Chapter 16

11 0 0
                                    

Terlihat kendaraan pada saat ini sudah tidak terlalu sibuk. Sebuah jalan layang yang membentang memanjang terlihat lenggang. Lalu lintas yang padat pada saat matahari merangkak naik, kini sudah terurai dan lancar pada saat matahari hampir menuju puncak.

"Mbak Rheva, ini dokumen yang diminta Pak Gavin. Aku titip di kamu ya..." ujar seorang karyawan sambil menaruh tumpukan kertas A4 di atas meja.

"Iya, Mas... Nanti aku kasih ke Pak Gavin..."

Beberapa menit kemudian, telepon genggam milik Rheva bergetar di atas mejanya. Sebuah nama "Gavin Jonathan Ramaditya" muncul di layar ponselnya. Sambil menghela napas panjang, dia mengangkat telepon dari orang tersebut.

"Halo, Pak..."

"Hai, Rheva! Masuk sini..."

"Ma... Masuk? Ke... Mana ya, Pak?"

"Ke ruanganku..."

"Ada apa, Pak?"

"Cepat masuk! Jangan membantah!"

Telepon ditutup sepihak oleh Gavin. Rheva dengan lemas, berjalan perlahan dan masuk ke dalam ruangan Chief of Strategic and Partnership dari perusahaan PT. Bangun Karya, saingan bisnis dari Nugroho Groups. Dan, Gavin sendiri adalah anak dari pendiri sekaligus pemegang saham terbesar dari PT. Bangun Karya, Ramaditya Aslam.

"Permisi, Pak..." Rheva membuka pintu ruangan.

"Hai, cantik! Sini masuk..." panggil Gavin.

Rheva dengan sangat terpaksa masuk ke dalam ruangan dan duduk di sebuah kursi tepat di depan meja Gavin. Rheva hanya menundukkan kepala dan pandangannya. Tapi, Gavin justru bangkit dari duduknya dan menghampiri Rheva dari belakang.

"Hhmm..." Gavin mengendus rambut milik Rheva yang hitam lurus memanjang. "Rambut kamu wangi kayak biasanya..." ujar Gavin.

"..."

"Nanti, aku ada meeting lagi gak sayang?" tanya Gavin seraya memeluk Rheva dari belakang.

"Ng.. Nggak ada, Pak..." jawab Rheva dengan tubuh gemetaran.

"Aku mau booking kamar yang paling mewah. Kamu ikut ya.." ujar Gavin.

"..."

"Sekali aja, Rheva sayang... Aku cuma mau coba gimana "main" sama kamu..."

"Maaf, Pak... Saya gak bisa..." jawab Rheva dengan ketakutan.

"Aku gak suka sama kata gak bisa! Kamu harus ikut kali ini! Aku benci ditolak!" Gavin marah sambil menggebrak meja.

Ketakutan Rheva sudah mencapai puncak. Tubuhnya kaku dan gemetaran setelah melihat Gavin marah seperti itu. Apa lagi, Rheva baru kali itu menerima bentakan. Air matanya jatuh tak bisa ditahan lagi.

"Vin!" panggil seseorang dari balik pintu.

"Iya, Pa..."

Ternyata, dia adalah Ramaditya Aslam, ayah kandung dari Gavin Jonathan Ramaditya yang baru saja masuk ke dalam ruangan Gavin. Rheva langsung mengambil langkah seribu dan tak lupa permisi dengan mereka berdua. Kini, Rheva selamat dari cengkraman Gavin. Namun, Gavin masih ingin sekali menyetubuhi Rheva Rahmadhani, seorang sekretaris untuk dirinya.

****

Telepon genggam milik Gavin tiba-tiba saja berbunyi. Beruntungnya, dia sedang tidak ada rapat. Ada nama Bella muncul di layar ponselnya. Dengan wajah cerah, dia langsung menjawab telepon tersebut dengan suara manis.

"Halo, Bella..."

"Gue ada kenalan perempuan... Cantik, badannya bagus... Lo mau bayarin berapa?"

"Serius lo? Terbaik Bella... Kalau beneran sesuai dengan apa yang gue harapkan, gue kasih lo 5 juta..."

"Deal ya? Gue yakin lo puas... For your information aja nih ya, dia masih rapet... Masih fresh from the oven... Namanya Vanessa."

"Oke, besok lo bawa aja orangnya ke Ritz-Carlton. Gue tungguin..."

"Oke... Untuk perkenalan, gue kirim fotonya ke WA lo ya..."

"Siap! Terima kasih, Bella cantik..."

Gavin menutup telepon dan menunggu foto kiriman dari Bella. Setelah foto terkirim, Gavin melihatnya sambil tersenyum jahat. Karena, sosok Vanessa terlihat cantik dengan tubuhnya yang ideal. Tak lama kemudian, ayahanda Gavin masuk ke dalam ruangan.

"Vin..."

"Iya, Pa..."

Papa Gavin menghela napas panjang dan duduk di kursi tepat di depan meja, "Papa bingung, gimana ya cara supaya kita bisa menang bersaing sama Winarto Nugroho?" tanya Papa Gavin.

"Hancurin aja hidupnya... Beres..." jawab Gavin enteng.

"Kita udah pernah coba kan? Sampai kita kerja sama dengan pihak SMA Trinusa dan murid sekolah lain untuk menghabisi anaknya..." ujar Pak Rama.

"Dia sempet goyang waktu insiden itu kan... Berarti kita kurang greget, Pa..." ujar Gavin.

"Mau coba bunuh anak lelakinya, udah... Mau perkosa anak perempuannya, gagal juga karena anak lelakinya itu..." ujar Pak Rama sambil menggelengkan kepalanya.

"Iya... Sampai anak dari kepala yayasan masuk penjara... Untung dia gak buka mulut soal ini..."

Gavin dan Pak Rama menjadi diam sejenak dengan pembahasan ini. Mereka terus mencari ide untuk menghancurkan nama Winarto Nugroho serta perusahaan yang didirikan oleh ayah kandung dari Rendy Adrian Mahardika. Tiba-tiba saja terbesit ide dari Gavin.

"Pa, Rendy bukannya kerja di kantor yang sama ya sama Om Agung?"

"Agung Kuncoro?" tanya Pak Rama.

"Iya... Betul... Aku kenal sama perempuan yang dulu Rendy mati-matian banget jagain dia... Aku mau minta Pak Agung untuk masukin dia, terus aku deketin dia dan nikahin dia pada saat perasaan Rendy timbul lagi."

"Ah ngaco kamu, Vin!" ujar Pak Rama.

"Pa, sakit fisik tuh sebentar rasa sakitnya... Nah, kalau hati... Efeknya bisa ke konsentrasi dan lain-lain... Habis itu, kita sikat habis adiknya dan bapaknya..."

"Ada benarnya juga sih kamu... Nanti Papa bicara sama Agung..."

Ternyata, Rheva sedang berdiri di depan ruangan Gavin. Dia mendengar semua percakapan antara Gavin dan Pak Rama. Rheva sangat terkejut karena mereka menyebut nama Rendy dan membawa Tasya sekeluarga dalam masalah persaingan bisnis. Karena Rendy adalah seorang lelaki yang pernah ia cintai pada masa lalu.

Burung Kertas Merah Muda 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang