Chapter 51

30 0 0
                                    

"Halo, Tante..."

"Nit... Kamu di mana?"

"Aku lagi nemenin Gavin, Tante..."

"Tante bicara sama Gavin, boleh?"

"Sebentar..." Anita memberikan telepon genggamnya kepada Gavin. "Tante Ratna mau ngomong sama kamu, Vin..."

"Halo..."

"Vin, Mama mau bicara sama kamu malam ini bisa?"

"Iya, bisa... Mama mau ketemu di mana?" tanya Gavin.

"Mama share location ke Anita ya... Nanti kamu ke sini..."

"Iya, Ma..." Gavin memberikan kembali telepon genggamnya pada Anita.

Malam itu, langit terlihat berawan. Menghalangi cahaya bintang yang bertaburan. Bahkan, sang candra tak dapat menampakan diri. Pemandangan angkasa malam ini tak dapat mencairkan suasana hati. Sedih, bimbang, merasa bersalah semua tertanam dalam jiwa.

"Mama mau ketemu aku, Nit..." ujar Gavin yang sedang duduk di sebuah bangku taman.

"Mau ketemu di mana?" tanya Anita yang juga duduk di samping Gavin.

"Nanti dia share loc ke kamu..."

"Memang kamu gak capek, Vin? Kita habis antar Vanessa pulang kan... Ini udah malam banget..."

"Mama yang minta... Aku gak bisa nolak, Nit... Apa lagi aku baru tau kalau dia itu ibu kandungku..." ujar Gavin sambil menatap langit.

"Ya udah... Aku temenin kamu ya..." Anita menggenggam tangan Gavin.

"Iya, makasih Anita... Tapi, apa kamu gak merasa jijik dekat denganku lagi setelah kejadian lalu?" tanya Gavin.

"Vin... Semua sudah jelas kok... Papa kamu di balik semua ini kan?" ujar Anita.

"Iya sih..."

"Lagian kan masih ada Om Win... Dia juga kan Papa kamu karena Tante Ratna menikah dengannya..." ujar Anita. "Om Win juga baik kok... Mana mungkin dia gak anggep kamu anaknya... Padahal kamu juga kan dilahirkan sama Tante Ratna..." lanjutnya.

"Memangnya boleh aku panggil dia Papa?" tanya Gavin.

"Boleh... Percaya deh sama aku..." Anita menggenggam kedua tangan Gavin. "Eh, Tante udah share location nih... Yuk, berangkat!"

Gavin dan Anita berdiri dan berjalan ke arah tempat di mana Gavin memarkirkan kendaraannya. Mereka segera bergegas ke tempat di mana Ratna sedang menunggu kedatangan mereka. Hanya ditemani oleh gemerlapnya lampu lalu lintas dan penerang jalan. Serta, lampu belakang dari mobil-mobil yang memadati lalu lintas ibu kota.

"Kamu kok diem aja, Vin?" tanya Anita.

"..."

"Vin, apa yang kamu rasakan sekarang?" tanya Anita kembali.

"Gimana ya, Nit? Aku merasa berdosa banget..." jawab Gavin. "Aku masih ragu. Gak mungkin Mama dan Pak Win mau menerima kenyataan dan kehadiranku. Apa lagi, aku sudah berusaha menghancurkan kehidupan mereka." lanjutnya.

"Kamu tenang aja, Vin... Mereka juga udah tau siapa dalang dari semuanya. Lagi pula, Tante Ratna pasti nerima kamu... Kan kamu diminta ketemu dia... Om Win juga baik... Tapi, kamu harus panggil dia Papa kalau ketemu..." ujar Anita.

"Emang boleh?"

"Boleh... Percaya sama aku... Kamu tenang aja..."

****

Empat puluh menit berlalu, sampailah mereka di sebuah tempat di daerah Pasar Minggu. Tempat ini hanyalah sebuah kafe berukuran kecil dengan suasana yang syahdu. Dihiasi oleh suara dari coffee grinder yang menderu. Dan juga lukisan dan pernak-pernik dari zaman dulu.

Terlihat Ratna sudah menunggu. Dia duduk di atas kursi sambil memainkan sendok teh dalam segelas kopi yang dia pesan. Pandangan dan lamunannya seketika tercuri perhatiannya setelah mendengar suara mesin mobil sedan mewah besutan Stuttgart milik Gavin terparkir di area parkir mobil.

"Duduk, Vin..." Ratna menyuruh Gavin duduk di depannya.

"Tiga puluh tahun Mama gak lihat kamu... Ternyata kamu sudah besar dan dewasa..." lanjutnya.

"Tiga puluh tahun pula, aku baru tau siapa ibu kandungku..." ujar Gavin.

"Maafin Mama, nak... Bukan maksud Mama untuk menelantarkan kamu..."

"Ma, udahlah... Lagian aku paham kok bagaimana aku lahir dan bisa ada di dalam kandungan Mama... Semua salah Papa... Mama gak salah..." ujar Gavin.

"..."

"Ma, aku yang harusnya minta maaf... Aku banyak dosa... Sama Mama, Papa Win, Tasya, dan juga Rendy..." ujar Gavin. "Seandainya dari awal aku tau semua, aku gak akan mau dan gak akan terpengaruh sama Papa..." lanjutnya.

"Vin... Semua sudah terjadi... Saatnya kita perbaiki semua... Kalau kamu mau, kamu bisa tinggal sama Mama... Sama yang lain juga..." ujar Ratna.

"Iya, Vin... Tante Ratna dan yang lain juga masih keluarga kamu kok..." ujar Anita.

"Oh iya, Ma... Aku baru ingat..."

"Ingat apa, Vin?"

"Sebenarnya, aku udah booking gedung dan catering untuk pernikahanku dan Anna awalnya. Seluruh biaya gedung dan semuanya sudah aku bayar lunas..." Gavin berkata. "Souvenir dan undangan juga sudah aku bayar semua..." lanjutnya.

"Jadi..." Ratna memotong.

"Ma, aku mau kasih semua untuk Rendy dan Anna... Mereka bisa menikah dan menggelar resepsi di sana. Untuk undangan, nanti aku yang urus karena harus merubah namaku menjadi nama Rendy. Rendy gak perlu keluar biaya lagi, Ma... Semua sudah aku lunasi..." ujar Gavin.

"..." Ratna terdiam.

"Ma, cuma ini yang bisa aku kasih untuk menebus kesalahanku pada Rendy dan Anna..." Gavin menggenggam tangan ibunya.

"Nanti, kita atur waktu ya... Kita semua ke tempat itu bersama keluarga dari Anna juga... Kamu ikut ya, Vin?" Ratna meminta.

"Iya, Ma... Aku ikut... Aku mau tunjukkin tempatnya juga..." pungkasnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 07, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Burung Kertas Merah Muda 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang