu..." ujar Gavin.

"Otakmu geser ya, Vin?" tanya ayahanda Gavin.

"..."

"Pernah kamu ngerasain cinta? Hobi kamu aja main perempuan..." ujar Rama.

"Pernah, Pa..."

"Sama siapa?"

"Anita..."

****

Angin bertiup pelan di siang hari. Membuat dahan dan ranting saling berdansa mengikuti irama angin. Bunyi dari gesekannya membuat seseorang yang sedang dalam awang-awang terbangun kembali ke alam nyata. Di sampingnya, terdapat seorang perempuan cantik yang setia menemani tanpa beranjak dari tempat.

Perempuan itu menggenggam erat tangan dari lelaki yang terbujur lemah penuh luka di atas ranjang miliknya. Tulus ikhlas hati mereka bersatu untuk mendayung perahu cinta mengarungi panjangnya sungai-sungai kehidupan yang berkerikil dan bebatuan tajam meskipun tubuh penuh luka demi menjaga orang yang dicintai. Meskipun tertancap panah Bima dan menahan tebasan pedang Pandawa, cinta mereka tak akan luntur sedikitpun.

"Anna..." Rendy terbangun dari tidurnya.

"Hhmm... Kamu udah bangun?" Anna juga terbangun dari mimpi seraya duduk di samping Rendy.

"Kamu udah makan?" tanya Rendy.

"Belum... Aku nunggu kamu..." jawab Anna.

"Makanlah... Nanti kamu sakit..." ujar Rendy.

"Lebih baik sakit karena menahan lapar daripada sakit karena tak bisa di sampingmu, Rendy..." ujar Anna.

"Hahahahaha... Gombal nih?"

"Hehehehe... Kamu mau makan, sayang?" tanya Anna.

"Sayang?"

"Eh, Rendy... Maaf, keceplosan..." ujar Anna.

"Keceplosan aja terus setiap saat, Na... Aku seneng banget..." Rendy menggenggam tangan Anna.

"Kalau keceplosannya bilang sayang, kalau bilang Gavin gimana?" tanya Anna kembali.

"Gak mungkin... Aku tau kok pikiran dan hati kamu gak ada Gavin..."

"Iya... Kamu tunggu di sini ya... Aku ambilin makan siang..."

Anna keluar dari kamar Rendy, menuruni anak tangga dan berjalan menuju dapur. Di sana, ada ibunda Rendy yang baru saja selesai memasak. Wangi dari masakannya tercium oleh Anna ketika Anna menuruni anak tangga.

"Wangi banget, Ma..."

"Eh, Anna... Rendy gimana?" tanya Mama.

"Rendy udah bangun kok, Ma... Aku mau ambilin makan siang buat Rendy..." ujar Anna.

"Oh iya, Na..."

"Kenapa, Ma?"

"Mama melihat ketulusan hatimu ngerawat Rendy..." ujar Mama seraya memindahkan masakannya ke atas piring besar.

"..."

"Padahal kalian pisah bertahun-tahun ya..." lanjut Mama.

"Iya, Ma..."

"Bukan cuma Rendy yang sedih ketika kamu pergi, Mama juga kehilangan... Seperti kehilangan anak sendiri..." ujar Mama.

"..."

"Gimana bisa perasaanmu timbul lagi pas ketemu Rendy?" tanya Mama.

"Bukan timbul, Ma... Tapi memang aku masih mencintainya..." ujar Anna sambil mengambil lauk untuk makan siang. "Gak ada yang bisa melakukan seperti apa yang Rendy lakukan buat aku, Ma... Dia adalah lelaki terbaik yang namanya masih terpahat di hatiku..." lanjut Anna.

"Na..." Mama memegang bahu Anna. "Mama sudah anggap kamu seperti anak Mama sendiri... Mama gak mau kehilangan kamu lagi..." lanjut Mama.

"..."

"Kamu mau menikah dengan Rendy dan tinggal bersama di sini?"

Anna langsung memeluk Mama dengan tangisan haru. "Iya, Ma... Aku mau... Aku mau menikah dengan Rendy..."

"Tapi..." Anna melepas pelukan. "Aku juga mau Rendy menyatakannya kepadaku secara langsung..."

Burung Kertas Merah Muda 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang