Chapter 24

9 0 0
                                    

"Kak, terima kasih banyak untuk hari ini. Kakak udah nyelametin aku." ujar Vanessa yang baru saja turun dari motor milik Rendy.

"Iya, sama-sama, Dek... Mulai sekarang, kalau kamu mau keluar, jangan sendirian ya... Aku siap antar kamu kok." ujar Rendy.

"Gak usah, Kak... Nanti ngerepotin..." ujar Vanessa.

"Nggak kok... Sama sekali nggak ngerepotin... Aku seneng bisa jaga kamu."

"Iya, terima kasih, Kak... Aku masuk dulu ya."

"Iya, aku langsung pulang ya."

****

Malam itu, Rendy langsung melaju kembali ke rumahnya setelah mengantar Vanessa pulang. Masalah yang ada pada hidupnya kini semakin rumit. Dia harus menjaga dua orang perempuan yang ada di hidupnya. Pertama, Rendy mempunyai tugas untuk melindungi dan meyakinkan Anna bahwa Gavin adalah lelaki yang tidak pantas untuk ia jadikan suaminya kelak. Kedua, Vanessa yang sekarang sedang dikejar-kejar oleh seorang mucikari berjenis kelamin perempuan bernama Bella agar dapat memuaskan client-nya.

Beban yang dipikul Rendy tidaklah ringan. Lawannya juga bukan lawan yang sembarangan. Tak dapat dilawan hanya bermodalkan tenaga, namun harus dilawan dengan akal pikiran. Rendy harus mencari jalan keluar untuk memecahkan masalahnya yang semakin berat. Ditambah lagi, musuhnya kali ini bertambah satu. Bella tak segan-segan membayar mahal tukang pukul untuk menghabisi atau menculik seseorang untuk melancarkan kepentingannya.

****

"Assalamu 'alaikum..." Vanessa masuk ke dalam rumahnya.

"Wa 'alaikum salam... Tumben malam sekali kamu pulang?" ibunda Vanessa menyambut kedatangan anaknya.

"Iya, Ma... Ada jadwal tambahan tadi pas kuliah..." Vanessa tak berani menjawab jujur.

"Kok Mama belum tidur?" tanya Vanessa.

"Mama mana bisa tidur nyenyak kalau kepikiran anak gadis satu-satunya belum pulang sampai larut malam..." ujar mama Vanessa yang sudah paruh baya.

"..." Vanessa terdiam mendengar perkataan mamanya.

"Ya udah, kamu mandi dulu terus istirahat. Besok masih kerja lagi, kan..." ujar ibunda.

"Iya, Ma..."

"Mama tidur duluan ya... Ngantuk... Hehehehe.." ujar ibunda seraya melangkah perlahan menuju kamarnya.

Vanessa menaruh tas jinjingnya di atas karpet yang sudah lusuh dan tua. Dia duduk sambil memeluk kedua kakinya. Memikirkan dan merasakan betapa ibunya amat mencintai anaknya. Seandainya sang ibunda mengetahui apa yang pernah dia lakukan di masa lalu, tak terbayangkan bagaimana kecewa dan sakitnya hati dari ibunya mengetahui anaknya pernah melacur demi membiayai kebutuhannya. Itulah yang menjadi kekhawatiran Vanessa saat ini. Apa lagi, Bella sedang agresif memburu dirinya. Dia takut Bella nekat datang ke rumahnya dan melaporkan kepada ibunda tercinta bahwa anaknya bekerja menjadi pekerja pemuas birahi kaum adam.

Apa lagi, ibunya sudah tua dan lemah. Jika sampai ibunya tahu, tak terbayangkan apa yang akan terjadi dengan ibunya. Terkejut sudah pasti, namun Vanessa khawatir ibundanya akan jatuh sakit jika mengetahui semuanya.

Air matanya tiba-tiba saja jatuh deras mengalir. Membayangkan dan menyesali semua apa yang sudah diperbuat oleh Vanessa pada masa lalunya. Memikirkan apa yang harus dia lakukan jika itu semua benar-benar terjadi. Dia tak mau jatuh semakin dalam dengan masalahnya. Tidak ingin menjatuhkan diri ke lubang yang sama.

"Apa aku harus kembali ke dunia itu supaya Bella gak buka mulut ke Mama? Apa aku harus jatuh semakin dalam? Aku bingung... Aku gak tau harus gimana lagi..." Vanessa bergumam dalam hati.

Sesekali dia memukuli kepalanya sendiri. Vanessa benar-benar kecewa terhadap dirinya saat ini. Beranggapan bahwa dia adalah wanita yang tak berguna. Wanita yang sudah mengecewakan orang tuanya. Perbuatan dosa di masa lalu membuat kondisi psikologisnya kini terguncang. Apa lagi, dia juga membayangkan almarhum papanya yang mungkin sedang disiksa karena anaknya telah melakukan perbuatan zina dengan Gavin dan pria-pria lainnya yang menjadi client dari Bella.

"Rasanya aku mau mati aja... Aku mau mati!" Vanessa kembali bergumam dalam hati.

Vanessa mengangkat wajahnya yang basah karena air matanya mengalir deras. Dia berdiri dan berjalan menuju dapur rumahnya. Mencari sebilah pisau kecil yang biasa dipakai untuk mengupas buah-buahan. Dia mengambil pisau itu dan di arahkan ke tangan kirinya tepat di atas letak dari pembuluh arterinya berada. Vanessa menarik napas panjang dan mencoba menyayat tangannya.

"Nessa..."

Vanessa terkejut mendengar suara ibunya memanggil, "Eh, Mama..."

"Kok kamu belum tidur? Kam ngapain di sini?" tanya mamanya.

"Itu... Aku mau bikin teh..." jawab Vanessa.

"Ya udah cepat... Habis itu kamu tidur..." ujar mamanya lalu kembali masuk ke kamarnya.

Vanessa menghela napas panjang. Apa yang akan dia lakukan berhasil digagalkan oleh mamanya yang tiba-tiba saja keluar dari kamarnya dan menghampiri Vanessa yang berdiri mematung di dalam dapur rumahnya.

"Kalau aku mati, gimana nasib Mama? Siapa yang akan jaga Mama... Ya ampun, aku bodoh! Aku bodoh!" gumamnya dalam hati sambil memukul-mukuli kepalanya berkali-kali.

Vanessa mengambil handuknya lalu masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan kotoran yang menempel di tubuhnya. Setelah itu, dia masuk ke dalam kamar dan mendapati mamanya sudah terlelap dalam tidurnya. Vanessa hanya memakai tanktop berwarna hitam dan hot pants yang hanya menutupi pangkal pahanya. Dia berbaring di samping mamanya dan mencium keningnya sebelum ia pergi ke alam bawah sadar.

"Selamat malam, Ma... Aku sayang Mama..." gumamnya lalu berbaring memejamkan mata.

Burung Kertas Merah Muda 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang